Badai Mereka (1) B

1311 Words
Mungkin kedua orang dewasa itu harus tau dulu manusia macam apa yang sudah mereka lahirkan dan besarkan, pikir Delvin percaya diri. Ia memang sangat yakin pada kemampuan dirinya sendiri. Tak ada hal lain yang ia percaya melebihi dirinya sendiri di atas dunia ini. Sebenarnya. ....... Selanjutnya Lang dan Delvin mengobrol tentang sesuatu yang tak bisa dicapai oleh IQ-nya yang tak "seberapa" itu. Bahkan jelas sekali kalau Noko mendengar Lang menceritakan hal-hal yang berbau e****s dan c***l pada anak di bawah umur itu. Dan entah bagaimana... seperti anak laki-laki di bawah umur yang "polos" pada umumnya. Delvin hanya mengangguk-anggukkan kepala dengan wajah semangat. Meminta Lang menceritakan hal lainnya lebih dalam. Noko ingin menghentikan. Tapi, ia tidak tega melihat wajah ceria dan polos itu hilang dari wajah Delvin. Akhirnya ia merasa cukup dengan berdoa, dosa ditanggung pemirsa. Pintu ruang kerja Rio terbuka. Rio dan istrinya muncul dengan pakaian sehari-hari mereka yang biasa: Danas dengan gaun sederhana. Rio dengan celana dan kaus. Delvin jadi merasa salah kostum. "Delvin, kenapa pagi ini Ayah dengar kamu merusak kunci gudang tempat Saki dikurung. Lalu, tidur bersamanya sepanjang malam?" tanya Rio tenang. Danas melotot ke Noko dan Lang. "Noko, Lang, bagaimana keadaan Delvin setelah kalian biarkan tidur di lantai semalaman?" tanyanya tajam. "Suhu tubuhnya normal. Tuan Muda Delvin juga juga tidak mengeluhkan apa pun pada kondisi fisiknya. Saya yakin Tuan Muda baik-baik saja," jawab Lang percaya diri. "Kita lihat nanti," jawab Danas berintonasi dingin. Ganti Delvin yang menjawab ucapan Ayahnya, "Karena aku memang melakukan itu, Yah. Ayah dan Ibu seharusnya tidak perlu terkejut karena inilah yang memang aku inginkan sejak lama." Danas menghembuskan nafasnya berat, haaargh. "Lihatlah anak kita, Sayang. Baru semalam dia dekat dengan Saki. Sudah berani bersikap sekurang ajar ini pada kita." Aahh, pikiran seperti inilah yang paling Delvin benci dari kedua orang tuanya. "Bukan seperti itu, Ibu. Tapi, memang seperti inilah diriku yang sebenarnya. Sejak dulu juga seperti ini. Tapi, kapan coba kalian pernah belajar untuk peduli dan memahami?" tanyanya. Danas dan Rio sangat terperangah sampai membelalakkan kedua mata. Kala mendengar putra mereka yang jenius dan dewasa bicara seperti "anak i***t" tidak berpendidikan seperti itu. "Ada apa dengan sikap kamu, Delvin??!!!" pekik Danas. Langsung ia picingi kedua pelayan pribadi putra sulungnya yang "tidak" bertanggung jawab. "Ini semua gara-gara kalian yang tidak becus dalam menjaga Delvin." "Bu, Ibu, ini semua bukan salah mereka," potong Delvin. "Bisa gak sih Ayah dan Ibu gak menyalahkan orang lain terus karena kesalahan yang aku lakukan? Dan lagi aku gak merasa tindakanku ini salah, ya. Yang salah itu Ayah dan Ibu! Selama ini tuh sebenarnya yang salah itu kalian. Tapi, kalian selalu berusaha untuk menutup mata dari kenyataan. Dari realita yang ada. Tak peduli bagaimana semua itu nyatanya sudah terpampang jelas di depan mata," ucapnya seraya meninggikan oktaf suara. "Di mana... salahnya?" tanya Rio "tenang". "Hal yang sudah begitu jelas seperti itu masih juga ditanyakan?" tanya Delvin balik. Ia melanjutkan, "Ayah dan Ibu sangaaatt mengkhawatirkan tubuhku yang baru juga satu malam tidur di tempat seperti itu. Tapi, kalian bersikap acuh tak acuh dengan membiarkan Saki adikku berada di dalam sana selama berhari-hari. Ini memang aku yang gila atau... Aaaargh, aku tidak paham pada kalian!!!" Delvin merunduk dan mencengkram kepalanya dengan kedua telapak tangan. "Mungkin Ibu harus mengatakan soal itu sekarang. Karena sikap Delvin sudah kelewatan," ucap Danas "tenang". Rio mengangkat kedua pundaknya. Menyenderkan punggung ke senderan kursi. Pertanda setuju pada apa pun yang ingin dilakukan oleh sang istri. "Kamu adalah anak tunggal kami, Delvin. Saki adalah adik angkatmu yang merupakan anak teman kami," ungkap Danas dengan ekspresi sedih. Ia hapus setitik air mata yang terbit di pelupuk matanya. "HWA HA HA HA HA HA HA HA HA!!!!!!!!!" tawa anak kecil laki-laki itu sudah seperti orang "gila". Danas menatap suaminya akan respon yang sama sekali tidak terduga ini. Begitu juga dengan Rio yang kelihatan tidak lebih mengerti ketimbang sang istri. Kedua orang tua anak itu sendiri bahkan tidak tau "persona" macam apa yang sedang mereka hadapi kini. Ini terlalu menggelikan, batin Delvin. Menghapus setitik air asin yang terbit di pelupuk