Sekembalinya Anin dan Jay ke kelas dalam waktu yang bersamaan di jam pelajaran terakhir tentunya membuat banyak pasang mata menatap penuh tanya. Setelah Jay dan Anin memberikan penjelasan kepada guru yang sedang mengajar, mereka berdua pun diperbolehkan duduk di tempat masing-masing.
Begitu Jay atau yang bernama asli Jason Aldi Jaelani itu duduk di kursinya, tentunya hal pertama yang ia dapatkan adalah tatapan menusuk dari sahabatnya sendiri yang tidak lain adalah Ksatrio.
"What the hell, Jay? Lo abis ngapain sampai dipanggil sama guru BK?" sembur Ksatrio karena Jay nggak juga menjelaskan apa-apa padanya.
Jay menghela nafas, cepat atau lambat dia juga pasti harus cerita. Tapi nggak sekarang juga di saat yang sedang mengajar di depan kelas adalah personil duo srigalanya SMA Angkasa, alias bu Endang. "Entar gue ceritain, Yo, nggak sekarang. Mami lo di depan noh!" sungut Jay namun dengan berbisik. Jay sih masih ada rasa takutnya sama Bu Endang. Kalau Ksatrio bukannya nggak takut, tapi Bu Endangnya juga udah males kali ngomelin Ksatrio. Terserah Ksatrio mau ngapain, yang penting nggak ganggu siswa-siswi lain yang lagi belajar. Kalau ganggu ya tinggal diusir keluar.
Ksatrio mendengus, menuruti apa kata Jay. Akhirnya Ksatrio memilih melanjutkan mengerjakan tugas hukuman dari Pak Waluyo dan bukannya mendengarkan penjelasan yang sedang dipaparkan bu Endang. Bahkan Ksatrio hampir nggak peduli kalau Bu Endang lagi susah payah jelasin materi kalkulus. Toh Bu Endang juga nggak peduli kalau Ksatrio nggak pernah mengerti dengan cara beliau menjelaskan.
Begitu bel pulang, Ksatrio menunda menjejalkan barang-barangnya ke dalam ransel untuk menuntut penjelasan dari Jay. Tapi sepertinya niat Ksatrio sore itu harus ditunda karena sosok Anin yang tiba-tiba saja sudah berdiri di sampingnya.
"Yo, gue pulang bareng lo." Kalimat itu tentunya diucapkan Anin bukan dengan nada meminta namun lebih kepada keputusan yang sudah ditetapkan.
Ksatrio mengernyitkan dahi. Hari ini Ksatria nggak bilang apa-apa soal mengantar pulang pacarnya. Meskipun sudah cukup sering, tapi biasanya Ksatria pasti bilang lebih dulu jika mau menitipkan Anin padanya. "Hah?Oh iya tapi gue—"
"Sekarang!" Lalu tanpa mengatakan apa-apa lagi, Anin langsung berbalik dan keluar kelas untuk menunggu Ksatrio di sana.
Ksatrio menatap Jay yang hanya tersenyum meledek sambil membereskan barang-barangnya. "Dipanggil tuh sama 'tuan putri', udah mau pulang katanya," ucap Jay dengan nada penuh sarkasme.
Ksatrio melayangkan tepukan di kepala sahabatnya. "Lo tuh masih utang cerita dan nasi goreng sama gue, nyet! Jangan songong." Lalu Ksatrio pun memilih menyandang ranselnya dan berlalu meninggalkan Jay.
Di pintu kelas, Ksatrio berpapasan dengan Zeta. Cewek yang resmi dipacari Jay sebulan yang lalu. Ksatrio bahkan menyempatkan diri menarik kuncir kuda gadis berwajah jutek itu dan lari sebelum terkena tabokan. Ksatrio ingat dia pernah merasakan cubitan Zeta dan bekasnya bertahan dua hari. Ksatrio nggak ngerti kenapa Jay bisa-bisanya jatuh cinta sama cewek bar-bar semacam Zeta yang jutek pula. Untung cantik. Tapi yang Ksatrio nggak habis pikirnya lagi, kok bisa-bisanya Zeta mau sama Jay? Misteri Ilahi.
