"Dirga, turunkan aku. Kau membuatku malu. Lihatlah! Semua orang menatap kita. Aku mohon," ucap Andini tidak enak hati pada beberapa pasang mata yang kini tengah menatapnya dengan keheranan juga aneh.
"Persetan dengan semua pandangan orang, Andini. Yang penting kau sembuh dulu!" Dirga berseru.
"Aku tidak apa-apa. Percayalah!" Andini benar-benar malu dipandangi semua orang.
"Tidak apa-apa katamu?! Sampai kapan kau akan bersikap acuh seperti ini, Andini? Ok baiklah. Mungkin kau tidak menerima cintaku. Akan tetapi paling tidak ... biarkan aku membantu lukamu. Apa harus Darwin dulu yang membantumu baru kau akan mau? Lihatlah! Kekasihmu sedang menemani sekretarisnya memilih pakaian mewah dan perhiasan." Dirga merasa geram.
Sedari dulu Andini hanya peduli pada pria yang jelas-jelas tidak mencintainya. Jika mencintainya, tak mungkin menemani wanita lain seperti saat ini. Sementara tadi saat tahu motor Andini rusak! Bukannya mengantar pulang Darwin malah menemani Renata pulang dan kini pergi berbelanja bersama. Sementara Andini bagai wanita menyedihkan mengemis cinta Darwin.
"Darwin lihatlah! Apakah ini cocok?" Sangat manis senyum Renata saat bertanya pada pria di hadapannya Darwin Alamsyah.
"Coba saja, Renata. Jika kau suka aku akan membelinya." Darwin meminta Renata mencobanya sementara Renata dengan begitu manja dan lucunya meminta Darwin membantu.
"Kamu bantu pasang dong. Tanganku mana bisa mengaitkan kalung ke belakang leher," ucap Renata tak lama kemudian tersenyum ceria menatap Darwin.
"Kau ini sudah dewasa masih saja tidak bisa mandiri. Berbaliklah!" Darwin meminta Renata berbalik dan setelah Renata berbalik, Darwin memasangkan kalung berlian tersebut ke leher Renata.
"Aku akan selalu seperti anak kecil jika di dekatmu, Darwin." Renata tidak peduli pada olokan Darwin. Yang ada malah tersenyum senang pria itu menggodanya. Begitu memikat menurut Renata.
"Andai kakakmu masih hidup, pasti akan kesal melihatmu kekanak-kanakan seperti ini, Renata." Darwin tersenyum jenaka menatap Renata.
"Kakak pasti akan bahagia di alam lain sana, Darwin. Aku sangat merindukannya. Kau juga bukan?" Renata menangis pelan dan itu membuat Darwin cemas. Segera Darwin usap air mata Renata dan tak lama kemudian memeluknya sangat erat. Berusaha menghilangkan kesedihan di hati Renata.
Entah kenapa melihat Renata menangis Darwin merasa seperti melihat Ayu Azmi menangis. Ayu Azmi sendiri adalah mantan kekasih Darwin tapi sudah meninggal dunia. Sementara Renata Azmi adalah adiknya. Itulah sebabnya Darwin begitu perhatian pada Renata sampai lupa bahwa dirinya memiliki kekasih bernama Andini Putri.
"Kau lihat, Andini. Mereka berdua begitu mesra. Sementara denganmu pria b******n itu sama sekali tidak pernah menampilkan muka senyum. Cenderung dingin seakan benci. Sebenarnya Renata atau kau kekasihnya, Andini Putri? Maaf, bukan bermaksud memanas-manasi. Jika melihatmu terluka seperti ini, maka aku yang mencintaimu juga turut sakit." Dirga berusaha menyadarkan Andini Putri tapi yang namanya cinta memang membutakan segalanya.
Andini Putri tidak peduli pada amarah Dirga dan hanya bisa meneteskan air matanya. Sementara Darwin Alamsyah dan Renata Azmi di dalam ruangan belanja sana seperti sudah selesai berbelanja hingga akhirnya menuju salon buat dandan. Kebetulan perayaan pesta ulang tahun Darwin akan diadakan sebentar lagi. Sementara sekarang! Jam sudah menunjukkan pukul lima petang.
"Dirga, turunkan aku di toilet. Setelahnya tolong antarkan aku pulang ke rumah. Anggun pasti sedang menanti bros yang dia minta untuk aku belikan saat ini. Bros itu akan dia gunakan di acara perayaan pesta ulang tahun Darwin. Kau bersedia?" Andini Putri harap-harap cemas menatap sahabatnya Dirga.
