1
Seharian ini, Aya berada di rumah. Ia sibuk mempersiapkan cindera mata untuk pesta pernikahannya nanti. Aya dan Panji sudah membeli sapu tangan sebagai souvenir.
Pekerjaan hari ini benar -benar melelahkan. Setelah selesai. Beberapa tamu yang menjadi vendor datang ke rumah Aya untuk memastikan acara pesta pernikahan Aya dan Panji sudah sesuai jadwal dan rangkaian acaranya sudah tersusun tanpa ada revisi.
"Gimana persiapannya Aya?" tanya Kak Fadil pelan dan duduk di dekat Aya yang sedang sibuk memilih menu makanan untuk acara pernikahannya nanti.
"Sudah sembilan puluh persen Mas. Doain lancar semua ya." ucap Aya pelan. Kedua matanya kembali memih menu makanan dan mulai menulis beberapa menu yang Aya inginkan.
Sesuai dengan permintaan Panji sebelum berangkat dinas, yang menginginkan Aya memilih semua yang disukai Aya. Mulai jenis makanan, tema pesta pernikahan, acaranya mau seperti apa. Smeua Panji serahkan kepada Aya. Ia cukup membayar semua keperluan pesta pernikahan itu. Karena Panji ingin mewujudkan wedding dream Aya.
"Panji kapan datang? Acara akad kalian kan Dua Minggu lagi?" tanya Kak Fadil sambil membaca koran.
"Minggu depan Mas. Kerjaannya masih banyak. Doain aja ya Mas." ucap Aya pelan.
Hati Aya sebenarnya ragu. Kerjaannya di luar kota saat ini agak berbeda seperti biasanya. Apalagi saat ini ketua timnya adalah perempuan Single, namanya Amalia akrab dipanggil Lia. Dulu awal Panji bekerja disana Lia pernah menyukai Panji. Tapi Panji dengan tegas mengatakan sudah memiliki tunangan dan akan menikah. Jadi apapun itu bisa terjadi, semua tergantung dari niat.
"Gedungnya udah kan?? Apa ada yang perlu kakak bantu?" tanya Fadil kepada Aya pelan.
"Sudah kok Kak Fadil. Semua sudah dibayarkan sama Mas Panji. Sudah beres semua. Aya tinggal ngasih daftar makanan yang akan disajikan untuk prasmanan karena besok Aya mau ke tempat katering sekalian test food." ucap Aya pelan.
Sudah dua bulan ini, Mobil Panji dititipkan dirumah Aya. Alasannya agar Aya bisa bawa mobil dan berkendara dengan aman tanpa kepanasan dan kehujanan.
Ponsel Aya berdering kencang. Satu nama Sayang disana dengan Foto Berdua saat bertunangan.
"Itu Panji telepon Aya. Angkat dulu, jangan buat orang menunggu." ucap Kak Fadil pelan dan meninggalkan Aya di kursi sendiri.
Aya pun langsung mengambil ponselnya dimeja dan mengusap layar hijau dan telepon pun sudah tersambung.
"Assalamualaikum ... Sayang tumben lama, angkatnya. Lagi apa?" tanya Panji pelan.
"Waalaikumsalam ... Maaf Mas Panji tadi lagi ngobrol sama Kak Fadil masalah acara bagaimana persiapannya." ucap Aya pelan.
"Sudah beres kan sayang. Sudah Mas lunasi semua. Kita tinggal nunggu hari H dan setelah undangan jadi, segera disebar." ucap Panji pelan.
"Iya Mas. Kamu kapan pulang Mas. Acara tinggal dua Minggu lagi." tanya Aya pelan.
"Tunggu Mas, ya. Mas pasti pulang. Tapi Mas masih banyak kerjaan. Ada jadwal dadakan dari Lia." ucap Panji pelan.
"Lia??" ucap Aya heboh. Ia begitu cemas mendengar nama wanita itu.
"Kenapa?? Iya Lia. Kan Mas udah cerita." ucap Panji mulai panik takut Aya merajuk.
"Bukan gitu Mas. Kok aneh aja. Kenapa kamu cuma berdua saja. Biasanya kan tim itu ada lima orang." ucap Aya mulai penasaran.
"Mereka baru saja pulang Aya, dan akan diganti tim yang baru." ucap Panji pelan menjelaskan.
"Ya Mas Panji. Aya percaya, cuma ada yang janggal aja." ucap Aya pelan, tapi hatinya benar-benar sedang tidak baik-baik saja.
"Sayang ... Mas kangen sama kamu. Semoga lancar semua ya. Inget, gak usah mikir yang macem-macem. Fokus sama acara pernikahan kita," ucap Panji pelan.
"Aamiin Mas." ucap Aya singkat.
"Kamu sakit sayang? Kok kayak gak semangat gitu? Kayak gak suka Mas Video Call. Tuh mukamu pucat. Gugup ya." ucap Panji menggoda.
"Aku takut Mas. Kamu itu jauh, sedangkan acara kita itu sebentar lagi." ucap Aya pelan.
"Apa yang kamu takutkan? Mas cinta sama kamu. Gak mungkin kan berbohong. Mas menunggumu selama ini, gak mungkin hari penting kita malah Mas sia-siakan." ucap Panji menenangkan Aya.
"Banyak kejadian Mas. Aya hanya belajar dari pengalaman orang," ucap Aya sendu.
"Jauhkan pikiran burukmu Aya. Doakan Mas agar semuanya baik-baik saja dan lancar. Agar Mas cepat pulang tepat pada waktunya. Doakan Mas ya sayang. Jangan berpikiran yang aneh-aneh. Mas kerja disini. Oke," ucap Panji menjelaskan.
"Iya Mas. Maafkan Aya ya. Aya hanya parno mungkin. Jaga kesehatan Mas," ucap Aya pelan. Hatinya tidak bisa berbohong batinnya berpikiran yang tidak-tidak.
"Ya sudah. Mas mau makan terus istirahat. Kamu jangan lupa makan dan istirahat juga ya. Besok ada pemotretan kan?" tanya Panji pelan.
"Ada Mas. Di Mall Ambarukmo di bridall." ucap Aya pelan.
"Hati-hati ya, sayang. Love u. Assalamualaikum," ucap Panji mengakhiri sambungan teleponnya.
"Love u too Mas. Waalaikumsalam," jawab Aya lemah. Sebenarnya masih kangen juga dengan calon suaminya itu. Tetapi mau gimana lagi.
Entah kenapa Aya selalu berpikiran tentang Lia. Ya, Lia sang ketua tim dalam pengerjaan proyek. Kenapa harus dengan Lia, disaat-saat seperti ini? Batin Aya kesal.
Aya pun bangkit berdiri dan menutup buku katering yang akan dia pesan besok. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Aya berjalan ke dapur dan mengambil segelas air putih untuk diminum dan dibawa ke kamarnya. Saat sedang menuangkan air tiba-tiba saja gelas itu pecah.
"Astaghfirullah .... Kenapa Mbak Aya?" tanya Bu Aminah.
"Astaghfirullah Bu Aminah. Entahlah Aya kepikiran Mas Panji," ucap Aya pelan.
"Wajar itu Mbak Aya. Namanya mau nikah, ada rasa takut gagal atau hal lain. Sini biar Ibu bersihkan." ucap Bu Aminah pelan menjelaskan.
Aya pun duduk di kursi makan menatap lantai dengan pandangan yang kosong. Akhir-akhir ini Aya pun tidak fokus dengan pekerjaannya. Mimpi buruk pun selalu menghantui.
"Mbak Aya mau tidur?" tanya Bu Aminah pelan sambil menepuk bahu Aya pelan.
"Astaghfirullah ... iya Bu. Aya duluan ya ke kamar." jawab Aya pelan.
Aya pun berjalan menuju kamar dan memasuki kamarnya lalu menutup dan menguncinya. Aya pun segera merebahkan tubuhnya dikasur. Air matanya mulai jatuh dan membasahi guling yang dipeluknya. Apa aku cemburu?, batin Aya.
DI TEMPAT LAIN ...
"Panji semua sudah siap. Kita harus pergi sekarang," ucap Lia saat sedang sarapan pagi di ballroom hotel tempat mereka menginap.
"Siap Lia. Aku siapkan kebutuhan lainnya." ucap Panji pelan.
"Panji .... Makasih yang semalam." ucap Lia pelan sambil memegang tangan Panji.
Panji pun melepaskan pegangan tangan itu dan hanya tersenyum kecut ke arah Lia.
"Lupakan Lia..." ucap Panji tegas.
Lia tersenyum kecut. Tapi senyumnya juga mnegembang karena merasa ini sebuah kemenangan.