Tangis Ellise semakin keras, wajahnya penuh air mata, seolah dunia menindasnya. “Kau semua lihat sendiri! Aku hanya ingin hidup tenang, tapi Arielle datang ke kamarku dan menghinaku. Dia bilang aku w************n, dia bilang aku tidak pantas ada di rumah ini!” “Ellise!” Arielle akhirnya bersuara, nadanya tegas. “Jangan memutarbalikkan kata-kata. Aku datang hanya untuk bicara baik-baik denganmu.” Ellise langsung menyambar, suaranya melengking. “Bicara baik-baik? Itu caramu bicara baik-baik? Kau sengaja menekanku dengan senyum palsumu, lalu mendorongku ke meja! Kalau tidak percaya, lihat tanganku! Lihat luka ini!” Ia mengangkat lengannya yang merah bekas terbentur. Para pelayan terperanjat, sebagian mulai percaya. Arielle melangkah setengah maju. “Aku tidak pernah menyentuhmu, Ellise.”