"Dalam keadaan seperti ini kau masih memikirkan saudara sepupumu Anggun, Andini? Tak habis pikir. Apa kau tidak pernah memikirkan kebahagiaanmu sendiri? Kenapa harus selalu orang lain yang kau perhatikan? Sekali-kali lihat dirimu sendiri, Andini. Kau bekerja mati-matian tapi saudaramu dan tantemu itu yang menikmati hasilnya. Sementara saat jadi kekasihnya Darwin, justru perasaan dia juga yang kau perhatikan! Apa kau sama sekali tidak pernah melihat ke arahku? Aku sangat mencintaimu. Aku mohon lihat aku, Andini." Dirga menangis sembari menempelkan dahinya ke arah Andini.
Andini yang melihat Dirga menderita karena ulahnya, hanya bisa merasa bersalah tapi tetap tidak akan menerima cintanya. Sebab apa? Andini tak mau menyakiti Dirga dengan berpura-pura mencintainya. Biarlah Dirga menderita sekarang asal selanjutnya dia bahagia dengan orang lain.
"Bukankah kau tadi akan menolongku? Jika terus diam di tempat dan marah seperti ini, bagaimana aku bisa sembuh. Astaga! Rasanya tambah sakit, Dirga. Lekas bawa aku ke kamar mandi. Setelahnya baru pulang ke rumah. Jika kau benar-benar ingin membantuku, maka belikan aku pakaian. Pakaian milikku sekarang basah dan kotor." Andini berusaha mengalihkan perhatian dengan meminta Dirga membelikan pakaian.
Tidak mau membuat Andini semakin kesakitan, Dirga membawa Andini ke toilet wanita dan meminta izin pada beberapa wanita di sana. "Maaf, teman saya sedang terluka. Mohon izinkan saya masuk setelahnya baru keluar. Jika saya bawa ke toilet pria, takutnya teman saya ini merasa tidak nyaman." Dirga meminta pengertian pada beberapa orang yang memang ada memenuhi toilet wanita.
Sudah dasarnya orang Indonesia ramah tamah, mereka mengerti dan memberikan izin pada Dirga untuk masuk toilet wanita. Bahkan salah satu dari mereka membantu Andini melepaskan pakaian. Sementara Dirga sendiri pergi keluar ruangan membelikan Andini beberapa pakaian ganti.
"Kenapa bisa seperti ini, Nak?" Salah satu wanita yang membantu Andini melepaskan pakaian bertanya. Wajahnya tampak cemas ketika tahu kedua sisi paha Andini melepuh. Tak hanya itu bagian perut juga p******a Andini sama melepuhnya seperti paha.
"Tidak sengaja ketumpahan coklat panas, Bu. Terima kasih sudah membantu," jawab Andini dengan santun menjawab pertanyaan ibu barusan.
"Benarkah! Beruntung kekasihmu barusan ada. Jika tidak ada dia! Kemungkinan kau susah jalan, Nak." Ibu tersebut salut pada Dirga. Pria yang ia sangka kekasih Andini padahal bukan.
"Dia bukan kekasih saya, Bu. Akan tetapi sahabat baik. Ibu benar, beruntung ada dia. Jika tidak ada dia, saya benar-benar susah untuk jalan. Kedua sisi paha saya melepuh." Andini Putri tersenyum pahit mendapati Dirga yang baik padanya sementara kekasihnya sendiri tidak peduli.
Cenderung mementingkan Renata Azmi yang katanya hanya sahabat biasa tapi nyatanya lebih disayang oleh Darwin. Dibandingkan Andini Putri, justru Renata Azmi yang seperti kekasih Darwin di mata Andini.
"Kagum pada pertemanan kalian berdua. Seandainya kau benar-benar jadi kekasihnya. Maka kau akan bahagia, Nak. Selain tampan pria itu juga baik. Sudahlah, doaku semoga kau lekas sembuh." Ibu tersebut menjaga Andini sampai Dirga datang.
Setelah Dirga datang, ibu tersebut kembali membantu mengenakan pakaian baru pada Andini Putri dan setelah semuanya dirasa beres, ibu tersebut berniat meninggalkan ruangan toilet. Dirga mengucapkan terima kasih begitu pula Andini Putri.
"Terima kasih atas bantuannya, Ibu." Dirga menunduk hormat pada ibu tersebut.
