"Nyari siapa Jelita?" Jelita terkejut saat Arman berdiri di belakang tubuhnya.
"Itu ... Jenggala udah masuk sekolah kah?"
"Belum deh kayanya."
"Oh gitu."
"Ada perlu sama dia?" Jelita menggaruk keningnya bingung akan menjawab apa.
Arman menatap Jelita yang terlihat salah tingkah. Dia tahu hubungan Jelita dan Jenggala memang bisa di katakan bukan hanya sekedar musuh (musuh dalam artian lucu). Di balik kelakuan mereka terlihat sangat jelas jika Jenggala mencinta Jelita dengan caranya. Semua siswa-siswi di sini pun tahu Jenggala si Bad boy dan Jelita si Good Girl itu slalu menjadi pusat perhatian tanpa di sadari. Angga dan Devita saja yang most wanted terkalahkan oleh Jelita dan Jenggala.
"Cuman mau ngasih makan siang tapi dianya nggak masuk." Arman menatap tas kecil yang Jelita bawa.
"Terus mau gimana?"
"Lo udah makan?"
"Gua?"
"Iya."
"B-belum sih."
"Ya udah makan berdua aja sama gua yuk?"
"Hah?"
"Gua bawa dua bekal ini."
"T-tapi kan itu buat Jenggala."
"Nggak apa-apa nanti Jenggala bisa buat lagi, ayo." Jelita menarik tangan Arman.
Arman itu teman sekelas Jelita saat kelas 11 IPA 4. Saat mereka akan naik ke kelas 12, mereka semua sepakat jika kelas di pisahkan, grup yang mereka buat jangan di bubarkan. Maka dari itu Jelita masih jelas tahu siap-siap saja temannya dulu. Yeah walaupun ada beberapa teman kelas 11 nya yang satu kelas lagi dengannya. Jelita mendapatkan kelas 12 IPA 2 sedangkan Arman mendapat kelas 12 IPA 1. Dan Arman pun satu kelas dengan Jenggala. Arman mengusap tekuk nya gelisah saat beberapa pasang mata temannya, menatapnya seakan meminta penjelasan. Demi Tuhan! Arman merasa ketar ketir karena tahu siapapun yang menganggu Jelita mereka akan berurusan dengan Jenggala. Arman memang satu bangku dengan Jenggala, mereka cukup akrab. Jadi dia tahu bagaimana sifat Jenggala.
Angga sang most wanted di sekolah Angkasa Bintang menghadang langkah mereka. Jelita menatap Angga dengan pandangan kesal. Selain Jenggala ada lagi mahkluk menyebalkan yang ikut mengejarnya. Jelita sangat membenci Angga, bagaimana bisa laki-laki itu menjadi most wanted di sekolahnya padahal sifatnya lebih minus dari Jenggala? Yang Jelita tahu most wanted itu laki-laki yang good boy, dalam semua bidang dia menguasainya, bukan laki-laki macam Angga yang tahunya hanya menghamburkan uang orang tua.
"Woah ... ada apa nih kalian pegangan tangan?"
"Makanya punya mata tuh yah periksa, mana ada pegangan tangan." Sewot Jelita.
"Ngeles aja Lo. Terus itu apa?"
"Ini maksud Lo?" Jelita mengangkat tangannya yang menggenggam pergelangan tangan Arman.
"Iyalah."
"Tahu perbedaan genggam sama pegang nggak?"
"Lo pikir gua bodoh?"
"Yeah itu jawabannya. Lo terlalu bodoh nggak tahu mana kata genggam dan pegangan." Jelita akan bersikap kurang ajar pada orang yang menurutnya sudah tidak bisa di ajak berbicara baik-baik.
Angga yang mendengar itu melangkah mendekat, wajahnya memerah menahan marah. Tidak ada yang bisa bersikap kurang ajar padanya. Tidak ada yang boleh menghinanya. Siapa sih yang tidak mengenal Angga Prayuda? Salah satu anak yang berpengaruh di sekolahnya. Hanya karena orang tua Angga pemilik saham terbesar di sekolah, anaknya menjadi semena-mena pada orang lain. Arman yang melihat itu langsung menarik Jelita. Mereka tidak boleh berurusan dengan Angga, bisa-bisa mereka di keluarkan dari sekolah. Mereka itu sudah kelas 12 hanya tinggal beberapa bulan lagi mereka akan lulus.
