Kanaya tidak tahu ia akan diajak kemana oleh Dewa, sejak tadi ia sudah gugup sendiri entah karena apa. Bukannya ia tidak tahu kalau Dewa terus memandangnya, tapi ia berpura-pura tidak tahu karena tatapan Dewa itu seperti membuat ia terintimidasi sendiri.
"Mantan menikah? Masih sakit hati gitu?" tanya Kanaya asal saja, untuk mengusir kecanggungan diantara keduanya.
"No, kamu salah besar Kanaya." Dewa menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Terus kenapa harus dateng bawa pacar pura-pura? Bilang aja kali nggak bisa move on," celetuk Kanaya.
"Dibilangin juga, aku emang sengaja datang karena diundang. Kalau bawa pacar pura-pura itu ..." Dewa menggantung ucapannya, ia mengulas senyum tipisnya.
"Kenapa?"
"Biar orang tahu aja kalau ada cewek yang cantiknya kayak gini di dunia ini. Turunan bidadari kali ya," ucap Dewa mengerlingkan sebelah matanya.
"Basi." Kanaya reflek langsung memukul paha Dewa karena gombalan receh yang membuatnya tersipu-sipu itu.
"Loh nggak percaya? Lihat deh, nanti aku pasti bakalan kenalin ke semua orang kalau cewek cantik ini pacar aku." Dewa menaikturunkan alisnya menggoda.
"Pacar pura-pura," ralat Kanaya.
"Mau asli juga nggak apa-apa kali, aku mau banget loh," ujar Dewa terus saja menggoda Kanaya sampai wajah wanita itu memerah karena tersipu-sipu.
Untung saja mereka berdua segera sampai ditempat acara. Jika tidak, Kanaya bisa pingsan karena gombalan receh Dewa itu.
Dewa langsung mengajak Kanaya masuk, tapi ia tiba-tiba menahan tangan Kanaya saat wanita itu akan turun.
"Ada apa?" tanya Kanaya.
"Hapus lipstikmu," titah Dewa.
"Kenapa dengan lipstikku?"
"Lihatlah, itu sangat merah sekali. Kayak aneh banget," kata Dewa.
Kanaya mengerutkan dahinya, ia meraih kaca spion di mobil Dewa. Ia melihat lipstiknya dan memang benar sangat merah. Ia baru sadar warna itu sangat kontras sekali.
"Iya, kenapa merah sekali? Apa kamu punya tisu?" ucap Kanaya.
"Biasanya ada, sebentar." Dewa mencari-cari tisu yang biasanya selalu ada di mobil karena tisu adalah suatu kebutuhan pokoknya. Kalian pasti sudah tahu sendiri kegunaannya bukan?
"Ada nggak?" tanya Kanaya tak sabar.
"Harusnya ada, tapi kemana sih?" Dewa terus mencari tapi tidak menemukan keberadaan tisu itu sendiri.
"Ini gimana dong? Mana merah banget lagi," kata Kanaya seraya berdecak pelan.
"Aha!" Dewa tiba-tiba berseru dengan mata berbinar cerah.
"Ketemu?"
"Enggak, tapi aku punya cara lain agar kamu bisa menghapus lipstiknya," kata Dewa mengulas senyum tipisnya.
"Caranya?"
Dewa masih tersenyum, pria itu tiba-tiba membuka jasnya lalu kemeja yang ia kenakan. Menunjukkan d4d4 bidangnya dengan perut sixpack yang menggoda. Kanaya yang melihatnya terkejut, tapi ia buru-buru mengalihkan pandangannya dengan cepat.
"Apa-apaan kamu? Mau menggodaku ya? Nggak ngaruh!" seru Kanaya.
"Tidak, aku hanya memberikanmu solusi. Jika kamu ingin menghapus lipstiknya, kamu bisa melakukannya disini," kata Dewa menunjuk dad4nya sendiri dengan seulas senyum licik.
"Apa?" Kanaya hampir saja berteriak, tapi suaranya tertahan, ia memandang Dewa dengan kesal. "Aku tidak sedang bermain-main, Dewa."
"Aku juga tidak, jika memang tidak ingin terlihat seperti badut, ya kamu harus melakukan ini, Kanaya," ucap Dewa dengan wajah tanpa beban, terlihat sekali pria itu sudah tidak sabar menunggu Kanaya mencium dad4nya.
Kanaya mendesis pelan, ia melirik Dewa dengan sebal tapi juga tidak ada jalan lain yang bisa ia lakukan. Ia tidak mau nantinya ia malah menjadi badut karena lipstiknya yang berlebihan. Tapi ia juga tidak bisa mencium Dewa.
"Nggak mau ya? Ya sudah, kita masuk sekarang," kata Dewa menutup kembali kemejanya tapi Kanaya justru menahannya.
"Tunggu dulu!" seru Kanaya.
Dewa tersenyum puas, ia yakin triknya kali ini pasti berhasil. "Aku tahu kamu memang tidak akan menolak. Jangan malu Kanaya," kata Dewa segera membukakan kemejanya kembali untuk Kanaya.
