Gibran menatap kontrakan Tirto dari mobilnya, napasnya memburu. Hujan rintik malam itu membuat suasana semakin tegang, tapi ia tidak peduli. Ia telah memutuskan kalau akan membawa Rania bersamanya, apapun yang terjadi. Ia melangkah ke pintu kontrakan, mengetuk dengan keras. Suara itu bergema di malam sepi. Tirto muncul, berdiri di pintu dengan tatapan dingin tapi penuh waspada. “Pak Gibran,” ucap Tirto datar. “Sudah malam. Ada apa ke sini?” “Buka pintu, Tirto!” Gibran tidak menahan amarahnya. “Aku tidak akan pulang tanpa Rania!” Tirto menghela napas, menatap Gibran lama. “Rania tidak bisa dipaksa. Dia di sini bukan karena aku memintanya. Kalau memang kau mencintainya, buktikan dengan menunggu dia memutuskan sendiri. Jangan buat masalah di sini.” Gibran mendengus, jarinya mengepal. “Su

