"Aya ..... " panggil laki-laki itu lebih keras lagi.
Aya pun menegakkan duduknya dan menatap ke arah suara si pemanggil. Di sana ada Firman yang sudah berdiri di hadapan Aya. Firman pun jongkok menyejajarkan dengan Aya yang masih duduk di tanah merah itu.
"Aya ... Sabar ya. Semua orang pasti akan kembali kepada Sang Pencipta. Lanjutkan semua cita-citamu." ucap Firman pelan dan menepuk bahu Aya pelan.
"Firman .... Kamu Firman kan?? Firman .... " teriak Aya dan memeluk Firman sahabatnya.
Sahabat yang sudah hilang berhari-hari dan datang tepat saat Aya sedang dalam keadaan yang tidak stabil. Pelukan itu semakin erat dan tubuh Aya bergetar hebat, tangisannya langsung pecah tidak terkendali. Aya tidak tahu, Firman pun sedang berduka, bahkan Firman harus kehilangan kedua orang tuanya sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Tapi dukanya itu ia tutupi, bahkan sahabatnya pun tidak mengetahui hal ini.
"Aya ... kamu harus kuat. Jalani semua takdirmu dengan penuh kesabaran. Percaya kepadaku, cita-citamu pasti terwujud. Kamu akan sukses seperti apa yang diharapkan oleh Ibu." ucap Firman mengusap punggung Aya dengan lembut.
"Firman ... kamu kemana aja. Aku setelah ini dengan siapa. Aku tidak punya siapa-siapa lagi kecuali Fathur." ucap Aya dengan suara yang parau.
"Ada Kak Fadil, ada Aku, dan sekarang kamu punya teman baru, ada Kak Panji." ucapnya sambil melirik ke arah Panji yang merasa canggung berada di antara keduanya.
"Tapi cuma kamu yang mengerti aku, Firman." ucap Aya kemudian. Aya pun melepaskan pelukannya dari bahu Firman, sebenarnya masih nyaman namun Aya malu.
"Aya ... aku tidak bisa menemani kamu terus. Aku punya kehidupan lain saat ini, mungkin suatu hari aku akan menceritakan semuanya kepadamu. Lagi pula, ada Sari yang harus aku jaga hatinya. Kamu tetap sahabatku Aya." ucap Firman lirih dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Firman ... ada apa sebenarnya ini. Kenapa aku tidak pernah tahu tentang dirimu dan kehidupanmu??!!" ucap Aya dengan suara keras.
Firman pun memeluk Aya kembali dan menutupi rasa sedih dan tangisnya yang akan pecah. Firman pun menatap langit yang mulai gelap seperti hatinya yang mendung dan kosong.
"Aku pergi Aya. Jaga dirimu baik-baik, setelah kita lulus nanti kita akan bertemu lagi. Maafkan aku yang tidak bisa menepati janjiku untuk selalu menemani kamu." ucap Firman dengan lirih tepat ditelinga Aya.
Aya hanya terdiam terpaku mendengar penuturan Firman yang sungguh menjadi orang yang beda saat ini. Bukan Firman yang Aya kenal lagi. Bukan Firman sahabatnya dulu.
"Kenapa Firman ... kenapa ??!! Di saat aku berduka kamu juga pergi meninggalkan aku tanpa alasan yang jelas. Salahku apa pada kamu Firman??!!!" ucap Aya yang terduduk lemas di atas tanah dan menatap punggung Firman yang mulai menjauh.
Langkah kaki Firman pun mendekati Panji yang sejak tadi berdiri menjauh dari keduanya.
"Jaga Aya. Kalau kamu memang serius, jaga Aya demi aku. Aku akan mengalah padamu. Usiaku tidak lama lagi. Aku hanya ingin melihat Aya bahagia dan mencapai cita-cita yang dia impikan. Titip Aya, Kak Panji." ucap Firman pelan dan menepuk pundak Panji dengan pelan.
Langkahnya pun terus lurus ke depan. Ada Sari kekasihnya yang sudah menunggunya sejak tadi. Senyumnya merekah, walaupun hanya drama yang mereka mainkan. Tangisnya sudah pecah sejak tadi. Panggilan Aya pun tidak Firman hiraukan. Firman tetap berjalan lurus tanpa sedikit pun menengok ke belakang.
