Erik hanya bisa tercengang takjub campur tak percaya, sekarang ia berada di Amerika, beneran di luar negeri!
"Pakai ini, disini dingin nanti kamu bisa kena flu." Debora memakaikan syal ke leher Erik membuat lelaki itu mengerjap pelan.
"Tante yang harusnya pakai syal."
"Saya terbiasa ke luar negeri jadi tidak terlalu syok dengan cuaca yang ekstrim, kamu yang lebih perlu ini." Balas Debora lalu menepuk dadanya setelah selesai memasangkan syal kepadanya. "Kamu masih kedinginan tidak? Butuh jaket atau selimut?"
"Nggak, ini sudah hangat kok." Erik diam-diam tersenyum sambil menyembunyikan mulutnya di balik syalnya.
Debora mengelus kepalanya singkat sebelum fokus kembali pada tab nya, rasanya sekarang Erik sudah sangat terbiasa melihat Debora yang bekerja, justru bakal aneh kalau wanita itu tidak bekerja.
Saat ini mereka dalam perjalanan menuju hotel tempat menginap, di sepanjang jalan Erik memilih fokus menatap ke luar jendela mengamati salju yang turun di jalanan, pemandangan yang ia kira hanya bisa dilihat lewat TV tapi ternyata sekarang ia benar-benar merasakannya. Setiap bersama Debora ia selalu mengalami hal yang luar biasa.
Sekitar setengah jam mobil mereka akhirnya berhenti di depan gedung hotel yang Erik taksir pasti biaya menginapnya cukup untuk membeli sepeda motor baru.
"Ayo turun!" titah Debora diangguki Erik, mereka berdua turun diikuti Bams dan dua pengawal lain, Erik juga mulai terbiasa dengan kehadiran para pengawal yang membuntut di belakangnya.
"Reservasi atas nama Debora." Ujar Debora langsung kepada resepsionis, tentu saja menggunakan bahasa Inggris.
"Baik mohon tunggu sebentar," lalu resepsionis itu mengecek data di komputer dan tak lama menyerahkan kunci kamar kepada Debora dengan sopan. Di tempatnya Erik hanya bisa menerka-nerka apa yang mereka cakapkan karena ia memang tidak pandai bahasa Inggris.
"Ayo!" lalu Debora menarik lengannya pergi yang tentu saja membuatnya kaget, wanita itu benar-benar menjaganya dengan protektif, seolah ia adalah bayi yang harus dijaga.
"Ini kamar kamu, kamu akan menginap disini dengan Bams," Debora menyerahkan kunci ke tangan Erik, lalu menghadap Bams, "jaga dia baik-baik."
Bams menunduk hormat, "baik Nyonya."
"Lalu Tante?"
Debora yang ingin beranjak jadi mengurungkan niatnya, "saya akan menginap disana," tunjuknya pada kamar yang tidak jauh dari sana.
Erik membasahi bibirnya, melirik kearah dua pengawal di belakang Debora. "Tante mau sekamar sama mereka?"
"Ha?" Debora spontan memutar kepala kearah pandang Erik dan tak lama menggeleng tak habis pikir, "mereka akan menjaga di depan pintu."
"Jadi mereka tidak dikasih tempat istirahat?" Erik yang tadinya mau cemburu jadi berubah iba.
"Kamu pikir saya sejahat itu?" satu sentilan mendarat di kening Erik, "mereka akan menjaga saya secara bergantian, jadi mereka punya waktu istirahat. Dan untuk tempatnya saya sudah menyuruh mereka memesan kamar di hotel ini."
Oh, Erik jadi meringis malu sendiri.
"Sudah cepat istirahat sana, pasti kamu capek karena perjalanan panjang. Ah dan jangan lupa tutup jendela dan gorden, karena nanti cuacanya akan semakin dingin." Jelas Debora dengan perhatian seperti biasa.
Erik diam-diam tersenyum senang, "Tante juga istirahat, jangan kecapekan."
Mendapat pesan seperti itu membuat Debora terkekeh pelan, wanita itu mengelus rambut Erik sekilas sebelum benar-benar pergi ke kamarnya.
Meninggalkan Erik yang lagi-lagi hatinya kocar-kacir gak karuan.
'Tante Debora selalu bikin aku ambyar.'
***
"Eunghh..." suara lenguhan Erik terdengar sejalan dengan kretekan tulang-tulangnya yang ia pakai mengulet, bangun tidur trus ngulet itu memang yang terbaik.
"Ini saya buatkan teh hangat untuk Tuan, lalu saya juga sudah menyiapkan peralatan mandi untuk Tuan." Bams entah sejak kapan tiba-tiba berdiri di sebelahnya.
