Dengan percaya diri Delvin sedang berusaha mengungkapkan betapa ia sangat menyayangi serta menghargai keberadaan sang adik. Tidak lupa gerakan manis ia lakukan untuk meningkatkan kebahagiaan di hati gadis kecil itu. Dan untungnya seperti yang Delvin kehendaki tampaknya Saki menerima semua itu dengan lapang d**a. Ia menerima cinta kakaknya dengan sempurna. Cinta sepasang saudara itu adalah cinta terbalas antara satu sama lain.
.......
Kedua pelayan pribadi anak laki-laki itu nyaris saja kena serangan jantung. Saat melihat kamar tidur pribadi Tuan Muda Delvin kosong di pagi hari. Kamar yang seharusnya tertutup. Karena guru yang mengajar hari itu berkata bahwa Sang Tuan Muda sedang mengerjakan sebuah proyek penting. Kosong melompong tak ada orangnya sama sekali.
Ke mana anak itu? Apa yang sudah terjadi padanya? Sampai sesuatu benar-benar telah terjadi... nasib mereka berdua tampaknya akan lebih buruk dari sekedar potong gaji.
"Kita harus memberitahu soal hal ini kepada pelayan lain," putus Lang, "Kita harus menemukan Tuan Muda sebelum profesor yang mengajar dia hari hari ini tiba."
"Jangan gila, Lang!" protes Noko, "Dari luar kita para babu ini emang kelihatan adem ayem aja. Tapi, aslinya kita ini kan sudah saling tusuk hanya untuk mendapatkan posisi ini. Bisa mati berdiri aku sampai diturunin jadi pembersih kandang kuda," alasannya menolak pemikiran sang teman.
Lang menjawab, "Terus kamu maunya seperti apa? Gimana?! Bentar lagi kita harus siapkan sarapannya. Aku bakal mati berdiri beneran sampai harus nyari dia ke sepenjuru rumah ini sebelum waktu sarapannya tiba."
"Aku punya sebuah ide, Lang. Coba kamu lakukan apa saja untuk menarik perhatian para petugas ruang kamera pengawas. Aku akan coba meriksa seluruh rekaman kamera pengawas di rumah ini sejak Tuan Muda Delvin keluar dari ruang belajar," saran Noko.
Lang meragu. "Hmm... Kira-kira kamu akan butuh waktu berapa lama?" tanyanya.
Noko menghamparkan telapak tangannya di depan wajah Lang. "Lima belas menit. Kamu cukup menahan mereka selama itu. Oke?"
"Sebenarnya aku gak begitu percaya sama kamu. Tapi, tampaknya kita memang tidak punya pilihan lain," jawab Lang bertampang pesimis.
+++++++
Butler alias kepala pelayan mansion keluarga Aristide Alterio Senna terperanjat tak karuan saat menyadari pintu gudang yang terbuka. Ia lebih terkejut lagi saat melihat apa yang ada di dalamnya.
Delvin dan Saki yang tidur berpelukan di lantai gudang yang dingin juga berdebu.
"Padahal langitnya cerah. Tapi, sepertinya akan turun badai di rumah ini," komentarnya "ringan" sambil memangkukan dahi di telapak tangan.
+++++++
Delvin tengah merasa sangat bahagia. Terlepas dari hal buruk apa pun yang akan ia hadapi setelah ini. Mungkin seburuk wajahnya Noko dan Lang, khi khi khi, cengirnya. Noko dan Lang sedang memakaikan pakaian ke tubuhnya. Wajah mereka seperti habis diserang badai katrina. Sangat kacau.
Ia bisa menghabiskan sepanjang malam memeluk adiknya! Memimpikan hal ini pun ia belum pernah. Tak heran kebahagiaannya meluap-luap melebihi air yang mendidih di panci.
Badai kenyataan kembali mengingatkannya: tak ada yang harus ditertawakan kecuali prestasi. Ini memang membahagiakan untuknya bisa bermalam mesra dengan adik tercinta. Bagaimana dengannya? Apa Delvin adalah kakaknya yang tercinta? Apakah ia menyukai malam yang mereka habiskan bersama? Yang terpenting, apa yang akan terjadi setelah ini? Itu benar-benar meresahkan.
Jika kelamaan seperti ini rasanya aku bisa kena bipolar, batin Delvin saat Lang usai memakaikannya sepatu Gucci Lace-up Shoe. Sepatu yang cocok dengan setelan John Galliano berwarna hitam yang ia kenakan. Ia tak tau kenapa harus berpakaian seformal ini di pagi hari. Seperti ingin menghadiri pemakaman atau rapat penting saja.
"Apa yang mereka rencanakan?" tanyanya pelan.
Noko memberikan telapak tangannya pada Delvin yang duduk di kasur. "Ayo, Tuan Muda."
Delvin tak menjawab. Malah menyilangkan kaki dan memangkukan dagunya di lutut. "Kalau saya nggak mau gimana?" tanyanya datar.
Noko dan Lang saling melihat.
Delvin berwajah lebih santai. Menyangga tubuhnya dengan kedua tangan di belakang punggung. "Yang suruh kalian orang tua saya, 'kan? Saya ingin tanya bagaimana respon kalian kalau saya menolak keinginan mereka."
Lang mengerutkan wajahnya dan membungkuk di depan Delvin. "Kami ini tidak seperti Tuan Muda. Tolong beri pertanyaan yang mungkin kami jawab saja!" pohonnya. Noko ikut membungkuk di samping Lang.
Delvin memiringkan kepalanya dengan wajah tak acuh. "Seharusnya aku memang nggak bertanya sama dua pelayan yang malah bakar petasan dekat ruang CCTV saat majikannya hilang."
