Jam istirahat pun telah selesai. Andini Putri beserta semua teman-temannya kembali bekerja di bagian masing-masing. Di sela-sela kesibukannya, Andini Putri menyelinap ke lantai atas guna menemui kekasihnya.
Susah payah berada di sana, rupanya Darwin Alamsyah tengah bercanda dengan sekretarisnya pemilik nama Renata Azmi. Wanita yang selalu mendampingi Darwin Alamsyah sejak beberapa bulan lalu. Banyak yang bilang Renata baru pulang dari sekolahnya di luar negeri.
Itulah sebabnya datang ke perusahaan Darwin Alamsyah ingin belajar bekerja pada Darwin. Dengar-dengar hubungan kakek Darwin dan keluarganya Renata juga sangat baik. Renata adalah seorang gadis yang cantik bak model yang usianya 23 tahun. Lebih tua tiga tahun di atas Andini Putri.
Sikapnya pun juga sangat dewasa, anggun plus banyak memikat kaum pria. Khususnya Darwin itu sendiri menurut Andini Putri. Dengan Renata Darwin begitu lembut nan manis. Soal cemburu tentu saja sudah Andini Putri utarakan, hanya saja Darwin tak peduli. Entah kekasih yang seperti apa Darwin ini.
Melihat Andini tiba, seketika Renata tersenyum. "Hei, Andini. Masuklah!" ucapnya mempersilahkan Andini masuk ke ruangan Darwin.
"Bukankah ini jam kerja? Kenapa kau datang ke sini, Andini? Apa kau pikir ini tempat untuk bermain-main?" Darwin yang tadinya tersenyum pada Renata, berubah dingin saat menatap Andini Putri.
"Aku ... " Andini bersuara ragu-ragu.
"Rena, Kau kerjakan tugasmu dulu. Setelahnya baru pergi bersama," ucap Darwin membuat luka tersendiri di hati Andini. Merasa kenapa dengan dirinya Darwin bersikap ketus sementara dengan Renata tidak? Begitu lembut seolah takut gadis itu akan sedih jika dirinya (Darwin) kasar sedikit saja.
Selain itu juga Darwin memang biasa bersikap dingin pada Andini juga pada semua wanita kebanyakan. Hanya pada beberapa wanita penting saja sikapnya biasa meskipun masih menampakkan aura menyeramkan.
Namun, sikap seperti itu bukannya membuat mereka semua para wanita menjauh justru semakin suka. Ganas lamun membikin penasaran. Geregetan ingin menjatuhkan diri dalam pelukan Darwin Alamsyah.
Hanya dengan Renata Azmi dan Anggun Sandi saja sikap Darwin Alamsyah benar-benar berbeda. Lembut dan tidak dingin seperti ini.
Kadang Andini merasa sebenarnya dirinya atau mereka kekasih Darwin yang sebenarnya? Iri meski dirinya sendiri berstatus kekasih.
Ingin memprotes juga percuma. Andini merasa dirinya sangat tidak pantas. Andini paham di mana posisinya. Selain wajahnya yang tidak cantik. Andini sadar diri bahwa jauh kastanya di bawah Darwin Alamsyah secara langsung.
Bahasa kasarnya Andini miskin sementara Darwin Alamsyah dan Renata Azmi sama-sama orang berada. Susah memang jika jadi Andini.
Gadis itu selalu berusaha bersikap baik-baik saja meskipun rapuh di bagian dalam dirinya. Sangat keterlaluan jika Darwin Alamsyah tidak sadar. Atau memang tidak cinta juga tidak ada yang tahu.
"Utarakan maksud kedatangan-mu!" seru Darwin kembali fokus bekerja setelah Renata Azmi keluar dari ruangannya.
"Aku ...."
"Katakanlah. Aku sangat sibuk, Andini Putri. Bukankah sudah aku bilang berkali-kali? Jangan datang ke ruangan-ku di jam kerja. Apa kau sengaja berharap semua orang tahu hubungan kita? Bicaralah!" Tanpa menunjukkan ekspresi senang Andini datang ke ruangannya, Darwin terus fokus mengamati layar laptop.
Sementara Andini Putri sendiri meremas ke sepuluh jarinya tidak tenang. Sangat ketakutan dan cemas.
"Bukankah nanti malam adalah pesta perayaan ulang tahunmu? Kau tidak berniat mengundangku?" tanya Andini ragu-ragu.
"Sudah lewat!" sinis Darwin membalas ucapan Andini Putri.
"Mak-maksudmu, Mas Darwin?" Andini merasa resah dengan sikap dingin Darwin saat ini.
