Tiga

1057 Words
Fajrin berjalan secara perlahan tanpa menjawab pertanyaan Irana, namun ia tetap menuntun istrinya itu sambil menggenggam tangannya dengan erat. Fajrin berjalan selangkah demi selangkah bersama dengan Irana, hingga mereka tiba di depan pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Di sanalah Irana mengerti kenapa suaminya seperti itu, dan hal itu semakin menimbulkan ketakutan di hati Irana. "Pa, mungkinkah di rumah kita ada maling?" tanya Irana. "Papa tidak tau, Ma. Itulah yang ingin kita cari tahu sekarang, tapi papa juga merasa demikian" kata Fajrin. "Kalaupun ada maling di rumah ini, bagi mama itu tidak apa-apa, Pa. Meskipun harus kehilangan harta, yang terpenting tidak terjadi apa-apa kepada Ares. Ares tinggal di rumah seorang diri, bagaimana kalau mereka membunuh Ares saat kita sedang di luar?" kata Irana panik, lalu ia membayangkan Ares sedang ketakutan saat ada maling di rumahnya. "Kita sudah pastikan tidak terjadi apa-apa kepada Ares, jadi mama tidak perlu khawatir lagi tentang itu. Jangan memikirkan yang sudah berlalu dan sudah kita ketahui jawabannya, sekarang yang terpenting adalah untuk mengetahui apa yang terjadi di kamar kita dan apa yang hilang dari sana" ucap Fajrin. Sepasang suami istri itu masuk ke dalam kamarnya, dengan ketakutan yang mencapai ubun-ubun Irana tetap mengikuti suaminya itu hingga mereka berada di dalam sana. Fajrin dan Irana menelusuri ruangan itu dengan pandangan mereka, namun sedikitpun tidak menemukan jawaban atas kecurigaan mereka. Tidak ada tanda-tanda kehilangan, karena semua tertata rapih sama seperti saat mereka pergi. Irana mulai memeriksa satu persatu perhiasan yang ia miliki, semuanya yang berharga yang ada di dalam sana, namun semuanya masih utuh tanpa ada yang berpindah dari tempatnya. "Pa, benarkah runah kits kemalingan? Tapi tidak ada apa-apa yang mereka ambil dari sini, uang atau perhiasan semuanya lengkap. Mungkin saja itu hanya firasat papa, mungkin saja kita lupa menutup pintu" kata Irana. "Tidak, Ma. Papa ingat betul kalau papa menutup pintu kamar ini, tapi papa lupa untuk menguncinya dari luar karena papa tau Ares ada di rumah" ucap Fajrin saat pandangannya beralih pada kunci yang menggantung di pintu. "Lalu apa? Kalau benar ada maling di rumah kita, untuk apa mereka ke mari? Tidak terjadi apa-apa kepada Ares, dan kita juga tidak kehilangan apa-apa. Jadi apa yang membuat papa begitu yakin kalau kita kemalingan? Berpikir positif saja, Pa. Mungkin papa lupa menutup pintu karena kita langsung pergi" kata Irana meyakinkan. "Tidak, aku yakin ada yang tidak beres" ucap Fajrin dengan sangat yakin. Fajrin kembali berpikif, menerka-nerka apa yang telah terjadi di sana. Sementara Irana, ia hanya bisa duduk san menunggu apa yang akan suaminya katakan. Tiba-tiba Fajrin menatap satu pintu, pintu ruang bawah tanah tempat di mana ia melakukan penelitian. Dengan cepat ia membuka pintu itu dan masuk ke dalam sana, bahkan ia tak menyadari kalau Irana juga ikut bersama dengan dirinya. Fajrin memperhatikan satu persatu penelitiannya, hingga matanya terhenti di hasil penelitiannya yang ingin ia ungkapkan ke dunia, yang ingin ia buktikan ke dunia. Fajrin terkejut bukan main, kakinya seolah tak mampu menopang tubuhnya hingga ia terjatuh ke lantai. Dengan cepat Irana mendekati suaminya itu, ia sama sekali tak mengerti apa yang terjadi di dalam sana. "Ada apa, Pa? Apa yang telah terjadi?" tanya Irana. "Penelitan ku! Usaha ku! Pencapaian ku! Hiks... hiks" Fajrin menangis, ia bahkan tak sadar kalau dirinya