Rumah keluarga Mahardika selalu sunyi setelah lewat jam sepuluh malam. Sunyi yang bukan damai—melainkan sunyi yang tebal seperti kabut di tepi jurang: lebih dekat pada ancaman daripada ketenangan. Nayla terbangun sekitar pukul dua lewat. Nayla melihat suaminya, Gibran, tidur membelakanginya seperti biasa. Lelaki itu semakin kurus, semakin pucat, dan semakin sering tidak menatap matanya. Depresi yang membungkusnya bukan sekadar tekanan kerja… dan Nayla tahu itu, meski ia berpura-pura tidak paham sebabnya. Nayla tahu bahwa cinta tidak bisa dipaksakan, tetapi keinginannya harus selalu bisa diwujudkan. Itulah apa yang penting sehingga sekalipun dia tidak bisa memiliki cinta Gibran, memiliki status dan raga Gibran adalah hal yang sudah cukup baginya. Setidaknya itu yang terpikirkan. Walau