Erik tersenyum ramah, "makasih ya."
"Sama-sama Tuan."
Setalah meminum teh badannya langsung lebih hangat, ternyata ucapan Debora tadi memang sangat benar, cuaca sekarang semakin dingin saja bahkan di dalam ruangan dengan penghangat ruangan ia masih merasa kedinginan.
"Aku mandi dulu ya," pamit Erik diangguki sopan Bams.
"Iya Tuan."
Lalu setelahnya Erik beranjak menuju kamar mandi, sekitar 15 menitan membersihkan diri ia akhirnya selesai, dan begitu keluar kamar aroma harum makanan langsung tercium indra penciumannya.
"Saya sudah menyiapkan makanan untuk Tuan, silakan dimakan Tuan."
"Astaga kenapa kamu repot-repot banget." Erik kan jadi merasa tidak enak.
"Itu sudah menjadi tugas saya Tuan."
Erik hanya bisa menghela napas pelan, karena cuaca dingin ia jadi sering kelaparan. Meskipun makanan yang disiapkan Bams tidak ia ketahui namanya tapi dari rasanya benar-benar lezat, bahkan ia yang orang awam saja tau pasti makanan ini berharga mahal.
"Bams duduklah, ayo makan."
"Tidak—"
"Tidak ada penolakan!"
Bams jadi tersenyum kaku sebelum menurut duduk, setelah bertahun-tahun menjadi pengawal, Erik adalah satu-satunya orang yang memperlakukannya seperti teman sendiri. Dan ia cukup senang, ia seperti benar-benar dihargai.
"Gimana? Enak kan?"
Bams tersenyum malu-malu, mengangguk kecil. "Iya Tuan, enak."
Erik tersenyum lebar, langsung menaruh makanan bagiannya ke piring Bams.
"Tuan ini—"
"Habiskan!" tegas Erik membuat lelaki itu jadi menggigit bibirnya sendiri.
"T-terimakasih Tuan." Ujarnya dengan senyuman hangat.
Erik terkekeh pelan, "sama-sama."
***
"Tante Debora tidak ada di kamar?"
"Iya Tuan, tadi Nyonya berpesan kepada saya kalau akan kembali jam 10 malam."
"Kenapa malam banget?!"
"Saya juga kurang tau Tuan."
Erik menurunkan bahunya muram, "memangnya Tante ada urusan apa?"
"Nyonya sedang meeting dengan kliennya."
Erik kali ini bisa lebih mengerti, lagian tujuan awal mereka ke luar negeri kan karena Debora ada pekerjaan jadi ia tidak boleh mengeluh, setidaknya ia harus bisa menjadi lelaki yang mengerti keadaan pasangannya.
"Yaudah aku tunggu aja deh." Gumam Erik lalu kembali ke kamarnya.
Tak terasa waktu berlalu begitu saja. Dan sekarang tepat pukul 11 malam.
Kali ini Erik sudah tak bisa tenang, kenapa Tante Debora belum pulang juga? Bukankah ini sudah sangat telat dari janjinya.
"Bams!"
"Iya Tuan?" Bams langsung berdiri siaga di depannya.
"Kamu tau tempat meeting Tante Debora?"
"Itu ... saya kurang tau Tuan."
Ekspresi kecewa tidak dapat ditutupi dari wajah Erik, Bams jadi merasa tidak enak. "T-tapi mungkin saya bisa tanya pada teman saya yang mengawal Nyonya." Ujarnya tiba-tiba tentu saja langsung merubah mood Erik.
"Beneran? Yaudah cepat tanya!" serunya tak sabaran.
Bams segera mengeluarkan HP nya dan menelepon rekan kerjanya itu, mereka berdua terlibat percakapan singkat dengan Erik yang sudah menunggu harap-harap cemas. Begitu telepon di matikan Erik langsung mendempet penuh arti kearah Bams.
"Saya mendapatkan alamatnya Tuan." Jelas Bams seolah tau maksud Erik.
Bola mata Erik seketika berbinar, "yaudah ayo kita kesana!"
Selanjutnya mereka berdua segera bergegas menuju alamat itu, dan ternyata itu adalah cafe, Erik mengamati sekeliling sekalian mencari Debora. Tempat ini sangat tenang dan nyaman, sangat cocok dijadikan tempat untuk bekerja ataupun belajar.
"Itu sepertinya Nyonya!" tunjuk Bams pada satu objek.
Raut wajah Erik langsung merekah, bergegas mendekati Tante Debora, namun beberapa langkah setelahnya ia langsung mematung di tempatnya.
Saat melihat Debora tiba-tiba berpelukan dengan seorang pria.
'Dia ... siapa?'