"Udah Lit kita pergi aja." Jelita menghela nafas lalu menganggukkan kepala.
Kenapa Jelita harus meladeni laki-laki semacam Angga? Seharusnya tadi saat mereka di hadang, mereka langsung pergi saja. Inilah yang Jelita benci. Jika Jenggala tidak ada, Angga akan dengan leluasa menganggu nya. Sebelum ada Jenggala pun Angga memang sudah mengejarnya. Sayangnya Jelita tidak menyukai laki-laki seperti Angga. Angga terlalu sombong untuk Jelita yang apa adanya. Angga terlalu merasa percaya diri jika apapun yang dia inginkan bisa di dapatkan. Intinya semua yang Angga lakukan Jelita tidak suka.
Jelita akan melangkah namun lengannya di tahan. Menghela nafas lalu menghempaskan tangan itu dengan kasar.
"Berapa kali gua bilang, jangan ganggu gua."
"Berapa kali juga gua bilang, kalau gua suka sama Lo." Suasana di lorong anak IPA seketika hening.
Bukan lagi hal tabu jika seorang Angga Prayuda menyukai Snowy Jelita. Jika mereka memperhatikan dan mengikuti informasi pasti sudah tahu bagaimana lika liku perjalanan mereka. Angga yang menyukai Jelita, Devita yang menyukai Angga dan Jelita yang tidak peduli pada kedua manusia itu. Semuanya menjadi rumit saat Angga menyatakan cintanya. Devita yang merasa kalah tentu saja terus menganggu Jelita. Sayangnya semenjak Jenggala menjadi murid baru dan slalu mengganggu Jelita, Devita tidak pernah lagi menganggu nya. Terakhir Jelita harus mendapatkan luka akibat Devita dan Jenggala membalasnya dengan menaruh sekotak hewan yang di benci Devita sampai gadis itu masuk rumah sakit karena alergi.
"Lo boleh suka sama gua tapi Lo nggak bisa maksa supaya gua suka sama Lo." Jelita memundurkan tubuhnya menjauh.
"Kenapa sih Lo slalu nolak gua?" Pertanyaan itu sontak membuat semua orang memasang kuping mereka secara baik-baik.
Perempuan di sekolah bahkan ada yang rela di duakan hanya untuk berkencan dengan Angga. Setiap perempuan memiliki tipe yang berbeda. Mungkin bagi mereka Angga adalah tipe laki-laki sempurna tapi bagi Jelita laki-laki itu tidak ada apa-apanya. Jelita bahkan menolak keras untuk berhubungan dengan Angga. Apapun yang laki-laki itu lakukan Jelita tidak mau tahu. Jelita akan menutup kuping dan matanya dengan paksa.
"Lo mau tau alasannya?" Angga tentu ingin mengetahuinya namun karena gengsi dia tidak mengangguk atau pun menggeleng.
"Karena gua nggak suka sama Lo." Setelah mengatakan itu Jelita kembali lagi menarik tangan Arman.
Mungkin perkataannya menyakitkan tapi jika tidak di sadarkan sekarang Jelita takut Angga akan semakin menjadi-jadi. Angga bahkan sempat berkelahi dengan Jenggala dengan alasan yang tidak jelas. Mereka bahkan sampai di skorsing 1 Minggu gara-gara keduanya tidak ada yang mau berkata jujur meributkan apa. Jelita tidak peduli. Jelita dan Arman sampai di taman, duduk di bawah pohon rindang yang besar. Bahkan ada babyak siswa-siswi yang sedang makan dan belajar secara bersamaan. Jelita melepaskan genggaman tangannya lalu membuka tas bekalnya.
"Nih, habisin yah." Jelita menyodorkan kotak bekal berwarna merah pada Arman.
Arman menatapnya ragu, masalahnya bekal ini untuk Jenggala.
"Ayo ambil." Arman menghela nafas, dia menerima bekal itu.
Jelita membuka kotak bekalnya yang berwarna ungu, matanya berbinar saat melihat menu kesukaannya. Tanpa memikirkan Arman makan atau tidak, dia sudah mulai menyuapkan nasi ke mulutnya. Masakan Mamanya memang tidak pernah gagal. Mamanya dulu sempat berceritakan jika dia tidak bisa memasak. Masakannya bahkan slalu gagal bahkan hampir membakar dapur. Tapi karena kegigihan nya, Mamanya bisa memasak tanpa perlu di cicipi lagi.
"Lita?"
"Hmm."
"Gua makan yah?" Jelita menoleh, matanya menatap kotak bekal yang sama sekali belum Arman buka.
"Kan dari awal juga gua udah nyuruh makan."
"Gua nggak enak."
"Nggak enak kenapa?"
"Ini kan buat Jenggala." Jelita menghela nafas.
"Jenggala nggak ada di sini, jadi ngapain masih mikirin dia. Udah makan aja, keburu masuk nanti. Sayang itu kalau makannya di buang." Jelita kembali melanjutkan makannya.
Arman menatap kotak bekal yang ada di tangannya dengan Jelita bergantian. Jelita itu gadis baik. Selama Arman mengenalnya tidak pernah sekali pun Jelita berbuat masalah. Jelita lebih senang hidup dengan dunianya. Di kala gadis-gadis lain berlomba untuk mencari pacar, Jelita lebih memilih menghabiskan waktu bersama idolanya. Di kala gadis lain mempercantik diri, Jelita lebih memilih berkarya sesuai ke mampuannya.
???
Duduk di halte sembari menunggu angkot, telinga Jelita disumpal headset. Kepalanya mengangguk-angguk mendengarkan musik kesukaannya, bibirnya bergumam mengikuti bait lagu. Tangannya bergerak di atas benda persegi panjang kotak, men-scroll i********: miliknya. Jelita tidak peduli jika ada pesan masuk dan beberapa yang mengomentarinya. Menjadi seorang Youtoubers memang bukan hal yang mudah, di balik kesuksesan Jelita banyak orang yang tidak menyukainya termasuk geng gadis-gadis di depannya. Jelita menghela nafas, tidak bisakah mereka berhenti untuk berbuat onar? Jelita melepaskan salah satu headset nya. Mendongak menatap mereka satu persatu.
"Apa?"
"Ini peringatan untuk kesekian kalinya, Jelita. Kenapa sih Lo nggak berhenti buat deketin Angga?"
"Udah berapa kali juga gua bilang, gua nggak pernah deketin Angga."
"Yah kalau emang Angga yang deketin elo harusnya elo yang sadar buat nge-jauh dari dia." Jelita berdecak.
Angga yang slalu mendekatinya, kenapa Jelita yang slalu mendapat masalah dari gengnya Devita? Berkali-kali Jelita menjelaskan kalau dia tidak pernah mendekati Angga. Dan sudah berkali-kali Jelita memperingati laki-laki itu untuk berhenti. Tapi Angga tidak pernah mendengar ucapannya. Sudah jelas sekali Jelita sering sekali menolak Angga bahkan di hadapan banyak orang. Angga nya saja yang bebal tidak mau menyerah. Jelita bisa apa jika sudah seperti itu?
"Sebenarnya selain masalah Angga, apa sih yang buat Lo benci banget sama gua?" Pertanyaan itu sontak membuat Devita terdiam tidak langsung menjawab.
Benar bukan? Jelita hanya bertanya yang menurutnya masuk akal. Devita tidak mungkin terus-menerus mengganggunya hanya masalah Angga. Pasti ada alasan lain yang membuat gadis itu mengusiknya. Jelita memang tidak mengenal bagaimana Devita. Mereka tidak pernah mendapat kesempatan untuk saling mengenal. Mereka bisa seperti ini hanya karena seorang Angga. Walaupun Jelita dulu tahu jika Devita sudah menjadi most wanted di sekolah semenjak kelas 10 tapi tidak pernah mengusik satu sama lain. Tapi semenjak Angga mengatakan menyukainya Devita menjadi manusia tidak berperasaan. Jelita tidak apa-apa jika sekedar hanya mengata-ngatainya tapi jika sudah mengurung, menyiram dan mem-bully nya itu sikap yang tidak wajar. Tanpa menjawab pertanyaan Jelita, Devita bersama teman-temannya langsung pergi begitu saja. Ada alasan yang tidak bisa Devita jelaskan, kenapa dia sangat membenci gadis itu. Untuk sekarang Devita akan terus menganggu Jelita sampai gadis itu menyadarinya sendiri.
Jelita menggeleng kepala, terserah Devita saja dia sudah lelah menghadapi orang-orang semacam itu. Seseorang duduk di sampingnya membuat Jelita menoleh.
"Jenggala." Orang yang di panggil Jenggala menoleh lalu memberikan sebuah cengiran lebar.
"Apa?"
"Kenapa nggak masuk sekolah ih?"
"Kenapa? Kangen yah?" Jelita mendengus.
"Ini kan udah waktunya Lo masuk sekolah lagi." Jenggala mengangkat bahunya.
Jelita menatap Jenggala dari ujung rambut sampai ujung kaki. Keningnya mengerut, ini Jenggala kan yang di lihatnya? Kenapa berbeda sekali dengan ke seharian yang di perlihatkan laki-laki itu. Rambut Jenggala yang panjang dan berantakan tersisir dengan rapih. Baju yang biasanya Jenggala pake, kaos di lapisi kemeja dan celana sobek-sobek sekarang tidak ada. Jenggala terlihat lebih dewasa dari sebelumnya.
"Lo ... pake jas?"
"Ganteng ya?" Jelita menganggukkan kepala.
Jenggala tertawa lalu mengacak rambut gadis itu, "Ikut gua yuk?"
"Kemana?"
"Udah ayo ikut aja." Jenggala menggenggam pergelangan tangan Jelita lalu bangkit dari duduknya.
Jelita hanya mengikuti langkah Jenggala yang berjalan ke sebuah mobil Jeep Wrangler SUV. Mulut Jelita menganga, dia tidak tahu harga mobil ini tapi ini seharga satu mobil Lamborghini. Kaki Jelita seketika berhenti yang justru membuat Jenggala pun ikut berhenti.
"Kenapa Je?"
"K-kita naik mobil ini?"
"Iya."
"M-mobil siapa ini?"
"Punya gua lah." Jelita menoleh kaget menatap Jenggala tidak percaya.
Jenggala tersenyum, "Nggak percaya yah?"
"B-bukan."
"Terus?"
"Kita mau naik mobil ini?"
"Iya."
"Ini kemewahan Jenggala. Gua naik angkot aja deh." Jelita akan melepaskan diri namun Jenggala meraih bahu sempit Jelita.
"Udah ayo masuk." Jenggala mengiring Jelita masuk ke dalam mobil.
Membuka pintu mobil lalu mendorong gadis itu untuk masuk. Jenggala memasangkan safety belt nya lalu menutup pintu mobil. Jelita menatap isi mobil dengan tatapan tidak percaya. Jujur yah walaupun Jelita bisa di katakan anak orang kaya tapi orang tuanya slalu tahu caranya berlaku sederhana. Walaupun di rumah ada beberapa mobil milik sang Papa tapi tetap saja Mamanya pun kalau pergi kemana-mana naik angkot atau taxi padahal Mamanya bisa mengendarai mobil. Jika di tanya kenapa, Mamanya suka menjawab lebih seru naik angkutan umum menikmati duduk bersama dengan yang lain. Kecuali memang sedang dalam keadaan emergency Mamanya akan pergi berkendara seorang diri.
"Mau kemana kita?" Jelita bertanya saat Jenggala sudah duduk di sampingnya.
"Udah ikut aja." Setelah mengatakan itu mobil bergerak pergi meninggalkan halte tempat dimana angkutan umum ngetem.