4

953 Words
Anin bergegas keluar dari kelas begitu membaca pesan yang dikirimkan Kea, sahabatnya, sesaat setelah bel istirahat berbunyi. Begitu sampai di depan kelas Kea, Anin dapat melihat Kea yang berlari ke arahnya dan langsung menghambur ke dalam pelukan. "Lo kenapa, Ke?" tanya Anin panik. "Dia selingkuh, Nin!" seru Kea dalam pelukan Anin. "Dia beneran selingkuh!" Gadis dalam pelukan Anin itu pun menyeru dengan pedih. Anin mengernyitkan dahi. Bukan karena Anin tidak tau siapa 'dia' yang dimaksud gadis dalam pelukannya. Dia yang dimaksud Kea adalah mantan pacar gadis itu yang sudah dipacarinya sejak kelas sepuluh. Mereka baru putus beberapa saat yang lalu. Anin tidak tau masalah jelasnya, meskipun sahabat, Anin tidak pernah berusaha mengorek informasi dan memilih menunggu Kea sendiri yang bercerita. "Tenang, Ke, jangan kepancing. Ini kita lagi di sekolah, loh..." Anin pun mencoba menenangkan sahabatnya itu sambil mengusap-usap punggungnya. "Kita baru putus beberapa bulan, Nin!" Kea melepaskan pelukannya dari Anin. Wajah gadis itu sudah dipenuhi oleh air mata. Tatapannya menunjukkan luka. "Dan dia...dia jadian sama Zeta. Zeta, Nin! Hubungan mereka bahkan udah jalan sebulan!" Kini Anin bukan lagi hanya melihat luka di wajah Kea, namun juga retak yang perlahan-lahan berubah menjadi kepingan. Mata Anin membulat. Dari sekian milyaran manusia yang ada di dunia, kenapa harus Zeta. Kenapa harus sahabat mereka sendiri. Apakah dunia memang se-sempit itu atau memang semesta sengaja memilih Zeta agar sakit yang dirasakan Kea juga Anin lebih terasa? Karena sudah hukum alamnya bukan, sebuah luka akan lebih terasa menyakitkan ketika ditorehkan oleh satu orang terdekat daripada seribu musuh sekali pun. *** Ksatrio mendengus untuk ke sekian kalinya sambil menatap pintu kelas yang tidak juga menampakkan sosok yang ditunggu-tunggunya sejak awal bel istirahat berbunyi. "Awas aja si Jay, dateng-dateng langsung gue sumpel kaos kaki mulutnya!" omel Ksatrio sambil meneruskan pekerjaannya menyalin tugas. Ksatrio terpaksa merelakan waktu istirahatnya untuk tetap berada di kelas, berkutat dengan buku cetak sejarah yang tebal dan harus ia rangkum ke dalam buku catatan. Hadiah dari Pak Waluyo karena Ksatrio ketauan tidur saat beliau mendongeng—eh, menjelaskan maksudnya. Sebenarnya Jay yang merupakan sahabat Ksatrio juga tidur di kelas, tapi memang nasibnya masih lebih beruntung dari Ksatrio, jadi yang ketauan ya hanya Ksatrio. Oleh sebab itu, sebagai rasa solidaritas, Jay bersedia membelikan Ksatrio makanan dari kantin untuk Ksatrio makan di kelas karena Ksatrio harus menyelesaikan tugas tersebut pulang sekolah nanti atau tidak tugasnya akan ditambah. Tapi sialnya, Jay nggak juga balik ke kelas. Bahkan ketika waktu istirahat hanya tersisa lima menit lagi. Dengan perut kosong dan juga tekanan dari tugas yang harus selesai dengan cepat padahal jumlahnya tidak sedikit tentunya memancing emosi Ksatrio naik ke ubun-ubun. Sebentar lagi mungkin akan ada lahar panas yang meletup dari kepalanya dan tumpah ruah. Ksatrio yang sudah makan saja sudah cukup untuk membuat keributan, apalagi Ksatrio yang tengah kelaparan. Di saat Ksatrio merasa sudah mencapai puncak dari kesabarannya untuk tidak melempar buku cetak sejarah di hadapannya, sebuah kotak bekal berwarna merah muda mendarat di atas meja