"Sama-sama, Nak. Kau adalah pria yang baik. Andai aku jadi wanita itu, aku pasti akan menjadikanmu suamiku. Sayang aku bukan dia!" Ibu tersebut bercanda setelahnya berlalu tak terlihat lagi batang hidungnya.
Sementara Andini Putri kini berdiri di depan Dirga. Dibantu ibu-ibu yang tadi keluar dari kamar mandi setelah berganti pakaian.
"Kau baik-baik saja?" Dirga sedikit lega melihat Andini sedikit menjadi lebih tenang tidak seperti tadi saat belum berganti pakaian.
"Aku sudah baik-baik saja, Dirga. Terima kasih," jawab Andini tersenyum manis menatap Dirga. Andini tidak mau bilang masih sakit atau kalau tidak Dirga akan semakin bertambah panik.
"Syukurlah. Bisa jalan?" Dirga mengamati mimik muka Andini dengan seksama, tak mau gadis itu menyembunyikan rasa sakitnya.
"Bisa. Tentu saja bisa." Andini mencoba melangkah tapi sial, bibirnya tak bisa berbohong sebab meringis kesakitan. "Ah," erangnya.
"Kau masih kesakitan." Dirga geleng-geleng kepala setelahnya mengangkat Andini dalam gendongannya. Sementara Rini menghampiri dengan wajah masih memucat.
"Bagaimana keadaanmu, Andini Putri? Aku benar-benar ketakutan saat ini!" Rini memang tidak terlihat tenang sama sekali.
"Sudah lebih baik dari yang tadi, Rini. Kau pergilah, sebentar lagi acara Darwin pasti akan segera dimulai." Andini tidak mau karena dirinya, Rini tidak jadi datang ke pesta ulang tahun Darwin Alamsyah.
"Persetan dengan pesta itu!" Rini berseru.
"Datang kesana, Rini. Atau kalau tidak kau akan dipermalukan teman-teman. Kau harus dandan cantik." Andini Putri meminta Rini segera pergi.
"Dirga, apakah boleh aku pinjam uang?" Andini Putri ingin Rini pergi ke salon agar tidak direndahkan oleh teman-teman kantor.
"Untuk apa?" Dirga penasaran makanya bertanya.
"Akan aku berikan pada Rini. Sebagai hadiah bahwa tadi dia menghiburku, walau akhirnya aku ketumpahan coklat panas intinya tetap saja dia baik padaku bukan? Apakah boleh?" Andini harap-harap cemas menatap Dirga.
"Takkan aku berikan." Dirga menjawab tenang.
"Kau!" Andini berseru kesal sementara Rini menampakkan muka tidak enak, dia salah tingkah.
"Apakah aku harus bersedia jadi pacarmu dulu baru kau mau meminjami aku uang, Dirga?" Andini kesal menatap pria yang tengah menggendongnya.
"Aku tidak sepicik itu, Andini Putri. Aku memang tidak akan meminjami kau uang. Akan tetapi memberi uang langsung pada Rini sebagai hadiah. Hadiah lantaran sudah menghiburmu hari ini. Silahkan ke salon, Rini. Beritahu saja nomor rekeningmu padaku. Aku akan mentransfer uang padamu!" Dirga berseru. Tidak sabar ingin membawa Andini Putri pulang.
"Astaga! Terima kasih, Tuan Dirga. Kau memang baik. Jauh lebih baik dari Tuan Darwin itu! Dia jahat pada Andini Putri. Sementara dengan sekretarisnya Renata Azmi, begitu perhatian setengah mati. Dasar pria tidak tahu diri!" Rini emosi. Akan tetapi emosinya tersebut membuat Darwin yang baru keluar dari toilet pria tajam menatap matanya.
"Apa yang kau katakan, Nona Rini? Bukankah kau bekerja di kantorku dan mencari uang di perusahaan ku? Begini kah caramu memperlakukan atasanmu? Menjelek-jelekkan namanya di belakang. Hebat sekali kau, Rini." Darwin menatap ngeri Rini membuat Andini Putri dan Rini itu sendiri ketakutan menatap Darwin.
"Darwin, cepatlah! Kita bisa terlambat, Tuan tampan yang kejam," ucap Renata Azmi seketika diam tatkala melihat Andini Putri, Dirga dan Rini berada di depan pintu masuk toilet wanita.
Sementara Andini hanya semakin sakit hatinya melihat Renata Azmi akrab dengan Darwin.
*