Anya melipat kedua tangannya didada. Pandangan matanya lurus, menatap seorang perempuan yang berlarian menuju mereka. Dari balik kaca mobil Kamarudin, Anya meminta sang empunya kendaraan untuk turun. “Kamu ngajakin, mantan kamu, dinner juga?!” “Tidak, Anya. Untuk apa saya mengajak dia segala. Makan malam ini khusus keluarga.” Kamarudin memalingkan wajahnya pada kaca mobilnya yang diketuk. “Mungkin kebetulan. “Bulshit! Nggak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Aku bisa hamil aja ada sebabnya.” Perdebatan calon pasangan resmi tersebut diinterupsi dari luar. Keduanya mendengar seruan Michelin, yang meminta Kamarudin turun. “Urusin dulu sana! Aku nggak mau keluar kalau dia masih disitu.” “Oke,” singkat, padat dan jelas. Kamarudin tidak mencoba membujuk, apalagi bertahan dengan alasa