“Sayang, kita makan disini saja.” Mrs.Griffin menarik tangan Xandria menuju salah satu restoran yang ada di pusat perbelanjaan tersebut.
Baru saja sampai di pintu masuk restoran, Xandria dikejutkan oleh sosok yang ia kenal. Kepalanya tiba-tiba serasa dipukul oleh benda keras. Sosok yang ia kenal itu adalah Justin Bill yang berstatus pacarnya. Dan wanita yang duduk di hadapannya adalah Belova yang tidak lain adalah mantan kekasih yang pernah diceritakan Justin padanya. Mereka berdua sedang asyik ngobrol dan tertawa bersama. Entah apa yang sedang mereka bicarakan, membuat d**a Xandria yang melihatnya sesak dan susah bernafas.
Mrs.Griffin yang melihat Xandria tiba-tiba mematung dengan penasaran bertanya, “Xandria kamu kenapa? Kenapa tidak masuk?”
“Mom, kita tidak usah makan disini. Tiba-tiba aku ingin makan dirumah saja. Makan di rumah lebih sehat untuk tubuh dan perasaan.” Xandria menjawab dengan mata yang masih focus pada sepasang pria dan wanita itu.
“Tapi….” Mrs.Griffin yang belum selesai berbicara langsung ditarik oleh Xandria keluar restoran.
Tanpa sengaja Justin menoleh ke arah pintu restoran. Ia sangat terkejut melihat Xandria yang baru saja keluar dari restoran tersebut. Ia berdiri dan berusaha mengejar Xandria keluar. Saat sampai di pintu restoran Justin melihat kesekitar, wanita itu sudah menghilang. Belova tiba-tiba muncul di belakangnya, “Kamu mencari siapa Justin?”
“Bukan siapa-siapa. Mari kita lanjutkan makannya.” Justin membalikkan badan dan merangkul Belova menuju meja yang mereka tempati tadi. Ia merasa sangat bersalah pada Xandria. Saat duduk bersama Belova menyantap makan siang, Xandria selalu ada dipikrannya.
Flasback On…
Aku merasa sangat bahagia bisa bertemu dengan cintaku lagi. Sudah dua tahun kami berpisah, tapi aku merasa aku masih sangat mencintainya. Terlalu banyak kenanganku bersamanya di masa lalu. Hingga suatu saat kami berpisah karena terhalang restu orang tua Belova, hatiku benar-benar terasa hancur. Orang tuanya menentang hubungan kami karena aku belum seperti sekarang. Aku yang baru saja lulus dari perguruan tinggi dan belum bekerja diperusahaan orang tuaku. Masih menjadi seorang pria pengangguran yang ugal-ugalan.
Saat hatiku hancur berkeping-keping, Xandria hadir dalam hidupku. Awalnya kami bertemu di tepi pantai dan berkenalan. Setelah perkenalan yang aneh itu, kami berteman baik. Ia selalu menemaniku dan selalu hadir disaat aku butuhkan. Ia adalah seorang gadis yang baik dan periang. Meski tubuhnya jauh dari kata langsing, tapi ia cukup manis dan menggemaskan. Selalu bisa membuatku tersenyum dan tertawa. Benar-benar gadis yang menarik.
Hari-hariku yang awalnya suram setelah ditinggal Belova, terasa mulai berwarna karena kehadiran Xandria. Kami sering jalan dan makan bersama, bahkan hampir setiap hari. Kami saling bercerita dan berkeluh kesah. Aku menceritakan segala kesedihanku padanya, hingga kisah cintaku yang menyedihkan dengan Belova. Ia selalu mendengarkan segala ceritaku dengan baik. Memberikan berbagai masukan membuat hatiku sangat tenang saat bersamanya. Hingga suatu hari ia mengungkapkan perasaanya kepadaku, membuat perasaanku berubah tak menentu secara drastis.
Sore itu aku dan Xandria berjalan-jalan di tepi pantai berniat untuk melihat sunset bersama. “Justin…apakah kita bisa selalu bersama seperti sekarang ini?” Xandria menatapku dengan senyuman.
Aku tiba-tiba berhenti mendengar pertanyaannya, “Maksudmu?”
“Ma…mak…maksudku…” Xandria menjawab dengan terbata-bata. “Apakah aku boleh menyukaimu seperti wanita menyukai seorang pria?”
Aku tertawa terkekeh mendengar pernyataan Xandria.
“Kenapa kamu tertawa? Apa ada yang lucu?”. Ia memajukan bibir kecilnya berbicara dengan kesal seperti anak kecil yang sedang merajuk, begitu menggemaskan. Aku kembali terkekeh melihat tingkah lakunya tanpa menjawab. Wajah dan pipinya yang chubby berubah merah merona, sangat menggemaskan. Aku tahu ia sedang menahan malu, butuh banyak keberanian yang ia kumpulkan untuk mengungkapkan perasaanya terhadapku.
Kami melanjutkan jalan-jalan kami di tepi pantai tanpa berbicara sepatah katapun, benar-benar keadaan yang sangat canggung dari biasanya. Angin laut bertiup dengan lembut dan matahari pun tenggelam memancarkan cahaya berwarna jingga di langit yang indah. Sambil menatap matahari yang berangsur tenggelam, Xandria kembali mengajukan pertanyaan setelah diam untuk waktu begitu lama. “Justin…bagaimana? Apa aku boleh menyukaimu dan berpacaran denganmu?”
Lagi-lagi aku terdiam mendengar pertanyaan Xandria, sedangkan ia masih menatapku dengan penuh harapan. Beberapa menit kemudian aku mejawab, “Baiklah” sambil tersenyum dan mengacak-acak rambutnya. Sontak ia langsung memelukku erat penuh bahagia.
Tapi saat itu aku merasa sangat aneh. Tidak bahagia sedikitpun, juga tidak bersedih. Sebuah perasaan yang sulit dijelaskan. Aku pun merasa aneh dan bingung dengan perasaan yang aku rasakan. Yang pastinya ada rasa begitu bersalah pada Xandria.
“Maafkan aku Xandria. Aku terpaksa menerimamu hanya karena tidak ingin kamu beersedih. Aku menyayangimu, tapi bukan seperti pria dewasa yang menyayangi wanita pujaanya. Mungkin hanya sayang seorang kakak kepada adiknya. Tapi aku tidak tahu pasti bagaimana perasaanku terhadapmu. Aku benar-benar tidak mengerti. Mungkin aku masih mencintai ia yang telah pergi meninggalkanku. Tapi aku juga tidak ingin kau pergi meninggalkanku.” Ucapku dalam hati sedangkan tubuhku hanya mematung saat ia peluk, tidak membalas pelukannya.
Saat hariku mulai berwarna karena Xandria, ia kembali ke dalam kehidupanku. Belova telah kambali. Ia pulang ke kota Nice bertepatan dengan hari ulang tahunku. Mengetahui hal itu, hatiku mulai gundah. Rasa yang dulu pernah ada kembali menghampiriku. Janjiku pada Xandria aku batalkan secara tiba-tiba setelah membiarkannya menungguku terlalu lama di tempat biasa kami bertemu. Aku tahu telah menyakiti perasaannya. Tapi perasaanku mengatakan bahwa aku masih mencintai Belova, dan memutuskan untuk menjemputnya ke bandara sore harinya.
Flashback Off…
“Justin apa kau baik-baik saja? Apa makanannya tidak enak?” Justin kembali tersadar dari lamunannya dan kembali focus pada wanita di hadapannya setelah Belova menanyakan keadaannya.
“Enak…makanannya sangat enak.” Justin berusaha mengulas senyum di bibir sambil menggerakan sendok dan garpu yang ada di tangannya. Hatinya tiba-tiba merasa ada sesuatu yang hilang.
****
Di perjalanan pulang menuju Mansion milik keluarga Griffin, Xandria hanya diam duduk di kursi penumpang melihat keluar jendela. Sedangkan Mrs.Griffin duduk di sampingnya sibuk dengan handphone miliknya. Pikiran Xandria penuh dengan pertanyaan setelah melihat kejadian di restoran tadi.
Apa Justin telah kembali lagi dengan Belova? Kalo tidak mencintaiku, kenapa ia menerima cintaku waktu itu? Sekarang ia malah menjauhiku. Bahkan beberapa hari tanpa kabar, aku malah melihatnya bersama mantan kekasihnya. Apa aku tidak berarti bagimu Justin? Kalau kau kembali padanya, bagaimana denganku? Dan air matapun berhasil lolos jatuh mengalir di pipi Xandria.
Beberapa menit kemudian Xandria dan Mrs.Griffin sampai di Mansion nya. Xandria langsung memasuki kamar dan menguncinya dari dalam.
Di sisi lain, Justin yang sedang berada di kantor tidak dapat bekerja dengan baik. Ia masih teringat kejadian saat makan siang tadi. Ia merasa bersalah telah melukai perasaan Xandria lagi. Meski tidak mencintainya, tapi sekarang status Xandria adalah pacarnya. Sebelum berstatus pacarpun, Xandria adalah teman baiknya.
“Xandria, mari bertemu besok jam 1 siang di tempat biasa”
-Justin Bill-
Xandria yang sedang rebahan di sofa kamar tidak memperhatikan handphone-nya bergetar pertanda pesan masuk. Ia masih larut dalam kesedihannya. Matanya pun merah dan bengkak karena menangis, hingga akhirnya ia tertidur di sofa.
Sedangkan Justin yang masih berada di kantornya menunggu balasan pesan dari Xandria. Ia berulang kali melihat ke layar handphone, tapi tak satupun pesan masuk dari Xandria. Dalam hatinya bergumam, "Apakah dia marah?”
Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar dari luar ruangan. Sebelum Justin mempersilahkan masuk, pintu telah dibuka. Seorang wanita cantik dengan tubuh proporsional bak model catwalk memasuki ruangan. Ia mengenakan kemeja dan rok pendek berwarna cream dengan stiletto coklat muda setinggi 9cm, memperlihatkan kakinya yang jenjang. Kulitnya yang putih, make up tipis dan lipstick merah menyala membuat ia tampil sangat menawan.
“Apa hari ini kamu sangat sibuk? Bagaimana kalau kita malam ini makan di luar?” wanita itu berjalan mendekati Justin dan langsung melingkarkan tangannya ke lengan Justin dengan manja.
“Maaf Belova, malam ini aku tidak bisa menemanimu makan di luar.”
“Ayolah Justin…sejak kapan kau bisa menolakku?”. Justin yang tidak bisa menolak hanya bisa pasrah menerima ajakan Belova, “Baiklah”. Ia mengambil jasnya yang bersender di kursi kerjanya sambil berjalan keluar ruangan.