Aya hanya bisa menangis menatap Firman yang semakin jauh dari hadapannya. Satu atau dua tahun itu cukup lama, perpisahan yang tidak pernah terpikirkan sama sekali. Aya pun mengumpul sisa tenaga yang ia miliki dan bangkit berdiri mengejar Firman yang sudah jauh berada di depan. Aya berlari mengejar Firman dengan tangisan yang histeris dan memanggil manggil nama Firman.
"Fiiiirmaaan .... Fiiirmaaann ... tunggu aku. Tunggu aku !!!!" teriak Aya keras.
Panji sempat menghalangi Aya, namun Aya lebih gesit untuk menghindari dan menabrak lengan Panji dengan sangat keras. Aya terus berlari mengejar Firman yang tak kunjung berhenti walau sudah di panggil panggil.
Hingga Aya pun mulai kesusahan berlari mencari jalan di antara batu nisan itu, hingga Aya pun tersandung dan terjatuh. Keningnya mencium salah satu batu nisan itu hingga terasa pening dan jatuh tidak sadarkan diri.
"Aya!!!!!!!!!! ..." teriak Panji yang melihat jelas Aya terjatuh dan tidak bangun lagi.
Teriakannya begitu histeris hingga Firman pun menengok ke belakang mencari tahu apa yang terjadi. Melihat Aya yang sudah tergeletak di dekat batu nisan dan bergerak pun membuat Firman ikut cemas dan bingung. Tanpa disadari Firman pun membalikkan tubuhnya dan berlari menuju tergeletaknya Aya.
Begitu pula dengan Panji yang cemas dengan keadaan Aya. Jiwanya begitu terguncang dan trauma hingga Aya tidak sadarkan diri disana. Panji lebih dulu sampai di tempat Aya terjatuh dan menepuk nepuk pipi Aya dengan pelan. Tepukan itu tidak memberikan reaksi apa-apa pada tubuh Aya. Yang jelas hembusan nafas yang begitu pelan masih terasa hangat, bisa dipastikan Aya sedang tidak sadarkan diri.
Firman berlari mendekati keduanya. Lalu ikut berjongkok mendekati Aya.
"Apakah Aya tidak apa-apa Kak Panji?" tanya Firman dengan cemas.
"Kita bawa ke rumah saja, nanti kita panggil dokter ke rumah." ucap Panji yang kemudian mengangkat tubuh Aya.
"Bawa ke mobilku Kak Panji. Ada yang ingin aku bicarakan sekalian." ucap Firman menitah.
Panji pun membopong tubuh Aya dan membaringkannya di kursi mobil. Motor Panji pun di bawa oleh Dari kekasihnya. Panji dan Firman sudah di dalam mobil. Dimanakah Firman mengungkapkan semua rahasia tentang dirinya kepada Panji. Tidak ada satu pun yang Firman tutupi dari Panji hingga rasa suka, sayang dan cintanya kepada Aya melebihi seorang sahabat.
"Alasan itu Kak Panji aku harus menjauhi Aya. Biar bagaimanapun aku ingin melihat Aya bahagia dan sukses mencapai cita citanya. Kak Panji janji jangan pernah membocorkan hal ini kepada siapa pun termasuk Aya. Aku tidak ingin dia mencemaskan kehidupanku. Biarlah ini semua menjadi takdirku sendiri. Bahagiakan Aya. Aku percaya padamu Kak Panji." ucap Firman pelan. Pandangannya terus menuju depan.
"Kamu akan terus mencintai Aya bukan?" tanya Panji pelan kepada Firman.
"Aku harus mengubur perasaanku kepada Aya. Aku tidak mungkin mencintainya lagi. Bila aku menemuinya itu karena aku rindu ... dan aku akan selalu merindukannya." ucap Firman dengan mata berkaca-kaca, satu tangannya mengusap pipi Aya dengan lembut.
Satu bulir kristal pun turun dari mata Aya, sontak hal itu membuat Firman dan Panji saling pandang. Apakah pembicaraan tadi Aya mendengarnya atau itu hanya masuk ke alam mimpi atau halusinasinya saja.
"Firman ... lihatlah seolah-olah Aya sedang ikut menyimak pembicaraan kita berdua." ucap Panji pelan.
Mobil sudah sampai di depan rumah Aya. Aya sudah di bawa ke dalam kamarnya. Ada Fathur yang menemani Aya. Firman pun berpamitan pada Panji, dan mereka bertukar nomor ponsel untuk bisa memberi info satu sama lain.
Tinggal Panji sendiri disana meratapi hidupnya saat ini. Apa yang harus aku lakukan sekarang?, gumam Panji dalam hatinya. Masa magangku hanya tinggal beberapa minggu lagi.