"Hari ulang tahunku sudah lewat, Andini Putri. Di jam dua belas tadi malam. Itu adalah hari ulang tahunku yang sesungguhnya. Sementara nanti malam hanya perayaan-nya saja. Lupakanlah. Lagipula aku sudah merayakannya dengan sahabatku Renata, Anggun dan kakek. Mereka ingat sementara kau tidak. Hebat sekali, bukan? Kau sangat terlambat!" marah Darwin tidak suka dengan kedatangan Andini Putri ke ruangannya.
"Aku ingin datang, Mas Darwin. Akan tetapi--"
"Aku tidak mau dengar apapun itu penjelasanmu. Terlalu membuang waktu menurutku. Pergilah! Nanti malam tidak usah datang." Darwin marah besar.
"Apakah begini caramu berbicara dengan kekasihmu? Aku tidak jadi datang karena ... " Andini tidak melanjutkan ucapannya. Tidak mau bilang pada Darwin bahwa semalam dirinya berniat datang tapi tertabrak motor pas akan menyeberang jalan guna mencegat kendaraan.
"Karena apa? Karena kau tidak ingat, bukan?" Darwin menekan.
"Mas Darwin maafkan, Aku. Aku benar-benar akan datang ke rumahmu memberi kejutan tapi masalah besar datang mendadak. Mengenai masalahnya apa aku tidak bisa mengatakannya padamu. Maafkan, Aku." Andini maju satu demi satu langkah menuju Darwin dan duduk di pangkuan Darwin.
Badan Andini gemetaran tidak karuan, jantungnya berdegup kencang. Herannya ... Darwin tetap mengabaikan Andini merasa sikap Andini saat ini kenakan-kanakan.
"Bukankah sudah aku bilang untuk tidak menggangguku bekerja, Andini? Menyingkir-lah! Kau mengganggu pekerjaanku. Di dunia ini tidak selalu berputar untukmu. Akan tetapi untuk hal lain juga yang lebih penting. Jadi pergilah!" Darwin tanpa merespon perlakuan manja Andini tangannya terus bergerak menekan keyboard laptop.
"Maaf ... mungkin aku bukan kekasih yang tepat untukmu, Mas Darwin. Namun, apakah pantas memarahiku sampai seperti ini? Jika kau tidak suka padaku ... kenapa menjalin hubungan denganku? Apa hanya karena kakek? Kau bisa memutuskan aku jika mau," lirih Andini Putri dengan tangan gemetaran mengelus punggung Darwin.
Kebetulan Andini duduk di pangkuan Darwin menghadap Darwin hingga posisi badan keduanya saling berhadap-hadapan.
"Keluarlah! Aku sibuk bekerja, Andini Putri. Apa kau tidak bisa mendengar ucapanku barusan? Apa kau tuli sekarang?" Darwin terus melontarkan kata-kata kasar.
"Maaf jika aku telah mengecewakanmu, Mas Darwin."
"Pergi atau kalau tidak bagian keamanan akan melempar-mu keluar!" ancam Darwin Alamsyah tajam menatap mata Andini.
Membuat gadis manis itu sakit hati bahkan sampai meneteskan air mata.
"Baiklah. Maaf telah mengganggu waktumu, Mas Darwin." Andini memberanikan diri mencium bibir Darwin sekilas setelahnya mengucapkan selamat ulang tahun juga mengucapkan berbagai ucapan yang baik-baik untuk Darwin Alamsyah.
Setelahnya bangkit dari pangkuan Darwin dan berjalan keluar dengan langkah gemetar. Jantungnya masih saja berdetak kencang tidak karuan. Disertai rasa kecewa menyelimuti dirinya.
Setelah sampai di meja kerjanya, Andini Putri semakin tidak tenang mendapati kekasihnya sedang tidak baik-baik saja lantaran marah padanya. Akan tetapi jika Andini bilang bahwa dirinya tidak bisa datang karena kecelakaan. Apakah Darwin akan merasa bersalah seperti dirinya saat ini? Entahlah ....
Andini tak fokus dalam bekerja. Terlebih saat ingat ucapan semua teman kantornya tadi saat istirahat jam makan siang. Semakin membuat deg-degan merasa tak nyaman.
"Kira-kira apakah aku bisa membuktikan bahwa aku adalah kekasihnya Darwin. Kalau tidak lebih baik aku siapkan mental dari sekarang." Andini Putri berbicara dalam hatinya. Kalut melanda hatinya.
***
Waktu pulang Andini melihat Darwin dan Renata Azmi berjalan bersama menuju mobil. Andini yang biasa pulang naik motor. Pura-pura tidak melihat apalagi peduli. Akan tetapi sial hari ini motornya rusak hingga mau tidak mau mencegat kendaraan umum. Renata yang tahu Andini berdiri di pinggir jalan, memanggil berniat mengajak pulang bersama.