Ksatrio dengan manis. Tentunya hal tersebut seperti sebuah berkah untuk Ksatrio. Di saat lapar-laparnya, Ksatrio disodorkan sebuah kotak bekal. Tentunya Ksatrio masih punya etika untuk tidak langsung membuka kotak tersebut dan melahap isinya. Ksatrio pun memilih untuk mendongak menatap kepada orang yang sudah meletakkan benda tersebut di mejanya. "Apaan nih?" tanya Ksatrio pada gadis berambut sebahu yang duduk persis di depannya tersebut. "Kotak makan," jawab gadis itu datar. Ksatrio hanya bisa menatap punggung gadis itu dengan ragu karena gadis itu sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Namanya Karisa dan Ksatrio nggak pernah ngobrol sama dia sebelumnya. Ksatrio juga nggak pernah lihat Karisa ngobrol sama anak-anak lain. Pernah mungkin, biasanya kalau ada tugas kelompok. Tapi selebihnya sih jarang. Karisa terkenal sebagai murid introvert. Sukanya sendiri sambil baca buku-buku bahasa asing. Kalau di IPA ada Ksatria sebagai murid terpintar, maka di IPS ada Karisa. Tetapi bedanya, Ksatria adalah murid berprestasi yang easy going, Karisa justru nyaris tidak memiliki teman. Satu-satunya teman Karisa hanyalah buku. Sejujurnya, Ksatrio nggak pernah peduli soal Karisa. Bahkan setelah mereka duduk di satu kelas yang sama dua tahun ini. Mungkin Ksatrio baru benar-benar mengakui kehadiran Karisa hari ini. Karena kotak bekal berwarna pink yang diletakkan gadis itu di mejanya. Ksatrio masih sibuk bertanya-tanya dalam hati kenapa Karisa ngasih ini ke Ksatrio. Benar-benar nggak ada satupun hal yang bisa menjawab pertanyaan Ksatrio. Setelah dua tahun hampir tidak pernah berinteraksi, tentunya hal ini aneh bagi Ksatrio. Ksatrio pun akhirnya memilih untuk membuka tutup kotak bekal tersebut dan di detik pertama Ksatrio melihat isinya, rasanya ia ingin sujud syukur saat itu juga. Tapi sebelum Ksatrio jauh kepedean, Ksatrio memilih untuk menkonfirmasi kebenarannya, apakah bekal ini memang diperuntukkan untuknya dengan menyolek punggung Karisa, membuat gadis itu menoleh ke arah Ksatrio dengan wajahnya yang datar. "Ini...buat gue?" tanya Ksatrio sambil menunjuk kotak makanan berisi sandwich tersebut. Anggukin kepala, please... Yes! Karisa ngangguk singkat sebelum kembali menghadap ke depan.  Ksatrio nggak bisa menahan senyumnya. "Thanks, Kar," katanya sambil menahan agar nada suaranya supaya tidak terdengar terlalu excited. Ksatrio nggak tau lagi harus bagaimana selain berterima kasih. Dikasih makanan di saat laper-lapernya itu anugrah banget. Ksatrio mendengar Karisa hanya berdehem sebagai jawaban, lalu Ksatrio tanpa babibu langsung melahap sandwich tersebut sebelum bel masuk berbunyi. Tapi meskipun Ksatrio sudah bisa mengatasi rasa laparnya, Ksatrio tetap akan buat perhitungan dengan Jay, sahabat kampretnya itu yang tidak kunjung datang membawa nasi goreng pesanannya. Tapi sampai bel berbunyi dan guru pelajaran berikutnya masuk kelas, Jay nggak juga kembali ke kelas. Sampai akhirnya Ksatrio mendengar dari salah satu teman sekelasnya, kalau Jay sedang berada di ruang BK. Dan Ksatrio juga menyadari satu hal kalau selain Jay, Anin juga tidak nampak batang hidungnya sejak jam istirahat. Maka ini bukan lagi sebuah kebetulan tapi memang berhubungan. Ada apa antara Jay dan Anin sampai harus terseret ke ruang BK bersama?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD