"Jenggala?" Jenggala menoleh, matanya membulat dengan tubuh yang reflek berdiri.
"J-jelita."
Jelita menatap tangan Jenggala dan Jenggala melihat tatapan itu. Dengan cepat rokok yang ada di tangannya di matikan dengan membuangnya dan menginjaknya. Jenggala mengusap tekuk nya merasa malu karena ketahuan sedang merokok. Jelita hanya tahu jika dia bad boy di sekolah. Untuk seperti merokok dan yang lainnya gadis itu tidak tahu menahu.
Jelita tersenyum lalu mendekat, "Nggak apa-apa, lanjut aja ngerokok nya."
Kan?
Jenggala tidak tahu apa yang ada di pikiran Jelita. Jelita itu sulit di tebak pemikirannya. Jelita itu Tsundere.
"Emm ... ada apa?"
Jelita menggeleng lalu mendudukkan diri, "Nggak ada. Cuman lagi bosen aja."
Jenggala ikut duduk di samping Jelita. "Sekarang kan lagi waktunya belajar, nggak biasanya Lo lewatin pelajaran."
"Nggak tahu, tiba-tiba males aja gitu masuk kelasnya Pak Seno hehe."
"Pak Seno galak loh. Gimana kalau ketahuan?"
"Nggak akan. Gua udah minta izin sakit pergi ke UKS."
"Lo sakit?" Tanya Jenggala dengan tangan yang menempel di kening, pipi dan leher Jelita bergantian.
"Nggak kok."
"Terus?" Jelita juga tidak tahu kenapa dia bisa berbohong hanya karena pikirannya akhir-akhir ini sedang tidak baik-baik saja.
Rekor loh seorang Snowy Jelita keluar kelas di jam pelajaran. Walaupun Jelita bukan anak pintar tapi dia itu tipe gadis yang rajin. Setidaknya jika suasana moodnya tidak baik, dia akan menggambar apa saja di belakang buku catatannya. Jangan tanya, apa Jelita tidak pernah kepergok oleh Guru? Karena jawabannya Jelita berada di bangku paling depan. Jadi tidak usah merasa takut jika di tanya, karena Guru biasanya lebih sering memperhatikan anak-anak yang ada di bagian belakang. Sebosannya Jelita di dalam kelas saat pelajaran, tidak pernah dia keluar kelas seperti ini. Dan baru kali ini Jelita berbohong, karena merasa benar-benar tidak tergolong.
Saat perjalanan ke UKS tiba-tiba saja dia berkeinginan pergi ke atap dan saat membuka pintu dia melihat sosok yang beberapa hari ini tidak bertemu. Entah kemana perginya Jenggala, karena setelah kasus itu pihak sekolah memberikan izin Jenggala untuk menenangkan diri. Mungkin sekarang sudah 10 hari dari masa terjadinya penangkapan itu. Pihak sekolah bahkan menawarkan pada Jenggala untuk berkonsultasi tapi laki-laki itu menolak. Akhirnya pihak sekolah tidak bisa melakukan apapun selain mengiyakan.
"Nggak apa-apa ih." Jelita melepaskan tangan Jenggala yang ada di keningnya.
"Lo nggak mungkin tiba-tiba bersikap kaya gini kalau nggak ada alasannya."
"So tahu banget sih."
"Bukan so tahu, emang gua tahu kok." Jelita memutar bola matanya tidak peduli.
Jangankan untuk ikut pelajaran, Jelita yang biasanya update mukbang satu Minggu dua kali, sekarang tidak ada kehidupan di channel-nya. Jelita yang biasa sering membuat story' di i********: pun seketika menghilang. Sebenarnya bukan menghilang, hanya saja sedang tidak dalam mood yang baik. Namun netizen yang memiliki tangan dan mulut nyinyir, mereka mengatakan hal yang bukan-bukan tentang Jelita yang malu akibat Jenggala. Akhir-akhir ini entah kenapa orang-orang slalu menyangkut pautkan nya dengan Jenggala. Bukan, bukan Jelita benci hanya saja sedikit kesal. Jelita itu tidak terlalu kenal dekat dengan Jenggala, hanya sekedar saling ejek itu hal yang wajar. Namun semenjak Jenggala slalu mengatakan mencintainya bahkan memintanya menjadi Pacar rasanya ada yang berbeda.
"Gua yatim piatu Je." Jelita menoleh.
Jenggala tersenyum, "Lo pasti ngerasa risih kan karena ucapan temen-temen yang lain tentang gua?"
Jelita tidak mengangguk atau menggeleng. Semenjak Jenggala mendapat musibah itu. Banyak teman-temannya yang berlomba-lomba mencari siapa sosok Jenggala sebenarnya. Bagaimana bisa media yang awalnya heboh dengan berita Jenggala seketika redup begitu saja. Semua akun yang menyudutkan Jenggala pun hilang.
Jenggala mengusap kepala Jelita, "Gua baik-baik aja kok. Mereka cuman liat gua dari satu sudut pandang aja. Gua emang bukan orang baik tapi gua juga tahu baik buruknya yang gua jalanin."
Jelita menautkan kedua tangannya bingung. Ingin mengatakan sesuatu tapi dia merasa canggung tapi tidak di katakan yang ada jadi beban untuknya.
"Jenggala ... kalau Lo butuh temen buat cerita, gua siap kok jadi temen cerita Lo."
"Gua nggak butuh temen buat denger cerita gua Jelita." Jelita menoleh menatap mata Jenggala.
"Yang gua butuhin itu Lo yang slalu ada di samping gua."
"Lo ... nggak keberatan?"
"Bukannya beberapa hari lalu Lo sendiri yang nawarin diri?"
Jelita memalingkan wajahnya, "I-itu ...."
"Je, terkadang seseorang itu hanya meminta untuk di mengerti. Gua tahu Lo nggak cinta sama gua tapi seenggaknya coba buat balik nerima cinta gua." Jelita semakin meremat tangannya kuat.
Ini yang Jelita benci. Jenggala slalu mengatakan mencintainya sedangkan Jelita slalu berpikir jika laki-laki itu hanya bercanda. Bagaimana bisa Jelita menanggapi perasaan Jenggala jika sebelumnya mereka slalu bertengkar. Tapi ada satu perkataan Gita yang baru-baru ini terpikirkan. 'terkadang orang yang slalu membuat kita marah, kesal, jengkel itu karena dia lagi mencari perhatian dan tanpa Lo sadari dia menjadi prioritas utama Lo, sampai Lo sadar kalau dia itu berarti buat Lo'.
"Kenapa?" Hanya kata itu yang bisa Jelita ucapkan.
Awalnya Jenggala tidak paham akan pertanyaan Jelita namun dengan cepat otaknya merespon. "Gua nggak bisa milih kenapa gua bisa jatuh cinta sama Lo, Jelita. Pertemuan kita yang awalnya nggak baik-baik aja emang udah gua rencanakan. Gua jatuh cinta saat pertama kali ketemu sama lo."
"Dimana?"
"Balkon. Senyum Lo yang tulus bikin jantung gua berdebar."
"J-jenggala ...."
"Gua emang minta Lo jadi pacar gua tapi kalau emang Lo belum siap, nggak apa-apa."
"Maaf." Dan hanya kata maaf yang bisa Jelita katakan pada Jenggala.
???
"Aaaaaaa nggak mau Jenggala." Jelita menggembung pipinya.
Jenggala yang melihat wajah Jelita tertawa terbahak. Dia mengusap kepala Jelita namun dengan marah Jelita menepisnya.
"Maaf, maaf, maaf, gua ganti."
"Nggak mau ih."
Mata Jelita yang bulat terlihat menggemaskan. Jenggala tidak bisa menahan diri untuk mencubit gemas pipi berisi itu.
"Gemesin banget sih."
"Lepasin ih." Jelita ngamuk.
"Di ganti dua loh, Je."
"Tahu nggak sih, Ga. Kalau makanan itu enaknya waktu cuman tinggal dikit lagi dan Lo ngerusak mood makan gua."
"Dih, itu cuman tinggal dikit loh Je."
"Yeah tapi kan itu tuh punya kesannya sendiri." Jelita melipat tangan di atas meja lalu membenamkan wajahnya di sana.
Jenggala melihat itu tertawa gemas. Dasar Jelita. Padahal cilok yang di makan gadis itu hanya tinggal tersisa satu dan bukannya di makan Jelita malah memainkannya. Siapa yang tidak gemas, tanpa harus di buat-buat Jelita memang sudah membuatnya tidak bisa menahan diri untuk mencium gadis itu. Jenggala bangkit berdiri lalu memesan kembali cilok untuk Jelita. Jelita masih bersikap sama, menendang-nendang kakinya di bawah meja.
Jenggala dan Jelita memilih bolos sehari dari sekolah. Bukan loh, bukan Jenggala yang mengajak. Jelita sendiri yang mengajak Jenggala bolos katanya bosan. Jenggala awalnya menolak namun pelototan gadis itu membuatnya mengiyakan. Mana berani Jenggala menolak permintaan Jelita. Toh, gadis itu tidak pernah meminta hal yang lebih selain jajanan pinggir jalan seperti ini.
Percakapan mereka tadi berakhir begitu saja. Jenggala akan bersabar menunggu, tidak apa-apa jika memang Jelita masih belum percaya akan perasaannya. Jatuh cinta itu tidak mudah dan Jenggala tahu jika Jelita belum pernah berpacaran. Berpacaran versi Jelita kan berbeda jadi Jenggala memakluminya.
"Nih, makan lagi." Jelita mengangkat kepala, bibirnya manyun.
"Kenapa di beliin cilok lagi?"
"Kan tadi juga cilok Je."
"Pengertian dikit ngapa sih, beliin cimol ke, Boba ke atau apa gitu jangan cilok mulu." Walaupun mengomel Jelita menarik styrofoam yang berisi cilok itu lalu kembali memakannya.
"Mau cimol?"
"Boleh?" Jenggala menganggukkan kepalanya.
"Makasih." Tanpa meneruskan makan cilok nya Jelita berdiri lalu berlari pelan menghampiri stand cimol.
Membahagiakan Jelita itu sederhana tidak perlu mengeluarkan uang berjuta-juta hanya untuk mentraktirnya makan. Kecuali untuk urusan Haechan-nya Jelita itu beda cerita. Jenggala baru tahu jika Wallpaper ponsel Jelita itu pria yang Jelita idam-idamkan menjadi calon masa depannya. Sayangnya Jenggala tidak akan tinggal diam, dia akan merebut Jelita dari pria itu. Konyol memang berebut dengan pria yang bahkan hanya bisa Jelita lihat secara nyata saat pergi ke konser tapi suatu saat perhatian Jelita hanya akan padanya seorang tidak untuk di bagi. Untuk sekarang, Jenggala akan mempersilakan Jelita melakukan banyak hal dengan idolnya. Toh, hanya sekedar halu-nya Jelita tidak akan menjadi masalah.
"Kenapa Lo nggak makan?" Jenggala menatap Jelita yang sudah kembali duduk di hadapannya dengan sekotak cimol.
"Nanti aja."
"Jangan nyia-nyiain makanan tahu. Nanti mah belum tentu pedagangnya masih di sini."
"Emang mereka mau kemana? Ini kan tempat mereka dagang."
"Jenggala, mereka itu pedagang keliling. Mereka nggak mungkin stay di satu tempat kaya gini. Mereka bakalan stay di sini karena emang lagi suasana rame, kalau suasananya udah sepi mereka berpencar."
"Lo kayanya tahu banget."
"Gua tuh pencinta makanan apapun, jadi gua tahu dong." Ah, Jenggala melupakan satu hal. Jelita itu seorang YouTubers mukbang, baginya makanan itu nomor satu tentu dia tahu mana makanan yang menurutnya lezat.
Jenggala menatap Jelita yang sedang makan dengan lahap. Mengeluarkan ponsel miliknya lalu memotret gadis itu. Dari sudut pandang mana pun, Jelita tetap cantik. Bukan hanya cantik wajahnya namun hatinya pun baik. Jenggala bisa di katakan seorang stalker gadis itu. Semua kegiatannya Jenggala pantau. Dari membuat vlog YouTube. Mendatangi beberapa panti asuhan bersama beberapa teman-teman KPop-nya. Jika di jabarkan sepenuhnya Jelita itu gadis dermawan tidak semua teman-teman sekolahnya tahu kegiatan apa di balik itu semua. Tanpa Jenggala duga Jelita membawa sedikit hal positif dalam hidupnya.
Tanpa gua sadari Lo lah penyelamat gua, Jelita. Terima kasih karena tanpa Lo duga kebaikan Lo nyadari gua. Nggak semua balas dendam itu baik. Gua akui, gua seorang pendosa. Pendosa yang entah apa Tuhan bakal ampuni gua.