Pagi itu matahari sudah tinggi ketika Arman tiba di lokasi proyek. Wajahnya terlihat sedikit lebih segar dibanding malam sebelumnya—meski matanya masih menyisakan lelah dan pikirannya masih belum sepenuhnya tenang. Seolah seluruh kejadian semalam masih berputar di kepala: rumah Pak Lurah yang ramai, suara warga yang saling tuduh, lalu ucapan penghulu yang akhirnya membuat dirinya resmi menjadi suami seorang gadis desa bernama Indira. Di ujung bedeng, Usman dan beberapa pekerja sedang memindahkan tumpukan pasir. Saat melihat Arman datang, Usman langsung melambaikan tangan sambil terkekeh. “Pak gimana rasanya nikah sama cem-ceman?” godanya tanpa basa-basi. Arman sontak melotot, menegakkan tubuhnya sambil memegang helm proyek. “Ngomong apa kamu, Man! Jangan asal, nanti kudorong ke lubang

