Kabut tipis masih menggantung rendah di sela-sela pohon pinus yang mengelilingi vila tersembunyi milik Alvaro. Udara pagi menusuk tajam, menusup hingga ke tulang. Tapi ia tetap berdiri di balkon, mengenakan sweater hitam tanpa pelindung kepala, menggenggam cangkir kopi panas yang hampir dingin. Dari tempat ini, ia bisa mengamati perimeter terluar—gerbang besi tersembunyi, kamera pemantau inframerah, dan jalur pelarian yang hanya diketahui segelintir orang. Vila ini dibangun oleh ayahnya sebagai safehouse, lokasi pengasingan saat situasi organisasi genting. Tempat ini tidak terdeteksi siapa pun, tidak dicatat dalam peta kepemilikan resmi. Dan hari ini, untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, vila ini terasa tidak cukup aman. Ponselnya bergetar di saku belakang. Hanya ada sat