Bagian 5

1540 Words
Gia kikuk berada satu mobil dengan Arsya, itu karena saat ini mereka hanya berdua saja dalam mobil Arsya. "Maaf pak, apakah ada yang ingin bapak bicarakan dengan saya? Kalau tidak ada lebih baik saya turun disini," ucapku kikuk. Arsya tak menjawab pertanyaan Gia, ia menoleh sekilas pada Gia kemudian fokus kembali dengan jalanan didepannya. "Saya ingin bertanya sesuatu sama kamu, tapi nanti di tempat yang tepat," jawab Arsya yang membuat Gia mengangguk mengerti tapi ia penasaran dengan apa yang akan ditanyakan oleh bosnya itu. Mobil Arsya memasuki pintu gerbang sebuah perkebunan, Gia mengedarkan pandangannya dan mendapati ia dibawa Menuju perkebunan chamomile. Arsya memarkirkan mobilnya di area parkir yang ada di perkebunan itu. Arsya turun dari mobil begitu pula Gia, Arsya mendekati security yang sedang berjaga dan berbicara sesuatu padanya sedangkan Gia masih berdiri di sebelah mobil Arsya. Gia mengagumi perkebunan chamomile yang membentang luas, ia melangkahkan kakinya mendekati hamparan chamomile itu, perkebunan itu tampak lengang sepertinya hari ini pekerja sedang libur, berarti disemua perkebunan milik Arsya hari Minggu pasti libur. "Sorry kamu menunggu lama, begini tujuan saya mengajak kamu ke sini adalah untuk menanyakan beberapa langkah agar perkebunan chamomile ini bisa seperti perkebunan Chrysant yang kamu kelola, sebentar lagi pak Hary akan datang, beliau penanggung jawab perkebunan chamomile ini," ucap Arsya. "Iya pak." Tak lama pak Hary yang di tunggu pun datang. "Selamat sore pak Arsya. Tumben hari libur begini datang ke perkebunan?" Tanya pak Hary. "Iya saya ingin pak Hary belajar teknologi pertanian pada Gia untuk di aplikasikan pada perkebunan chamomile ini." "Baik pak Arsya." Pak Hary mengajak Gia memasuki kebun chamomile dan bertanya semua hal yang berhubungan dengan teknologi yang ia pakai. Sedangkan Arsya mengikuti di belakang pak Hary dan Gia. Diam diam Arsya mengagumi Gia, seorang gadis mau bekerja di perkebunan berpanas-panasan, yang jelas akan membuat kulitnya terbakar, Arsya juga mendengarkan penjelasan Gia pada pak Hary. Mudah dimengerti menurut Arsya dan pasti pak Hary akan memahaminya. Sesekali Gia menyeka keringatnya yang membasahi dahinya, masih terus berbicara dengan pak Hary, sesekali ia tertawa renyah saat ada kata kata pak Hary yang jenaka. "Terima kasih ya pak sudah mau menerima saran dari Gia." "Saya yang harus berterima kasih mbak Gia karena mbak Gia mau berbagi ilmu pada saya." "Saya yang berterima kasih juga minta maaf pada bapak, harusnya saya yang lebih muda meminta bimbingan dan ilmu dari pak Hary tapi malah saya yang sok tahu dan ngajarin bapak," jawab Gia takzim. "Saya kagum deh sama mbak Gia, udah pinter rendah hati lagi," "Ah pak Hary berlebihan." "Saya terima kasih mbak Gia, ilmunya akan segera saya terapkan di perkebunan chamomile ini." "Baik pak, saya pamit dulu sudah sore," ucap Gia dan melangkah meninggalkan pak Hary. Arsya yang sedang menelepon menutup sambungan teleponnya dan melangkah mendekati Gia. "Sudah selesai?" "Sudah pak, kalau begitu saya pamit pulang," Gia akan melangkah meninggalkan Arsya tapi langkahnya terhenti oleh ucapan Arsya "Tunggu..., Biar saya antar kamu pulang." "Tidak usah pak, saya bisa naik taksi." "Jangan... hari sudah mulai malam, saya akan antar kamu." Dengan terpaksa Gia mengikuti langkah Arsya menuju mobilnya dan naik di kursi penumpang di sebelah Arsya. Arsya melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah jalanan. "Maaf saya meminta kamu bekerja di hari libur seperti ini." "Tidak apa-apa pak, saya rasa itu tadi tidak termasuk dalam jam kerja kan, saya hanya berbicara beberapa saat dengan pak Hary." "Tidak bisa, saya akan menganggap itu adalah lembur kamu, oke?" "Tapi pak..." "Saya tidak menerima penolakan," ucap Arsya menatap Gia sejenak kemudian kembali fokus ke jalanan di hadapannya membuat Gia menghela nafasnya. Sifat bossy pimpinannya ini mulai terlihat, tapi Gia maklum karena sifat seorang pimpinan pasti seperti itu. "Rumah kamu dimana?" "Saya tinggal di rumah sahabat saya pak di perumahan depan itu," tunjuk Gia pada sebuah gerbang perumahan. Arsya membelokkan mobilnya ke perumahan yang di tunjukkan oleh Gia, Gia menunjuk rumah Elsa dan mobil Arsya pun berhenti di depan gerbang rumah Elsa. "Bukankah ini rumah Elsa?" batin Arsya menatap rumah megah yang menjulang dihadapannya. "Terima kasih pak sudah mengantarkan saya pulang." "Sama sama." ~~~ ~~~ Gia sibuk memberikan arahan pada beberapa pekerja yang sedang panen lanjutan pada bunga Chrysant, ia memakai kaos lengan panjang dan celana panjang tak lupa topi tapi bukan topi lebar untuk melindunginya dari sinar matahari tapi topi baseball biasa agar matanya tak silau ia bahkan tak memakai kacamata hitam. Kegiatan Gia itu tak luput dari pandangan seseorang, Arsya berdiri menatap Gia intens, ia bahkan mengabaikan panggilan Ponselnya yang terus berdering. Ia tersenyum saat melihat Gia sesekali tertawa bersama para pekerjanya. Para pekerja heran kenapa CEO pemilik perkebunan dimana mereka bekerja bisa datang ke perkebunan di awal Minggu, padahal dalam sebulan hanya sekali bos mereka itu datang tapi bulan ini saja sudah 4 kali datang. Arsya bergegas menaiki mobilnya dan melajukan mobilnya keluar dari perkebunan Chrysant karena Anggika, sekertarisnya sudah menghubunginya berkali kali. Hari ini ada meeting dengan direksi  sehingga ia harus segera sampai di kantor. Gia masih berkutat dengan pekerjaannya dan tidak sadar jika Arsya datang untuk mengawasi pekerjaannya, ia masih fokus dan berkutat dengan hamparan bunga Chrysant. "Gia..." "Mas Ardi." "Kamu kenapa nggak pakai topi lebar seperti yang lain sih, panas loh." "Nggak mas, ribet pakai topi lebar." "Aku heran deh, pagi pagi di awal Minggu gini bos besar sudah meninjau kesini." "Hah.....pak Arsya kesini?" "Iya sebentar tadi, udah balik sih, tapi aneh aja loh dia itu jarang datang ke perkebunan miliknya Maximal aja 2 bulan sekali tapi bulan ini aja sudah 4 kali dia datang." "Lalu masalahnya apa mas, ini kan perkebunan miliknya, wajar dia sering kesini." "Tapi aku masih merasa aneh saja, oh ya Gia nanti pulang kerja aku mau ajak kamu makan malam bersama." "Makan malam?" Gia menatap Ardi penuh tanda tanya. "Hari ini aku ulang tahun jadi aku mau ajak kamu dinner." "Oke, sama teman teman yang lain kan?" "Enggak, kita berdua saja, mau kan?" Gia tertegun, ia bukan orang bodoh yang tidak tahu apa artinya jika seorang pria mengajak wanita makan malam berdua saja, apalagi Ardi pernah menyatakan perasaannya. Tapi ia juga merasa tidak enak jika menolak ajakan Ardi. "Baiklah." "Good, aku jemput kamu ya?" "Eh...nggak usah mas, kita ketemu di tempat makannya saja, soalnya aku kan tinggal di rumah teman aku jadi aku merasa nggak enak aja kalau dijemput." "Ya sudah kita ketemu di resto jam 7 ya?" "Ok." jawab Gia tersenyum pada Ardi kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya. ~~~ ~~~ Gia membuka lemari pakaiannya, ia melihat satu persatu bajunya kemudian ia menggelengkan kepalanya. Baju yang ia punya hanya celana panjang, celana pendek selutut, T shirt, dan kemeja. Sedangkan ia harus memakai setelan yang cocok untuk dinner, tidak mungkin jika ia harus memakai celana dan kemeja. "Hei......lagi ngapain sih dari tadi bengong di depan lemari pakaian?" Gia terkejut tiba tiba Elsa sudah berada di belakangnya. "Echa, bikin kaget aja kamu ah," "Habis elo nggak biasanya bengong gitu, ada apa?" "Ini...gue diajak teman dinner tapi Gue nggak punya outfit yang pas." "Cie mau ngedate ya, asyik Gia udah punya pacar." "Semprul...bukan pacar tapi teman." "Mana ada teman ngajak temannya dinner kalau nggak ada perasaan?" Gia terdiam mendengar ucapan Elsa yang ada benarnya. "Sebenarnya dia sudah mengatakan kalau dia mau dekat sama aku, tapi aku bilang mau fokus ke pekerjaan dulu." "Pacaran itu bisa memberikan semangat lebih dalam bekerja tahu, yakin deh." "Udah ah malah ngomongin pacaran, bagaimana ini bajunya?" "Makanya jangan terlalu tomboy kenapa, jadi pusing kan. Ayo ..." Elsa menarik lengan Gia menaiki tangga menuju kamarnya, Elsa membuka salah satu pintu di sudut kamarnya yang merupakan ruangan wardrobe miliknya. Ia mengajak Gia masuk ke dalamnya "Elo pilih deh yang cocok buat elo." "Yaelah Cha, aku mana mengerti beginian." "Ya Tuhan ... susah ya kalau punya temen nggak feminim," gerutu Elsa, ia kemudian memperhatikan Gia beberapa saat dan berjalan lebih ke dalam dan menemukan gaun yang cocok buat Gia. "Pakai ini," Elsa menyodorkan sebuah gaun berwarna soft dan membantu Gia memakai gaun tersebut, namun Gia terbelalak saat gaun itu sudah terpasang sempurna ditubuhnya. "Baju apaan nih? kelihatan semua nih pundak gue, nggak mau ah," Gia mencoba melepas pakaian yang sudah menempel di tubuhnya. "Aduh jangan dilepas Gia, ini udah gaun aku yang paling tertutup, mau aku carikan yang lebih terbuka?" tanya Elsa.  "Enggak enggak ....ini aja, ya udah gue pergi," Gia melangkahkan kakinya keluar dari ruang wardrobe Elsa namun tangannya di tahan Elsa. "Apalagi Cha?"  "Pakai sepatu ini, gue yakin elo nggak punya high heels," Elsa menyodorkan Heel 7 cm.  Gia akan membuka mulutnya tapi Elsa mendahului bicara.  "Udah nggak usah protes, ini heels aku paling pendek," ucap Elsa saat Gia akan protes. ~~~ ~~~ Dengan langkah pelan Gia memasuki resto dimana Ardi mengajaknya dinner, diedarkannya pandangan menyapu sudut resto, ia lihat Ardi sudah duduk di sudut resto dan melambaikan tangan padanya. Gia melangkah mendekati meja Ardi. Ardi memandang Gia dengan tatapan terpesona dengan mata tak berkedip. "Mas Ardi.....kok bengong?" "Eh....enggak Gia, ayo duduk, kamu cantik sekali." "Mas Ardi bisa aja, happy birthday ya mas," Gia mengulurkan tangannya menjabat tangan Ardi dan menyodorkan kado. "Kok pakai kasih kado segala sih Gia." "Nggak apa apa mas, aku yang makasih sudah di traktir makan malam." Ardi terdiam, mentraktir Gia makan malam karena hari ini ulang tahunnya adalah alasan yang ia buat agar bisa dinner berdua dengan Gia. Setelah selesai dinner Ardi dan Gia ngobrol ringan sambil menikmati makanan penutup. Lynagabrielangga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD