Rania duduk di tepi ranjang tamu yang sempit, koper besarnya tergeletak di pojok kamar. Rumah itu nyaman, penuh suara kecil yang berlarian di luar, dan bau masakan rumahan yang hangat. Teman kuliahnya, Rafi dan Maya, istrinya, menyambutnya dengan baik. Namun, sudah dua hari dia tinggal di rumah itu. Maya juga sudah menyatakan keberatannya untuk menampung Rania lebih lama di sana. Jadi, dia sudah memahami kalau dia harus segera pergi dari sana. Hal ini bukan karena sebuah keegoisan, sebaliknya, ini karena sebuah kenyataan dan kesadaran. Rania harus bisa mandiri, mencari tempat yang sesuai dengannya tanpa merepotkan orang lain lagi. Sejak makan malam tadi, Rania bisa merasakan ketegangan. Maya berusaha sopan, tapi dari cara matanya menatap perut Rania yang sedikit membuncit, jelas sekali i