mata. Danas dan Rio jadi semakin terbelalak dan saling melihat. Sang kepala keluarga akhirnya "memberanikan diri" untuk bertanya, "Apa maksud kamu dengan tertawa mengerikan seperti itu di hadapan kedua orang tuamu?" "Ayah, Ibu, aku itu sudah mengenali adikku sejak dia masih berwujud fetus. Bisa-bisanya Ayah dan Ibu berusaha menipuku," jawab Delvin. Masih menahan geli di perutnya. "Ayah dan Ibu dulu percaya bahwa bayi laki-laki dan perempuan yang terlahir seperti kami harus dipisahkan sejak kecil. Karena Ayah dan Ibu tidak puas dengan pertumbuhan Saki. Ayah dan Ibu pun berusaha untuk menjauhkan ia dariku. Bahkan sengaja memudakan usia Saki satu tahun. Dan memalsukan tanggal lahirnya yang sebenarnya." Lang dan Noko sendiri tak bisa menyembunyikan perasaan terkejtu mereka. Bagaimana mungkin hal seperti itu bisa terjadi di... Ahh, memikirkannya saja bisa membuat kepala jadi terasa sakit. "Padahal Ayah dan Ibu yang paling mengakui kemampuanku. Tapi, Ayah dan Ibu juga yang paling merendahkan aku. Ayah dan Ibu tidak pernah berusaha mengenalku," teriak Delvin diiringi isak tangis. "Delvin! Ini semua tidak seperti itu!" balas Danas berusaha menjelaskan. Dengan raut emosional yang sama. "Sama seperti alasan Ayah dan Ibu membuat aku mengenakan pakaian formal ini. Aku tidak pernah mengerti pada alasan Ayah dan Ibu membuat hidup kami jadi begitu menyedihkan," ucap Delvin. Menghentikan tetesan air matanya. "Sekarang apa yang kamu inginkan, Delvin?" tanya Rio tenang. Delvin mengacungkan satu jarinya. "Perlakukan Saki sebagaimana Ayah dan Ibu memperlakukan aku." Delvin mengacungkan dua jarinya. "Biarkan aku melakukan apa pun yang aku mau. Sebagai diriku sendiri." Delvin menurunkan tangan kanannya. "Yang terakhir, Ayah dan Ibu akan kehilangan diriku yang sekarang kalau tidak memenuhinya." Danas dan Rio begitu kalut sampai merasa nafasnya seperti tengah tercekat. Danas tak bisa menyembunyikan kekalutan itu. Sementara sang suami jauh lebih berpengalaman dalam "memainkan" ekspresi. Bagaimana bisa seorang anak jenius yang dipercaya sebagai reinkarnasi Wisastro Senna yang jadi idola sekaligus role model seluruh klan Senna ini... mengatakan hal yang seperti itu? Mungkin kalian yang berada di masyarakat normal boleh menyebut itu sebagai kebebasan menyampaikan pendapat. Tapi, hal semacam itu tidak pernah ada di klan Senna! Yang ada di klan Senna hanyalah kepatuhan akan tradisi yang sudah ada selama beberapa keturunan. Sisanya ya sopan santun, etika, norma. Itu semua diatur dengan ketat. Delvin adalah pangeran emas yang dikurung dalam sangkar berlian sejak lahir. Dari mana asal keberanian dan kebebasan semacam itu? Noko melirik ke arah Lang yang menggigil ketakutan. Jangan-jangan yang barusan pancingan dari Tuan Muda agar membuat Lang mengatakan semua itu. Wahh, anak ini memang luar biasa. Dia bisa membuat kunci menuju dunia luar dalam waktu cepat dari tangan penjaga pintunya sendiri, batin No ko "takjub". Bagaimanapun juga Delvin memang bukanlah anak biasa. Delvin mendirikan tubuhnya. Membungkukkan tubuh sedikit. "Saya rasa itu saja. Saya ingin undur diri dulu, Ayah, Ibu." Delvin pergi keluar dari ruangan Rio diiringi dua pelayan pribadinya. Delvin memprediksi bahwa ayahnya akan menyalahkan ibunya karena dianggap tak bisa mendidik anak. Ibunya akan menyalahkan ayahnya balik karena dianggap tak bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. Tugas ayah bukan hanya mencari uang. Ayahnya akan membalik ucapan ibunya karena ia merasa sudah memberikan ibunya segalanya. Ia tak perlu bersih-bersih rumah. Tak perlu cari uang. Tak perlu sibuk mengantar jemput anak ke sekolah atau yang semacamnya. Paling hanya sesekali memasakkan makanan favorit suaminya. Dan... begitu terus. Mungkin kedua orang tua itu harus tau dulu anak semacam apa yang sudah mereka lahirkan dan besarkan. Sebenarnya. "Jangan bermain-main dengan aku, orang dewasa," ucap Delvin dalam perjalanan kembali ke ruangannya sendiri. Noko dan Lang yang berjalan di belakangnya hanya bisa terdiam. Glekh. Anak di hadapan mereka benar-benar "luar biasa". Dalam arti yang sesungguhnya. Données Personnelles (Alias data diri) Elang Raiha Ayumi aka Lang TTL: Banjarmasin, 30 April Usia: 25 tahun Golongan Darah: O Jabatan: Pelayan pribadi Delvin Pendidikan: S1 FISIP UT (Universitas Ternama) Favorit: Uang Yang Dibenci: Tidak punya uang Catatan: Tidak punya minat sama sekali akan jurusannya, yang penting kuliah di kampus keren
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD