Maya masih berdiri di depan mereka, tangan terlipat, tatapannya seperti pisau yang sedang mengukur jarak ke sasarannya. “Jadi, kalian… berkencan?” tanyanya dengan nada yang terdengar ramah di permukaan, tapi jelas penuh makna di baliknya. “Kami habis bertemu klien,” jawab Gibran tenang, meski Rania tahu nada datarnya itu adalah bentuk peringatan. Maya tersenyum tipis. “Ah, iya… tentu. Jarang sekali aku lihat urusan bisnis dibungkus dinner romantis di rooftop di akhir pekan pula.” Nada sindirannya sangat kentara dan tidak disembunyikan. Rania melangkah setengah maju, bibirnya melengkung manis. “Kamu kan kenal aku, Maya. Aku selalu bisa memadukan kerja dan hiburan.” Maya mengangkat alis, jelas tidak menyangka Rania akan menanggapi dengan santai. “Hmm… Nayla pasti akan tertarik dengar ce