Tawa Ksatrio akibat berhasil menggoda Zeta tadi langsung lenyap begitu dirinya berhadapan dengan Anin yang sudah memasang tampang kelam sambil melipat tangan di d**a. Ksatrio langsung merasa nggak nyaman. Ekspresi kesal Anin saat ini pasti ada hubungannya dengan kembarannya. Kalau nggak, kenapa juga Ksatrio kena dampaknya?
"Yuk, balik!" Ksatrio memberanikan dirinya mengajak Anin. Berpura-pura bodoh dan nggak tau kalau Anin lagi bete.
Masih dengan wajah kesalnya, Anin pun berjalan mengikuti Ksatrio menuju parkiran motor. Begitu melintasi koridor, Ksatrio dan Anin berpapasan dengan Ksatria yang sedang membawa beberapa tumpuk buku. Dan betul seperti dugaan Ksatrio bahwa ada hubungannya antara Anin yang bete dan Ksatria. Buktinya, gadis itu melengos begitu saja melewati Ksatria seolah tidak ada orang di sana.
Ksatrio menatap kembarannya penuh tanya namun Ksatria hanya bisa mengedikkan bahu dan mengatakan, "Titip, Yo. Maklumin aja kalau lo kena damprat. Lagi bete dia."
Ksatrio berdecak. "Betenya sama lo, kok gue yang ikutan kena imbasnya? Lagian emangnya gue supir apa, digaji juga ka—"
"Rio, buruan!"
Ksatrio tersentak ketika mendengar suara Anin memanggilnya. Karena belum puas mengeluarkan unek-unek pada kembarannya, Ksatrio pun memilih untuk melayangkan pukulan ringan di belakang kepala Ksatria. "Kalau nggak bisa tanggung jawab soal pacar lo, mending sekalian aja kasih ke gue!" lalu sebelum Ksatria sempat mengomel, Ksatrio buru-buru berlari untuk menghampiri Anin yang sudah menunggu di dekat motornya.
"Kok malah diem? Mana helm lo?" tanya Ksatrio sambil memasang helmnya.
Anin menunjuk ke arah helmnya yang bertengger manis di atas motor cbr merah milik Ksatria yang terparkir di ujung parkiran, sekitar beberapa motor jaraknya dari motor Ksatrio. Ksatrio mengernyitkan dahi sambil menatap ke arah yang ditunjuk tersebut. "Ya ambil lah!" ujar Ksatrio, masih nggak paham maksud jawaban dari si tuan putri satu ini.
"Ambilin."
Etdah! Ksatrio mengumpat dalam hati. Dikira dia kacung apa main perintah-perintah. Jelas-jelas si Anin nebeng sama dia, bisa-bisanya masih berani kasih perintah. Lupa kali ini cewek, kalau Ksatrio tuh bukan cowoknya yang bisa sebebasnya dia perintah. "Eh cewek manja, lo punya tangan sama kaki, kan? Ambil sendiri sana!"
"Apa lo bilang?" tanya Anin dengan nada tinggi. Tersinggung karena kata-kata Ksatrio sebelumnya yang mengatai dia cewek manja. Walaupun kenyataannya memang demikian. "Siapa yang manja?"
"Noh, tukang kebon!" ujar Ksatrio asal. Lalu Ksatrio pun memilih naik ke atas motornya dan menyalakan mesin. "Buruan ambil, sebelum gue tinggal!" ancamnya.
Sambil berdecak sebal, Anin akhirnya mengambil sendiri helmnya. Namun sebelumnya gadis itu menyempatkan diri untuk menendang ban belakang motor Ksatrio. Membuat Ksatrio berseru kaget karena motornya nyaris oleng. "Heh!"
Tanpa memedulikan seruan Ksatrio, Anin justru langsung memanjat naik ke boncengan Ksatrio dan duduk seolah tidak memiliki dosa setelah memakai helmnya.
