KBL.04 JANGAN CAMPURI URUSANKU

1424 Words
    Mobil Feride melaju dengan kecepatan sedang menuju sebuah café yang berada di pinggir pantai kawasan Salacak, sebelah barat distrik Uskudar, kota Istanbul sisi Asia. Dua puluh menit kemudian, kami pun sampai di halaman café tersebut. Feride memarkirkan mobilnya di halaman depan café. Kemudian ia mengambilkan kursi rodaku yang ada di bagasi dan membantuku keluar dari mobil.       Menurutku pilihan Feride sangatlah tepat. Café baru ini sangat bagus karena di design dengan sedemikian rupa. Meski bangunan cafénya tidak terlalu besar, tapi halamannya sangat luas. Bangunan café ini lebih tinggi dari halamannya. Agar bisa sampai di teras dan pintu café, para pengunjung harus menaiki beberapa anak tangga. Untung saja tidak hanya ada tangga, tapi café ini menyediakan jalan untuk penyandang d*********s sepertiku. Jadi Feride tidak kesulitan saat membawaku memasuki café. Design interior dan furniture café ini semuanya menggunakan material kayu pilihan, terlihat sangat natural.       Bangunan café ini menghadap ke Maiden’s Tower atau dalam bahasa Turki disebut Kiz Kulesi. Yang merupakan sebuah bangunan menara yang terletak di sebuah pulau kecil di tengah Selat Bosphorus. Saat langit sudah mulai gelap, Maiden’s Tower akan terlihat sangat cantik dengan cahaya lampunya yang terang di tengah lautan. Membuat para pengunjung café tempatku saat ini dapat menikmati keindahan matahari terbenam dan Maiden’s Tower di Selat Bosphorus sambil menyantap hidangannya.       Aku dan Feride duduk di meja samping jendela menghadap halaman cafe. Jendela itu di penuhi oleh kaca transparan, membuat orang-orang yang di luar dan di dalam cafe terlihat jelas. Kami memesan menu terbaik di café ini. Aku menikmati menu yang aku pesan dengan perasaan senang, karena sudah lama aku tidak makan di luar semenjak kecelakan dua bulan lalu terjadi.       “Dokter, bagaimana? Apa makanannya sesuai dengan seleramu?”       Aku mengangguk sambil mengunyah cake yang ada di mulutku, “Enak, sangat enak. Sudah lama aku tidak makan makanan begini.”       Feride menggelengkan kepalanya tertawa geli mendengar jawabanku, “Dokter ini…”       “Aku serius, Feride. Aku sudah lama tidak duduk di café dan menikmati makanan seperti ini.” Aku menjawab dengan polosnya.       “Jadi kapan terakhir Dokter Emira menikmati suasana café?”       Aku berpikir sejenak, “Mungkin sekitar sepuluh bulan yang lalu.”       “Wow, sudah lama sekali.” Feride menanggapi dengan wajah tak percaya. “Waktu itu Dokter ke café bersama siapa?”       “Waktu itu aku bersama….sudah lupakan saja.” Aku berusaha mengalihkan topik pembicaraan.       Feride menutup mulutnya menahan tawa karena melihat ekspresi diwajahku. Ia semakin penasaran dan semakin menggodaku. “Apa waktu itu bersama Dokter Nathan Collins?”       Aku terdiam mendengar Feride menyebutkan nama Nathan. Mendengarkan namanya seperti membangkitkan luka dalam di hatiku. Aku menundukkan wajahku menatap meja yang ada di hadapanku, “Tidak, Feride. Bukan bersama Nathan.”       “Lalu? Bukankah Dokter sudah lama bersama Dokter Nathan?” Feride semakin penasaran.       Aku mengangkat wajahku. Dan kemudian tersenyum mengingat wajah Alexandre. “Bersama seorang pria yang sangat mencintaiku.”       “Maksud Dokter?”       Aku menarik nafas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan kekuatanku untuk bercerita pada Feride. “Ada beberapa hal yang tidak pernah di ketahui orang-orang, Feride.”       Aku terdiam sejenak, “Apa kamu mau mendengarkan ceritaku, Feride?”       Feride tersenyum dan mengangguk dengan senang. Aku membalas senyumnya, dan kemudian melanjutkan ceritaku.       “Sejujurnya, sebelum aku menikah dengan Dokter Nathan Collins aku telah pernah menjadi istri orang lain. Pria itu sangat tampan dan baik hati.” Aku bercerita sambil membayangkan wajah tampan Alexandre tersenyum padaku.       “Ia sangat baik dan peduli terhadapku. Ia sangat banyak membantuku hingga aku menjadi seorang dokter seperti sekarang ini. Tapi nasib pernikahan kami hanya berlangsung selama lima tahun. Kami berpisah delapan bulan yang lalu. Dan kemudian aku menikah dengan Dokter Natahan dua bulan setelah aku berpisah dengannya.”       Feride tiba-tiba mengulurkan tangannya dan memotong pembicaraanku. “Stop, Dokter. Siapa pria pertama yang beruntung mendapatkanmu itu Dokter?”       Aku tersenyum melihat tingkah Feride yang semakin penasaran. “Apa kamu tahu, pemilik perusahaan Wang Corp?”       Feride mengerutkan dahinya dan menopang dagunya di atas meja berusaha berpikir, “Rasanya aku pernah mendengar nama itu. Sebentar, aku coba cari di internet dulu.”       Feride mengambil ponsel dan mengetik nama Wang Corp di layar ponselnya. Satu detik kemudian banyak muncul berita mengenai Wang Corp. Ia membuka berita teratas yang ada di internet. Kemudian mengklik foto yang ada di halaman berita tersebut. Tiba-tiba Feride menyemburkan minuman yang ada di mulutnya karena terkejut.       “Apa Tuan Alexandre Wang ini suami pertamamu, Dokter?” Feride bertanya sambil memperlihatkan foto Alexandre yang ada di layar ponselnya.       Aku yang duduk di seberang Feride mengangguk melihat foto yang ada di ponsel itu. “Yups.” Aku menggerakkan sendok kembali menikmati cake yang terhidang di meja.       Feride masih saja menatap foto yang ada di layar ponselnya, sambil menggelengkan kepalanya seolah tak percaya. “Dok, bukankah pria ini pemilik perusahaan perhiasan yang terkenal itu? Bagaimana ia bisa bertemu denganmu? Dia sangat tampan sekali.”       “Ya…dia sangat tampan.” Aku tersenyum menanggapi perkataan Feride. “Diaaa….”       “Tu-tunggu Dok.” Tiba-tiba Feride menyentuh tanganku dan menghentikan ucapanku. Ia menatap keluar jendela dengan wajah kaget.       “Dok, bukankah itu Dokter Nathan Collins?” Feride masih saja memperhatikan apa yang di lihatnya di seberang sana. Aku ikut memperhatikan kearah tatapan Feride tertuju.       “Dokter Nathan dengan siapa?”       Aku sangat kaget melihat Nathan yang baru saja keluar dari mobilnya bersama wanita lain. Kepalaku seperti ditimpa batu yang sangat besar dan keras. Membuat otakku berhenti berpikir sejenak. Kepalaku serasa ingin meledak dan darahku serasa ingin tumpah. Nathan benar-benar membuatku malu dan marah. Berani-beraninya ia membawa wanita lain di depan umum. Wajahku memerah menahan amarah yang sedang berkobar di hatiku. “Feride, kita pulang saja.”       “Tapi Dok…”       Aku memutar kursi rodaku dan bergerak keluar dari café. Sedangkan Feride berteriak memanggilku, “Dok, tunggu sebentar. Aku belum membayarnya.”       Aku terus menggerakkan kursi rodaku keluar café tanpa mempedulikan Feride yang memanggilku. Sekarang hatiku sangat sakit melihat suamiku sendiri berjalan mesra dengan wanita lain. Aku memutar kursi rodaku berjalan kearah Nathan dan wanita itu berada.       “NATHAAAN…” Aku berteriak memanggil Nathan yang sedang asyik berbicara dengan wanita yang ada di sampingnya.       Ia menghentikan langkahnya dan menoleh kearahku. Ia terdiam sejenak, kemudian berjalan kearahku dengan senyum mengejek sambil merangkul wanita yang sedang bersamanya. “Hey istriku. Ada apa kamu kesini?”       Aku mengepalkan tangan sekuat tenaga hingga kuku ku menusuk telapak tanganku. Aku berusaha tenang menghadapi pria yang ada di hadapanku. Karena aku sangat malu jika ia nekat melakukan hal yang buruk di hadapan orang banyak. Aku kembali bertanya padanya dengan nada datar, “Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu kesini? Dan siapa wanita ini?”       Nathan terkekeh sebelum menjawab pertanyaanku. Ia melangkah mendekatiku dan kemudian membungkuk mendekatkan wajahnya ke wajahku. “Kemana aku dan dengan siapa aku, itu bukan urusanmu.”       Ia kembali berdiri dan merangkul wanita yang ada di sampingnya. “Ayo sayang.”       “Nathan, siapa wanita lumpuh itu?” wanita yang berdiri di samping Nathan bertanya.       Nathan menarik tangan wanita itu dan berjalan menuju pintu cafe, “Sudahlah sayang, jangan pedulikan wanita tak berguna itu.”       Aku yang tak terima dihina di hadapan orang lain oleh Nathan merasa geram, “NATHAAAN…Kau mau kemana? Aku ini istrimu. Kenapa kau menyakitiku dan memilih untuk pergi dengan wanita lain?”       Nathan yang mendengar ucapanku, membalikkan tubuhnya dan kembali berjalan ke arahku. “Kau….”       Nathan berjalan mendekatiku dengan langkah besar. Ia membungkukkan tubuhnya sambil menopangkan kedua tangannya pada kursi roda. Ia memegang kursi rodaku dengan erat hingga mengeluarkan urat-urat tangannya. “Jangan campuri urusanku. Sekarang pulanglah kau wanita lumpuh!”       Nathan mendorong kursi rodaku dengan kasar kemudian berlalu pergi. Ia tidak mempedulikan kursi rodaku yang berjalan dengan sendirinya. Aku sangat ketakutan karena tidak bisa mengendalikan kursi rodaku sendiri yang meluncur dengan cepat. Segala kemungkinan buruk muncul dalam pikiranku. Bahkan aku berpikir jika hidupku akan berakhir saat ini juga. Karena tak satupun ku lihat orang lain berada di teras cafe. Sekarang aku hanya sendiri dengan kursi roda yang terus bergulir menuruni anak tangga di halaman café. Sedangkan Feride masih berada di dalam dan belum datang menyusulku. Aku hanya bisa berdo’a dalam hatiku, semoga datang keajaiban dan berharap hal buruk tak terjadi padaku.       Saat aku sudah hampir sampai di tangga paling bawah dan menginjak tanah, tiba-tiba kursi rodaku berhenti. Tanganku masih memegang erat lengan kursi roda agar tidak terjatuh dan tersungkur ke tanah . Aku yang awalnya sudah pasrah dengan hal buruk yang akan terjadi setelah ini, merasa sangat bersyukur. Ternyata Tuhan mendengarkan do’a ku dan langsung mengirim malaikat untuk menyelamatkanku.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD