Langkah Sherina terasa berat ketika keluar dari kamar Dominick. Matanya masih sembab, wajahnya basah oleh air mata, tubuhnya gemetar karena bentakan dan hinaan yang baru saja dia terima. Namun, tekad di hatinya tetap menyala, Aku tidak akan menyerah. Meskipun dia membenciku, aku akan tetap di sisinya. Di ujung koridor panjang, cahaya lampu kristal memantul ke permukaan lantai marmer, membuat langkah Sherina terasa semakin kecil dan rapuh. Sekretaris Lin sudah berdiri di sana, menunggu dengan senyum samar yang entah tulus entah palsu. "Nona Sherina," sapanya halus, sambil menunduk. "Silakan ikut saya. Ada hal yang perlu dibicarakan oleh Nyonya." Sherina menunduk, menggigit bibir. Dia tahu, dirinya sedang memasuki perangkap yang lebih besar. Namun dia tetap melangkahkan kaki untuk berjala

