Lampu-lampu ruang ICU berpendar lembut, memantul dari permukaan alat monitor yang berdengung ritmis, menandai detak jantung ibunya. Gibran duduk di sisi ranjang, tangan menggenggam selimut tipis yang menutupi Dahlia, mata menatap kosong angka-angka yang bergerak di layar. Hatinya campur aduk: takut, frustrasi, sekaligus bersalah. Setiap detik yang lewat terasa menambah tekanan di dadanya. Gibran menatap monitor di samping tempat tidur ibunya, napasnya tersengal, jantungnya masih berdebar kencang. Beberapa menit yang lalu, Dahlia menutup mata, wajahnya pucat tapi perlahan warna mulai kembali di pipinya. Seorang perawat masuk membawa beberapa obat, memastikan tekanan darahnya stabil. “Pak Gibran… Ibu anda sudah sadar,” suara perawat terdengar lembut, tapi di telinga Gibran seperti musik ya