Kanaya mendesis jengkel, tapi ia mengulas senyum tipisnya. Ia tiba-tiba mendekatkan dirinya, sangat dekat sekali dengan Dewa sehingga membuat pria itu terkejut.
"Tidak aku sangka, ternyata kamu nakal juga ya, Dewa. Kamu ingin aku melakukannya bukan? Baiklah, aku akan melakukannya," bisik Kanaya tepat ditelinga Dewa, membuat pria lajang itu berdebar-debar jantungnya.
Kanaya melirik Dewa sekilas lalu menurunkan wajahnya, ia mendekatkan dirinya dan menyentuhkan bibirnya ke dad4 Dewa. Pria itu terlihat memejamkan matanya, meresapi sentuhan itu, tapi sesaat kemudian Kanaya justru mengigit dad4nya dengan sangat keras.
"Akhhhhhhhhhhhh sakit! Aduh, Kanaya! Jangan mengigitku!" teriak Dewa meringis kesakitan.
Kanaya tersenyum puas, ia baru melepaskan gigitannya setelah mendengar teriakan Dewa. Ia lalu mengacungkan jari tengahnya.
"Jangan macam-macam, ingat aku lebih berpengalaman darimu, Dewangga," sergah Kanaya dengan wajah yang begitu kesal, ia langsung turun dari mobil dan membanting pintunya dengan keras.
Dewa masih meringis, dalam hati tak henti mengumpat karena gigitan itu benar-benar sakit. Kanaya menggigitnya tidak main-main, wanita itu memang tidak bisa diremehkan sama sekali.
***
Kanaya menggandeng lengan Dewa dengan seluas senyum yang tersungging di bibirnya. Wanita tampak sangat puas melihat respon orang-orang yang melihatnya dengan tatapan sangat kagum itu. Disana seolah ia menjadi pusat perhatian karena kecantikannya yang tidak diragukan lagi. Tapi sebenarnya yang membuat ia bahagia adalah ia berhasil mengerjai Dewa yang kini memasang wajah masamnya.
"Tersenyumlah, jangan buat orang berpikir jika kita sedang bermusuhan, Dewangga," desis Kanaya seraya mencengkram lengan Dewa dengan cukup kesal.
"Kamu pikir tidak sakit? Lihat saja nanti, aku akan membalas perbuatanmu," sahut Dewa melirik Kanaya tajam.
"Baiklah, aku tunggu pembalasanmu." Kanaya justru menantang tatapan mata itu tanpa kenal takut. "Sekarang lihat ke depan, ingat tujuanmu kesini," lanjut Kanaya.
Dewa menarik sudut bibirnya, antara senyum sinis dan licik itu terlihat. Ia langsung merangkul pinggang Kanaya dengan mesra membuat wanita itu kaget seketika. Tapi ia berpura-pura bersikap biasa saja dan malah menebar senyuman kepada beberapa tamu yang hadir.
Dewa lalu mengajak Kanaya datang ke pelaminan, dimana mantan kekasihnya berada bersama suami barunya setelah tadi pagi meresmikan pernikahan.
"Dewa?" Cindy, mantan kekasih Dewa itu terkejut karena melihat Dewa datang bersama seorang wanita.
"Selamat atas pernikahannya, Cindy," kata Dewa mengulurkan tangannya kepada Dewa dengan sikap santainya, padahal diam-diam ia melirik sebal pada suami dari wanita itu.
Tidak lebih tampan darinya, tapi kenapa Cindy memilih pria itu daripada dirinya?
"Oh, iya makasih udah datang. Ini suamiku, Dewa. Namanya mas Rafli," kata Cindy mengenalkan suaminya dengan sangat bangga pada Dewa.
Dewa tersenyum, ia mengulurkan tangannya kepada pria yang disebut suami oleh Cindy itu. Tapi hanya sesaat karena ia kemudian meraih bahu Kanaya dengan mesra.
"Sekali lagi aku ucapkan selamat atas pernikahan kalian. Bulan depan kalau aku nggak lupa, aku juga akan mengundang kalian di acara pernikahan kami," ucap Dewa dengan suara riang. Tapi berhasil membuat Kanaya terkejut.
"Kalian akan menikah?" Cindy pun terkejut, ia pikir Dewa masih sangat mencintainya.
"Tentu saja, sudah ada wanita yang tepat dan ingin menemani hidupku. Kenapa harus ditunda-tunda lagi? Bukankah begitu Rafli?" Dewa menanggapinya dengan santai, dalam hatinya tersenyum puas melihat respon Cindy yang sangat terkejut itu.
"Benar, semoga acara pernikahan kalian lancar ya." Rafli mengangguk mengiyakan.
"Pastinya, selagi wanitaku tetap berdiri disampingku, semuanya pasti lancar saja, Rafli. Oh ya, kalian belum mengenalnya." Dewa kembali menarik Kanaya agar wanita itu lebih maju.
"Namanya Kanaya, calon istriku."
Bersambung.