Ksatrio menutup kaca helmnya begitu ia sudah memastikan Anin duduk dengan benar di belakangnya. Ketika melewati pintu gerbang semua masih biasa-biasa saja, bahkan ketika melintasi area perumahan di sekitar sekolahan mereka. Begitu memasuki jalan raya, Ksatrio baru melakukan pembalasannya untuk 'tuan putri'.
"RIO!" jerit Anin ketika dengan sangat tiba-tiba Ksatrio menarik gas sehingga motor yang dikendarai mereka melaju begitu cepat. Anin sampai mencengkram jaket yang dikenakan Ksatrio saking kagetnya. "Gila ya lo? Pelanin!" teriak Anin berusaha mengalahkan desingan angin yang menampar wajahnya.
Ksatrio tersenyum miring dibalik helm full facenya. Niat awal Ksatrio memang untuk memberi Anin sedikit 'teguran' atas sikapnya di sekolah tadi. Tetapi ketika Anin betul-betul berpegangan padanya dengan nada ketakutan, tujuan Ksatrio bukan lagi soal teguran agar membuat Anin kapok, Ksatrio justru ingin Anin bisa terus berpegangan padanya, berlindung. Apasih, Yo! Ksatrio pun mengembalikan kecepatan ke normal, sebelum pikirannya semakin tidak keruan.
Ketika Ksatrio sudah akan membelokkan motornya di gerbang perumahan mereka, Anin yang sejak dibawa ngebut Ksatrio tadi diam langsung berseru keras. "Yo, jangan!"
Ksatrio yang kaget pun langsung menepikan motornya. "Apaan sih, kok jangan? Ini kan mau pulang." Ksatrio sedikit memutar tubuhnya ke belakang. Anin tiba-tiba kembali diam membuat Ksatrio semakin tidak mengerti. Tetapi satu yang pasti, ada sesuatu pada Anin. "Kenapa?" tanyanya mencoba mengerti.
Anin masih menunduk, menyembunyikan wajahnya yang juga sudah tertutup kaca helm. "Nggak mau pulang dulu."
Ksatrio mengernyit. "Hah? Nggak mau pulang, terus kemana?"
"Kemana aja yang penting nggak pulang!"
"Gila kali ya, lo? Nanti kalau gue dilaporin bokap lo gara-gara bawa lo pergi gimana?" Ksatrio bergidik ngeri membayangkan ekspresi ayah Anin yang posesif itu. "Nggak deh, lo kalau mau kabur sama Satria aja sana jangan sama gue."
"Please! Ayah nggak ada di rumah kok, nanti gue telpon bunda. Lagian siapa juga yang mau kabur sih? Gue Cuma belum mau pulang!"
Ksatrio mendengus. Sepertinya Anin memang sudah terlahir dengan sifat suka memerintah. Tipe anak manja yang segala keinginannya harus selalu dituruti. "Yaudah, tapi mau ke mana?" Akhirnya Ksatrio pun mencoba mengalah dan menuruti kemauan Anin.
"Terserah!" Jawab Anin ketus.
Ksatrio tampak berpikir. Mengingat-ingat tempat apa sebaiknya ia membawa gadis yang sedang bete. "Salon?"
"Nggak ah! Gue baru ke salon hari Minggu dan jadwal gue ke salon tuh dua minggu sekali!"
Ksatrio menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba gatal. Ya mana dia tau jadwal nyalonnya Anin. Jadwal nyalon ibunya sendiri pun Ksatrio belum tentu hafal. "Mau makan? Mcd mau?"
"Nggak. Lagi nggak pingin."
Dengusan pertama. Sabar, Yo... "Yaudah terus mau apa? Mau ke mana?"
"Terserah! Udah sih jalan aja dulu!"
Ya Tuhan, rasanya Ksatrio pingin banget banting motor saking keselnya. Untungnya Ksatrio sayang banget sama motornya. Atau Ksatrio lebih sayang sama gadis yang duduk diboncengannya? Tuh kan, ngaco banget pikiran lo, Yo! Jangan baper woy, ini ceweknya kembaran lo!