"Hai, bukankah kau bisanya naik motor? Kenapa sekarang berdiri di pinggir jalan mencegat kendaraan? Apakah motormu bermasalah, Andini?" tanya Renata sementara Darwin hanya diam saja tidak menatap Andini sama sekali.
"Tidak tahu kenapa motorku rusak, Renata. Jadi hanya bisa naik kendaraan umum saja sekarang." Andini menjawab apa adanya.
"Kalau begitu kau pulang dengan Darwin saja. Biar aku yang naik taksi pulang ke rumah." Renata tidak enak menatap Andini bergantian dengan Darwin.
"Tidak perlu. Masuklah ke mobil, Renata. Kita akan pulang bersama." Darwin tegas bicara pada Renata sementara Andini benar-benar sakit hatinya sebab Darwin sama sekali tidak memedulikan dirinya.
Di mana-mana mengutamakan kekasih dulu baru sahabat. Akan tetapi Darwin tidak. Dia lebih mengutamakan Renata dibandingkan dirinya yang seorang kekasih menurut Andini.
"Tapi, Darwin." Renata tidak enak menatap Andini.
"Masuklah. Aku biasa pulang sendiri, Renata. Kau pergilah bersama Darwin sekarang. Selamat tinggal!" Andini menjauhi mereka tidak mau terlihat jika hatinya tengah sakit.
Tanpa memedulikan apalagi mengejar Andini, Darwin menyetir mobilnya melaju kencang melewati Andini. Hal itu semakin membuat Andini sakit hati. Darwin benar-benar tidak mementingkan diri Andini yang merupakan seorang kekasih. Bukan cuma hari ini tapi hari-hari biasanya juga sama.
Darwin Alamsyah ibarat manusia tanpa perasaan. Namun, kenapa harus bersedia jadi kekasihnya menurut Andini. Jika tidak cinta akan lebih baik mengutarakan secara langsung.
Andini merasa dirinya juga tidak akan memaksa Darwin jika pria itu tidak mencintainya. Andini Putri benar-benar tak mengerti jalan pikiran Darwin.
"Andini!" Panggilan seseorang mengalihkan perhatian Andini.
"Dirga!" seru Andini menatap orang yang merupakan tangan kanan Darwin Alamsyah.
"Kau mau pulang?" tanya Dirga rupanya buru-buru menghampiri Andini. Terdengar dari nafasnya yang ngos-ngosan.
"Iya nih. Sepeda motorku rusak jadi sementara ini naik kendaraan umum dulu," jawab Andini berusaha bersikap biasa meski tadi sebenarnya ingin menangis.
"Naik mobilku saja. Aku akan mengantarmu pulang." Dirga menawarkan bantuan.
"Tidak perlu. Aku hendak pergi ke suatu tempat dulu, Dirga. Jadi sebaiknya pergi sendiri. Akan tetapi terima kasih atas tawarannya." Andini tidak biasa pulang dengan pria lain selain Darwin. Tak mau jadi bahan gunjingan tetangga di rumah. Diantar oleh Darwin pun juga cuma dua kali. Pertama setelah mengunjungi rumah kakeknya kedua setelah merayakan pesta ulang tahun perusahaan.
"Tidak masalah. Aku akan mengantar kemanapun kau pergi, Andini." Dirga keras kepala ingin bersama Andini.
"Terima kasih. Akan tetapi tidak usah. Aku akan pergi sendiri saja. Selamat sore." Andini naik taksi yang kebetulan sudah ada di depannya. Dirga hanya bisa geleng-geleng kepala tidak menduga Andini begitu keras kepala.
Di perjalanan, Andini melihat Rini tengah berjalan dengan langkah lelah, merasa iba Andini mengajaknya naik taksi bersama dan pergi ke suatu tempat untuk berbelanja. Kebetulan Anggun atau saudara sepupu Andini meminta Andini untuk membeli bross untuk Anggun pakai di perayaan pesta ulang tahun Darwin nanti malam. Sementara Rini juga sama ingin berbelanja pakaian guna ia pakai nanti malam pula.
Hanya Andini saja yang tidak membeli pakaian, merasa dandan seperti apapun Darwin tetap tidak tertarik padanya. Berhubungan sebagai sepasang kekasih pun sepertinya juga atas paksaan dari sang kakek. Kakek Darwin yang kebetulan sahabat baik kakeknya Andini dulu sewaktu kakek Andini masih hidup.
Kedua kakek mereka merencanakan perjodohan hingga itulah sebabnya Darwin dan Andini berpacaran. Meskipun Andini sendiri tidak paham Darwin beneran mencintainya atau tidak.
*