+++++++
Walau wajah keduanya tidak begitu mirip. Delvin dan Saki memiliki persamaan yang cukup ketara apabila bagian bawah wajah mereka ditutup: mata dan alis. Keduanya memiliki mata yang besar meski tidak sampai belo'. Alis yang lebar, tidak terlalu panjang, dan bagian atasnya runcing seperti sebuah puncak gunung. Delvin sangat menyukai fakta itu. Sekalipun kedua orangtuanya memblokade seluruh kemungkinan untuk menunjukkannya.
Delvin duduk di ruang kerja Ayahnya. Dengan Noko dan Lang yang berdiri di belakangnya. Mungkin ketar-ketir menantikan nasib apa yang akan mereka hadapi setelah ini.
Melihat foto kedua orang tuanya di rak buku. Delvin teringat saat Saki baru lahir. Keduanya sangat terkejut melihat Saki sampai bertanya-tanya, "Ini beneran anak kita?" kenang Delvin. Rio dan Danas langsung sibuk membanding-bandingkan dirinya dengan adiknya. "Padahal kakaknya mirip aku. Kenapa adiknya gak mirip ibunya, sih?" sesal Rio saat itu. Keduanya berharap wajah Saki yang memiliki hidung sangat mungil nyaris rata itu hanya bertahan saat bayi. Dan akan tumbuh saat dewasa.
Delvin mengingat semua hal itu dengan baik.
Ia tengok kedua pelayan pribadinya yang berwajah tegang. Bertanya, "Lang, Noko, kalau diubah jadi hewan. Kalian mau jadi hewan apa?"
"Saya mau jadi panda," jawab Noko.
"Apa yang jadi alasannya?" tanya Delvin.
"Mereka dilindungi sama pemerintah China. Kerja makan tidur mati. Sangat impian..." jawab Noko.
Delvin mendesahkan nafasnya pelan. Yaahh, tidak perlu heran mengingat berapa IQ-nya. "Kalau Lang?"
"Saya mau jadi plankton. Mereka menghasilkan oksigen untuk makhluk hidup di bumi. Itu sangat luar biasa," jawab Lang.
Heehh, sama aja ternyata. Yah, tapi yang ini jawabannya memang terdengar pinteran dikit, sih, batin Delvin.
"Kalau Tuan Muda sendiri mau jadi hewan apa?" tanya Noko.
Delvin sejenak berpikir. "Mm, mungkin kucing."
"Apa alasannya, Tuan Muda Delvin?" tanya Lang.
"Bodoh!" hardik Noko. "Alasannya pasti yang intelek. Karena kucing adalah hewan kesayangan Rasulullah. Karena kucing itu hewan yang bersih. Karena kucing itu hewan padat sekaligus cair. Karena kucing itu memiliki penglihatan, pendengaran, dan penciuman yang luar biasa . . . "
Lang melihat Noko dengan tatapan aneh. "Aku mau dengar jawaban Tuan Muda. Bukan jawabanmu."
"Oke, baiklah. Kenapa, Tuan Muda?" tanya Noko.
Delvin memandang serius. "Aku pengen tau bagaimana rasanya pantat."
GDUBRAAK!
Lang dan Noko langsung salah tingkah. Mereka sangat sering merasa kebingungan disaat harus menyikapi segala kelakuan sang tuan muda. Di satu sisi: ia adalah seorang Senna sempurna yang tidak hanya jenius, tapi juga memiliki visual yang tanpa cacat seperti ibundanya. Di sisi lain juga ia tak jarang bersikap layaknya anak kecil biasa yang sayangnya . . . gagal. Apa mereka harus tertawa? Diam saja? Berdehem? Membenarkan? Atau malah . . . menasihati? Hah??! Memang siapa mereka sampai merasa punya hak untuk menasihati seorang Delvin Pranadipa Senna??! Siapa??!
Lang memberanikan diri merespon, "Ku, Kucing kan merasakan makanan dari aromanya, Tuan Muda. Jadi, walau Tuan Muda jadi kucing sekalipun... kecil kemungkinan Tuan Muda bisa merasakan bagaimana rasa selangkangan."
Delvin menepuk kedua telapak tangan dengan wajah berbinar. "Benar juga, ya. Jenius kamu. Hee hee hee."
Lang menjawab, "O ho ho ho ho ho ho ho, iya, dong. c*m laude lulusan fakultas ilmu sosial dan ilmu politik FISIP UT gituh." Salah tingkah.
"Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, ya. Kedengarannya keren. Lalu, kenapa kamu sekarang malah jadi pelayanku?" tanya anak itu.
"Setelah sadar bahwa politik itu penuh tipu daya dan gaji di sini lebih besar, Tuan Muda Delvin," jawab Lang jujur (terlalu polos).
Delvin tertawa, "Ha ha ha ha ha ha ha. Iya juga, iya juga, ya. Sepertinya kamu benar-benar sepintar yang kamu demonstrasikan," "puji" anak laki-laki itu.
Lang tertawa saja untuk menyikapinya, "Ha ha ha ha ha ha ha."
Noko malah berkata dalam hati, mungkin lebih baik kalau aku harus segera mengundurkan diri saja dari sini.
+++++++
Données Personnelles
(Alias data diri)
Alnoco Gajah Mada aka Noko
T. T. L. : Jogjakarta, 19 Maret
Usia: Dua puluh lima tahun
Golongan Darah: O
Jabatan: Pelayan pribadi Delvin
Pendidikan: S1 Pendidikan Kimia UT (Universitas Ternama)
Yang paling disuka: Rebahan
Yang paling dibenci: Mengerjakan kewajiban
Catatan: Berasal dari tiga generasi keluarga pendidik yang semuanya lulusan Universitas Ternama di Jogjakarta