sedang menangis karena kejadian itu. Bagaimana tidak, sebuah penelitian yang ia lakukan sejak lama, penelitian yang sudah ia lakukan bertahun-tahun dan bahkan di anggap gila oleh semua orang, penelitian yang ia lakukan dan sudah membuahkan hasil yang akan ia buktikan dan tunjukan kepada orang tercintanya terdahulu yaitu Irana dan juga Ares, seketika hancur tak bersisa. Ia tak tau apa yang sebenarnya terjadi, yang ia dapati hanyalah sebuah botol kosong yang sebelumnya berisi hasil penelitiannya. Ia tidak tau ke mana perginya cairan yang sudah ia kerjakan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun itu, hingga Fajrin berteriak histeris hingga ia tak sadarkan diri. Melihat orang yang ia cintai terkapar tak sadarkan diri, Irana terkejut hingga ia tak tau haris berbuat apa. "Pa, apa yang terjadi pa? Paa, bangun Pa" ucap Irana berusaha menyadarkan Fajrin, namun ia tak kunjung sadarkan diri. Irana berusaha keras untuk menyadarkan Fajrin, ia berlari ke kamarnya untuk mendapatkan minyak kayu putih dan mengolesinya di bagian penciuman Fajrin. Ia terus melakuksn hal itu sambil sesekali memanggil suaminya. "Bangun, Pa hiks... hiks" ucap Irana menangis. Dengan sangat lemah, seolah tubuhnya tak memiliki tulang untuk menopang satu sama lain, Fajrin sadarkan diri. Ia masih saja tergeletak dengan kepala masih di atas paha istrinya, sambil menatap botol kosong yang ada di hadapannya. "Hancur sudah harapan ku, Ma. Apa yang aku kerjakan, apa yang aku usahakan selama ini telah hancur tanpa hasil. Bahkan aku tidak sekecewa ini saat aku mendapatkan kegagalan, karena kegagalan adalah pelajaran yang sangat berharga. Tapi, apakah aku harus mengatakan ini sebagai pelajaran yang sangat berharga, Ma? Hiks.. hiks" ucap Fajrin menangis. "Istighfar, Pa. Jangan seperti ini, jangan lemah karena sesuatu yang masih bisa papa kembalikan. Apa yang telah hilang masih bisa papa kembalikan, tapi apa yang terjadi kepada papa saat ini yang justru bisa berakibat fatal, akan sangat sulit untuk kita kembalikan seperti semula, Pa. Jika ini bukan pembelajaran untuk papa, untuk kita, maka sebaiknya kita anggap ini sebagai ujian, Pa" kata Irana menenangkan suaminya itu. "Ujian? Harus seperti apa lagi ujian yang papa terima? Bukankah semua sudah lengkap? Papa di tinggalkan oleh sahabat papa karena penelitian ini, papa harus kehilangan segalanya, dan papa di anggap gila oleh masyarakata, lalu ujian apa lagi, Ma? Bukankah ujian yang papa terima sudah lengkap? Kegagalan demi kegagalan yang papa lewati sudah membuktikan ujian demi ujian yang papa terima, bukankah itu sudah cukup? Seharusnya inilah waktunya untuk papa menerima hasil setelah berhasil melewati ujian-ujian itu, tapi apa yang papa dapat? Ujian lagi? Bukankah itu terdengar sangat konyol?" tanya Fajrin, ia sangat kesal dan bahkan ia tak peduli lagi sedang berbicara dengan siapa, dengan nada sedikit kasar yang ia lontarkan kepada Irana. "Pa, itu artinya ujian belum selesai, dan akan ada akhir di setiap ujian yang kita lalui. Sama saja seperti sekolah, setelah selesai ujian, maka akan ada hasil yang akan kita ketahui. Papa harus bersabar, pasti ada waktu untuk papa mendapatkan hasil sesuai dengan apa yang papa inginkan" kata Irana lembut. "Tidak, ujian sudah selesai dan aku sudah mendapatkan hasilnya. Sayang, aku tak bisa melihat hasil ku karena ulah seseorang. Siapapun yang telah mengambil hasil ku yang sudah jelas sangat memuaskan, aku akan membunuhnya" ucap Fajrin sambil mengepalkan tangannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD