Bagian 4

1743 Words
Gia POV Weekend ini CEO perusahaan mengadakan meeting rutin yang dilakukan tiap tribulan jadi ini adalah pertama kalinya aku mengikuti meeting ini. Mas Ardi bilang seharusnya ini adalah meeting untuk para pimpinan divisi atau penanggung jawab perkebunan yang dimiliki perusahaan namun karena pencapaian perkebunan Chrysant yang berkembang sejak aku menggunakan teknologi baru jadilah aku harus ikut meeting ini. Perusahaan ini memiliki 3 pabrik pengolahan dan 4 perkebunan yaitu perkebunan bunga Chrysant, perkebunan teh, perkebunan bunga Rosella dan perkebunan chamomile. Mas Ardi mengatakan CEO perusahaan ingin aku memberikan presentasi tentang teknologi yang aku pakai pada bunga Chrysant agar bisa di aplikasikan pada perkebunan yang lain hingga bisa mempersingkat waktu tanam hingga panen. Aku berjalan bersisian dengan mas Ardi memasuki ruang meeting, sudah banyak kepala divisi yang datang, mas Ardi mengajakku duduk di tempat paling belakang karena semua kursi sudah hampir terisi. Aku hanya menurut saja dengan apa yang dikatakan mas Ardi, aku memainkan ponselku menunggu CEO datang. Ruang meeting yang tadinya berisik suara obrolan tiba tiba sepi dan aku yakin pasti CEO sudah datang hingga mereka semua terdiam. Aku mengangkat kepalaku yang sejak tadi menunduk dan melihat seperti apa CEO perusahaan, mataku membola saat tahu siapa yang berjalan menuju podium, dia adalah sensei Arsyanendra. Ya Tuhan betapa sempit dunia ini, saat di Dojo dia jadi sensei kami, dan beberapa hari lalu aku juga bertemu dengannya di cafe. Sekarang malah dia adalah CEO dimana aku bekerja. Ia mulai berbicara dengan penuh wibawa tentang kinerja beberapa divisi juga pada divisi perkebunan Chrysant dimana aku adalah bagian didalamnya. Sensei Arsya... maksudku pak Arsyanendra memanggil mas Ardi untuk maju ke depan ruang rapat, mas Ardi yang duduk di sebelahku berjalan mendekati pak Arsyanendra dan mengatakan tentang perkembangan perkebunan, dan demi apa mas Ardi malah memanggil namaku untuk maju ke depan. Aku hanya melongo tak percaya kenapa aku harus maju, aku bukan siapa siapa disini, hanya bawahan yang kebetulan berhasil menerapkan teknologi pada bunga Chrysant. Mas Ardi memanggil namaku sekali lagi, dengan terpaksa aku berdiri dan berjalan ke depan. Aku merasa semua mata tertuju padaku, aku edarkan pandanganku pada mereka saat berjalan ke depan aula meeting, mereka saling berbisik dan memandang sinis padaku. Aku tahu pandangan itu, pandangan tak percaya dan meremehkan. Ya aku memahami hal itu, mereka pasti tidak percaya dengan informasi yang mereka terima tentang keberhasilanku namun aku tidak boleh terintimidasi, dengan wajah tegak terangkat aku melangkah mendekati mas Ardi. Aku kemudian berdiri di sebelah mas Ardi, aku memandang pada pak Arsya dan mengangguk hormat, matanya tajam menatapku membuatku merasa sedikit terintimidasi, aku mengalihkan pandanganku pada audience rapat yang juga menatapku. Mas Ardi memberikan Microphone padaku. Awalnya aku merasa gugup namun lama kelamaan aku mulai relaks dan dengan perlahan menjelaskan tentang teknologi yang aku pakai dalam penanaman bunga Chrysant yang dapat mempersingkat waktu hingga panen bisa dilakukan lebih cepat. Aku menjelaskan kurang lebih setengah jam, setelah itu pak Arsya mempersilahkan aku dan mas Ardi kembali ke tempat duduk kami. Oooo----oooO Aku melangkah masuk dalam kamar yang aku tempati, jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, aku letakkan tasku di sudut kamar kemudian melangkah masuk dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah selesai mandi aku segera membaringkan tubuhku di ranjang, tanpa menunggu waktu lama aku pun sudah terlelap. Hari ini aku akan berlatih ke Dojo, karena kesibukan pekerjaan di perkebunan aku memilih berlatih sekali seminggu yaitu setiap weekend, dan biasanya di hari Minggu hanya ada beberapa orang saja yang berlatih karena kebanyakan memilih weekday untuk berlatih, itu lebih baik karena aku akan lebih fokus berlatih. Aku segera mandi dan bersiap, tak butuh waktu lama aku sudah melangkah keluar dari rumah Elsa, beberapa hari ini Elsa ada perjalanan bisnis ke luar kota jadi aku hanya seorang diri di rumah walau banyak art di rumah ini tapi mereka sibuk dengan pekerjaan mereka masing masing. Aku naik ojek online untuk pergi ke Dojo yang berjarak 25 menit dari rumah Elsa, saat aku sampai di depan Dojo, Dojo terlihat sepi, aku lihat hanya ada 3 orang yang sedang berlatih, aku bergegas masuk dan menuju ruang ganti wanita, aku berganti dengan kostum kebesaran karate ku. Aku segera keluar dari ruang ganti namun langkahku terhenti saat melihat teman temanku yang tadi berlatih sendiri sendiri sudah berbaris di hadapan sensei Arsyanendra. Oh my God kenapa ada dia dimanapun, dengan perlahan aku melangkah dan berdiri di sebelah teman temanku dan menghadap ke sensei Arsyanendra yang sedang berdiri tegak dengan posisi siap. Untungnya aku bukan perempuan seorang diri, ada gadis lain yang berlatih hari ini, 2 temanku yang lain adalah laki laki. Sensei Arsyanendra meminta kami melakukan pemanasan terlebih dahulu setelah itu kami diminta saling berlatih dan melawan satu sama lain. Di ujung matras kanan 2 teman laki lakiku sedang berlatih dengan bertanding dan disini ini aku sedang bertanding dengan Hera, aku mulai memasang kuda kuda dan mulai menyerang Hera dia bisa menangkis seranganku. dan sebaliknya ia juga mulai menyerangku, tak jauh dari kami sensei Arsyanendra mengawasi kami. Setelah selesai, kami beristirahat dengan duduk di matras sambil ngobrol ringan, sesekali di selingi candaan, sensei Arsyanendra sudah berlalu sejak tadi ke ruangan sensei Salman entah apa yang dilakukannya aku juga tidak mau tahu karena itu bukan urusanku. Aku baru tahu jika Hera, Glen dan Gio bekerja di satu perusahaan yang sama dan perusahaan mereka berada tak jauh dari Dojo ini. "Gimana kalau dari sini kita makan bareng, hitung hitung kita bisa nambah teman kan diperantauan ini," Glen menawarkan untuk makan bersama. Aku, Hera dan Gio setuju saja karena memang hari ini kami masing masing tidak ada acara khusus. Kami pun menuju ruang ganti untuk mandi dan berganti pakaian, aku dan Hera menuju ruang ganti wanita sedangkan Glen dan Gio menuju ruang ganti pria. Setengah jam kemudian aku dan Hera keluar dari ruang ganti, Glen dan Gio sudah menunggu di depan ruang ganti. "Kalian berdua lama banget sih," gerutu Gio padaku dan Hera. "Ya elah Gio, namanya juga cewek. Eh tunggu, Gia Gio mirip sih nama kalian jangan jangan kalian jodoh lagi," goda Hera padaku dan Gio Aku baru sadar jika namaku sama persis dengan Gio hanya beda A dan O saja. "Sok tau lo," jawabku "Udah udah malah ribut disini, kita udah ditungguin sensei Arsyanendra tuh didepan," ucap Glen membuatku dan Hera menatapnya heran. "Hah.... Sinsei Arsyanendra, mau apa?" Tanyaku terkejut "Tadi beliau keluar dari kantor sensei Salman terus lihat kita kok belum pulang, kita jawab deh kalau mau makan makan eh dia menawarkan mau traktir kita, ya sudah kita iyess aja," ucap Gio "Ih dasar kalian, suka banget kalau ada gratisan," omel Hera "Halah...kamu juga suka kan kalau kita makan sama sensei Arsyanendra, hayo bilang nggak?" "Iya sih, kapan lagi kita bisa deket deket sama sensei Arsyanendra, iiih gak sabar mau cerita sama teman teman kalau kita hang out sama sensei Arsyanendra," ucap Hera senang dengan senyum gembira. "Udah ayo, sensei udah nunggu di depan." Kami pun melangkah keluar dari Dojo dan mendekati sensei Arsya yang sedang menunggu di samping mobil dengan bersandar pada pintu mobilnya, terlihat cool memang pantas banyak gadis tergila gila padanya, tapi untung saja aku tidak termasuk dalam jajaran gadis gadis yang memujanya. Kemarin saja aku pernah melihatnya dengan dua wanita berbeda pasti masih ada yang lain. Dia meminta kami masuk dalam mobilnya yang untungnya adalah Pajero sport yang muat banyak orang, tapi aku heran kenapa ia menyetir sendiri, Bukannya CEO itu orang sibuk dan sopir adalah salah satu hal yang dibutuhkannya. Hera dengan cepat membuka pintu penumpang di samping pengemudi yang artinya ia duduk di sebelah sensei Arsyanendra sedangkan aku, Gio dan Glen duduk di belakang. Sensei Arsyanendra membawa kami ke sebuah resto mewah, dan tentunya teman temanku hanya menurut saja, begitupun aku, karena aku juga merasa tidak enak mau menolak ajakan pak Arsya eh sensei Arsya aaah.... aku bingung harus panggil dia apa, dia sensei ku di Dojo juga atasanku pemilik perkebunan. Sensei mengajak kami memasuki ruangan khusus di resto itu yang jelas itu adalah ruang VVIP dan tak semua orang bisa masuk ke ruangan itu. Kami kemudian duduk mengelilingi meja bulat di ruangan VVIP itu, baru kali ini aku memasuki ruang VVIP sebuah restoran yang memang benar benar mewah, ada layar TV LED besar, juga kamar mandi. Sensei Arsyanendra mempersilahkan kami memesan makanan sedangkan beliau fokus pada ponselnya. "Kita pesan makanan yang mahal Gia, Kapan lagi kita ditraktir di tempat mewah seperti ini," bisik Hera padaku, dia memang duduk disebelahku yang berhadapan dengan sensei Arsyanendra. "Jangan Hera, pesan yang biasa kamu makan aja, kalau kamu pesan yang mahal kemudian tidak sesuai lidah kamu ntar mubazir tahu," ucapku padanya. Aku lihat menunya memang harganya tidak main main, tidak akan terjangkau kantong karyawan seperti aku dan teman-temanku. Aku memilih menu yang familiar di otakku, entah apa yang di pesan Hera dan yang lain. Menu yang aku pesan adalah ikan bakar pedas dan air mineral. Saat pesanan kamu datang, Hera menatap heran pada menu pesananku. "Gia......serius kamu pesan itu? Makannya kan sama tangan," tanya Hera "Aku sudah biasa kali Her makan pakai tangan, by the way itu lebih sehat dari pada pakai benda logam itu," jawabku menunjuk sendok ditangannya. Sepertinya sensei Arsyanendra juga berfikir sama dengan Hera soal makananku karena ia menatap aneh padaku juga pada ikan bakar di depanku namun ia kembali fokus pada ponselnya. Kami pun makan dalam diam tapi sesekali kami ngobrol ringan jangan tanya reaksi sensei Arsyanendra, dia hanya fokus pada makanannya saja. Setelah selesai kami mengucapkan terima kasih dan pamit pulang, sensei Arsyanendra hanya mengangguk dengan senyum samar. Kamu keluar resto dalam keadaan kenyang. "Kamu aneh Gia, di traktir makan di resto mewah malah pilih ikan bakar, pilih yang mahalan dikit kek," gerutu Hera padaku saat kamu berdiri menunggu taksi di depan resto, sedangkan Glen dan Gio sudah pulang. "Kalau aku pesan menu mahal terus di lidah aku nggak enak percuma malah nggak kemakan Hera." "Ya ya ya terserah kamu, aku duluan ya Gia bye," Hera masuk ke sebuah taksi yang ia hentikan. Aku menunggu ojek online tapi dari tadi tidak ada yang ambil orderanku, terpaksa aku langkahkan kakiku menyusuri trotoar, itung-itung melemaskan kakiku dan membakar kalori dari makanan yang aku makan tadi. Baru 100 meter aku berjalan sebuah mobil berhenti, dan aku mengenal mobil itu karena baru saja aku ikut duduk di dalamnya. Kaca mobil penumpang turun dan wajah sensei Arsyanendra terlihat jelas. Aku hanya diam tak tahu harus apa. "Masuk..." Perintahnya padaku Aku masih mencerna ucapannya saat ia berkata lagi. "Gia...ayo masuk." Ucapan terakhirnya membuatku sadar bahwa memang dia memintaku masuk dalam mobilnya dan konyolnya aku pun menurut dan membuka pintu penumpang dan masuk dalam mobilnya. Lynagabrielangga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD