CHAPTER-4. MY BED PARTNER.

2256 Words
CHAPTER-4. MY BED PARTNER. MIDNIGHT membuka kelopak mata perlahan kala cahaya matahari menerpa wajahnya. Untuk sesaat pandangannya mengabur dan ia kembali menutup mata. Butuh beberapa saat lagi bagi Midnight untuk beradaptasi dengan cahaya yang datangnya dari jendela besar di dekat ranjangnya. Midnight mengedarkan pandangan dan menemukan sesosok pria berdiri menghadap ke luar. Rambut pirangnya tampak keemasan disiram sinar mentari, punggungnya tegap seolah ia selalu waspada dan genggaman tangannya pada bingkai jendela cukup kuat. Tanpa ia sadari ujung bibirnya terangkat hingga membentuk senyum simpul yang cukup manis. Ia mengenali pria itu sebagai pembunuh kakaknya, tetapi kenapa rasanya begitu nyaman berada di dekat Brady? Entahlah. Keberadaanya saat ini mengingatkan Midnight akan apa yang sebelumnya menimpa dirinya. Ia telah melakukan tidakan terbodoh dalam hidupnya. Menantang Brady untuk balapan dan berakhir dirinya berada di rumah sakit dalam keadaan yang cukup buruk. Ia merasakan kepalanya dililit oleh perban, terdapat cervical collar di leher dan yang lebih buruk adalah gips yang membalut kaki kanannya. Meskipun ingin sekali rasanya Midnight menyalahkan Brady atas apa yang terjadi padanya, ia tetap tidak bisa serta merta melakukan hal itu. Bagaimana pun ia punya andil cukup besar dalam kecelakaan ini. “Hey,” suara baritone yang anehnya menenangkan itu menyadarkan Midnight dari lamunannya. Ia mengangkat wajah dan menemukan Brady berjalan ke arahnya. “Kau sudah bangun?” tanya pria itu lembut. Midnight hanya mengangguk, canggung dan kebingungan menghadapi situasi saat ini. Brady sengaja menabraknya dan mungkin ingin membunuhnya juga, tetapi kenapa justru pria ini yang sekarang ada di sini bersamanya? Di mana Elliot dan adiknya? “Kau mencari Dalton?” tanya pria itu lagi dan langsungb diangguki oleh Midnight. “Dan Elliot?” Midnight hanya bisa mengangguk. Percuma saja mendebat Brady. “Dalton ada kelas pagi hari ini dan aku mengusir Elliot sejak dia berniat membantumu saat kau jatuh.” Katanya jujur. Midnight tahu pria itu tidak sedang berbohong, terlihat jelas dalam sorot matanya. “Kenapa kau melakukannya?” “Mengusir Elliot?” Brady berhenti tak jauh dari ranjang dan mengusap lembut pipi Midnight. “Aku tidak suka melihatnya Elliot. Kukatakan padamu, karena aku yang telah membuatmu seperti sekarang, maka aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku. Aku akan merawatmu sampai kau sembuh. Kau di bawah pengasawanku, Mid.” Midnight tidak setuju dengan ide itu. Ia tidak membutuhkan Brady untuk mengawasinya. Dan karena dia sudah kalah, maka ia tidak lagi bisa memaksa Brady mengakui kalau dia telah membunuh kakaknya. “Kau tidak perlu repot-repot melakukannya.” “Aku sama sekali tidak pernah merasa direpotkan, Mid Kecil.” “Kau juga tidak boleh memanggilku ‘Mid’. Panggil aku Emmaline.” “Dalton dan Drake memanggilmu ‘Mid’ bukan Emmaline. Lalu kenapa aku tidak boleh melakukannya?” “Aku-“ “Tidak ada alasan kau melarangku memanggilmu seperti itu. Aku bukan pria yang sudah ditentang, menurtlah!” ujar Brady angkuh. Angkuh! Seharusnya Midnight menyadari hal itu sejak awal. Brady pria angkuh, sombong dan memiliki paras rupawan bak Dewa-Dewa Yunani. Jika pria itu jelmaan dari Dewa, siapakah kira-kira dia? Zeus? Poseidon? Atau- “Mid?” Kesal karena lamunannya diputus, Midnight akhirnya membentak. “Sudah kubilang jangan panggil aku ‘Mid’!” “Sudah kubilang aku akan terus melakukannya,” sahut Brady tenang. “Kau memikirkan aku?” “Ha?” kening Midnight mengerut dalam. Meski kenyataannya memang seperti itu, ia tidak mau mengakuinya terang-terangan di depan Brady. Keangkuhan pria itu akan meningkat sebanyak seratus persen jika hal itu terjadi. Midnight menetralkan degup jantungnya. “Aku akan pulang setelah Dalton menjemputku.” Brady menggeleng tidak setuju. “Kenapa kau keras kepala sekali? Aku yakin Drake kesulitan mengendalikanmu.” Kesal dengan tuduhan Brady, Midnight menyerang balik pria itu. “Kau jauh lebih keras kepala jika dibandingkan denganku, Brady! Kau angkuh, sombong dan menyebalkan! Kau pikir siapa dirimu? Kau mungkin bintang di tengah lintasan balap, tapi kuyakinkan dirimu kalau kau tidak lebih dari seorang b******n! Kau tidak berguna! Kau…” Midnight berhenti sejenak untuk mengambil napas. “Kau penjahat kelamin yang hanya memanfaatkan wanita sebagai pelampiasan!” dadanya kembang kempis setelah mengucapkan serangkaian sumpah serapah kepada Brady. Kau keterlaluan, Mid. Katanya pada diri sendiri. Keheningan membungkus ruangan itu cukup lama. Midnight membuang muka dan memilih menatap jendela, tetapi Brady enggan mengalihkan tatapan darinya. Selama beberapa saat Midnight berpikir Brady akan bosan melihatnya seperti itu, tetapi perasaannya mengatakan kalau pria keras kepala itu tidak akan mengalihkan perhatian darinya. Kesal dengan tingkah laku Brady, akhirnya Midnight kembali memusatkan perhatian pada pria itu. “Sudah?” tanya Brady tanpa rasa bersalah sedikit pun. “Apa maksudmu?” tanya Midnight ketus. “Sudahkah kau puas mencaci-maki aku?” Midnight memicingkan mata. “Semua caci-maki itu tidak akan cukup untuk menggambarkan betapa buruknya dirimu.” Bukannya membantah ucapan Midnight, Brady justru duduk di sisinya dan berkata. “Lalu, kenapa kau berhenti? Tolong lanjutkan dan aku akan duduk di sini sepanjang hari untuk mendengar sumpah serapah, umpatan dan caci-maki darimu, Mid.” Kening Midnight mengerut dalam. Bagaimana Brady bisa bersikap seperti itu padanya? Apakah Brady tidak tersinggung dengan semua yang dia ucapkan tadi? Atau pria itu memang tidak punya malu? “Mid, teruskan. Jangan berhenti sebelum kau puas.” Bisiknya penuh godaan. Sial! Midnight mengumpat dalam hati. Kenapa Brady justru mengedipkan sebelah mata padanya? Apakah pria itu sedang berusaha untuk merayunya? Tidak! Sampai kapan pun ia tidak akan pernah jatuh ke dalam pesona pria b******k seperti Brady. Tidak akan! “Aku tidak akan membuang tenagaku hanya untuk berbicara denganmu.” Brady tersenyul kecil, ia lalu berdeham. “Aku menyuruhmu melanjutkan seranganmu. Bukan untuk berbincang denganku. Tapi kalau kau ingin kita berbincang layaknya sepasang kekasih, aku punya cukup banyak waktu untuk kita.” “Kekasih?” ulang Midnight tidak percaya. “Ya. Kita.” Brady memajukan wajah dan berbisik lirih di telinga Midnight. “Aku bisa membayangkan betapa hebatnya dirimu di atas ranjang.” Kedua bola mata Midnight melebar sempurna mendengar hal itu. Ia menatap tajam Brady sembari berkata, “Kau benar-benar pria dengan otak paling kotor di dunia! Otak c***l! Brady gila!” jeritnya. Melihat tingkahnya, Brady tertawa terpingkal-pingkal. Pria itu memegangi perutnya yang mulai tidak nyaman karena terlalu banyak tertawa. “Kau lucu sekali.” Ucapnya setelah beberapa saat. “Bagaimana bisa kau menganggap aku gadis murahan yang mau tidur dengammu?!” seru Midnight galak. “Dengar, Brady, kau mungkin bisa membawa gadis mana pun ke ranjangmu. Tapi kupastikan mantra cintamu itu tidak mempan untukku.” Brady memandang Midnight penuh minat. “Berani taruhan?” tanyanya masih dengan sisa tawa. “Taruhan.” Ulang Brady. “Jika aku bisa membawamu ke ranjangku, maka-“ “Kau tidak akan bisa melakukannya.” Potong Midnight sedikit gugup. Membayangkan dirinya dan Brady berbagi ranjang membakar leher dan wajahnya. “Aku bukan gadis sembarangan.” “Aku tahu.” Brady tersenyum licik. “Kalau begitu, bagaimana kalau kita taruhan? Beri aku waktu tiga bulan. Jika waktuku habis, anggap saja aku kalah.” “Imbalannya?” Midnight mengangkat dagu. “Jika aku menang, mundurlah dari MotoGP.” “Jika aku yang menang, kau akan menjadi milikku untuk waktu yang kutentukan.” “Tawaranmu merugikanku. Kau akan membuangku saat kau mulai bosan.” “Kau pikir mundur dari MotoGP tidak merugikanku? Aku rela menukar nyawaku hanya untuk selalu berada di sana.” Brady tampak serius. Hal itu membuat Midnight tidak nyaman. Pembicaraan mereka sejak awal memang tidak pernah menyangkan, terlebih setelah Brady dengan sengaja menjatuhkannya di sirkuit. “Apa kau setuju?” tanya pria itu. Karena tidak punya pilihan lain, Midnigh akhirnya menjawab, “setuju.” “Dan karena kau sudah kalah dalam taruhan pertama kita yang kau buat sendiri, maka kau tahu apa yang seharusnya kau lakukan.” Brady berkata tegas. Midnight hanya meneguk salivanya kasar. “Kau curang.” “Ya. Aku curang dan aku tidak mau repot-repot menyangkalnya. Tidak ada kebohongan di antara kau dan aku, Mid. Aku curang karena aku ingin mengalahkanmu.” Sahut pria itu tanpa basa-basi. “Karena kau kalah, maka kau harus menuruti semua yang kukatakan.” “Tidak semua.” Elak Midnight. “Begitu peraturannya. Aku tidak akan memaksamu melakukan hal-hal bodoh. Tapi aku akan mengatur hidupmu mulai sekarang.” Brady berkata tegas. Midnight membuka mulut hingga membentuk huruf O. “Kau tidak bis-“ “I can do it, Midnight.” Ujar pria itu penuh penekanan. “Hal pertama yang harus kau lakukan adalah jauhi Elliot. Aku tidak mau melihatmu bersamanya lagi.” Midnight menggeleng tidak percaya. “Tidak, Brady. Kau tidak bisa melakukan itu padaku. Kau tidak bisa serta menajuhkan aku dari Elliot.” “Aku bisa.” Brady beranjak dari duduknya, pria itu melipat kedua tangan di depan d**a sembari memandang Midnight dengan tatapan mengintimidasi. “Aku akan menghancurkan karirnya jika kau bersikeras menemuinya.” Ucapan itu memicu Midnight untuk kembali berteriak, “Brady!” Brady mengambil Rach-sebuah alat komunikasi khusus yang diberikan oleh Bruce, kakaknya. Ia menekan benda pipih itu dan memperlihatkan layarnya pada Midnight. “Kau lihat, aku bisa mengandalkan orang-orangku untuk menghancurkan Elliot. Menyewa satu pembunuh bayaran bukanlah hal yang sulit untukku. Melenyapkan Elliot tanpa meninggalkan jejak adalah salah satu keahlianku. Jika kau berkeras menghubungi dia lagi, kau tahu apa yang akan terjadi.” Brady menurunkan pandangan dan menatap kaki Midnight dengan prihatin. “Nyawa Elliot taruhannya.” Rasa lelah menghujani Midnight dengan begitu kuatnya. Pagi ini ia terbangun di atas ranjang rumah sakit dan menemukan dirinya bersama laki-laki yang sangat ingin ia hancurkan. Semula Midnight mengira ia akan menang menghadapi Brady. Berbekal kemampuan mengendara yang pernah diajarkan oleh sang kakak, Midnight dengan penuh percaya diri menantang pria itu berduel. Sialnya, dia tidak membuat peraturan khusus mengenai balapan itu. Midnight tidak mempertimbangkan kalau pada akhirnya Brady akan bertindak curang dan membuatnya kalah. Kini, ia hanya bisa menyesal karena tidak berhati-hati dalam melangkah. Seandainya saja ia tidak gebabah, mungkin dia bisa menyusun rencana yang jauh lebih baik dari ini. Sekarang, dengan fisik terluka Midnight harus menghadapi Brady seorang diri. Jika dia meminta bantuan Elliot, maka yang terjadi selanjutnya adalah kehancuran Elliot. Dia tidak mau membuat pria itu hancur, apa yang terjadi dengan Drake sudah cukup membuat dunianya berubah kelam. Midnight tidak bisa membayangkan kalau ia harus kehilangan untuk kedua kalinya. Tiba-tiba benaknya terlempar pada saudara satu-satunya yang saat ini ia miliki. Dalton. Jika ia salah langkah lagi dalam menghadapi Brady, mungkin Dalton akan menjadi sentaja kedua setelah Elliot. “Jangan berpikir terlalu keras.” suara Brady mengembalikan perhatian Midnight pada pria itu. “Itu hanya Elliot.” “Hanya?” ulang Midnight kesal.  Brady tersenyum miring. “Ya. Hanya Elliot.” Tangan Midnight mengepal di sisi tubuhnya. “Jadi apa lagi yang kauinginkan dariku?” “Sesuai perjanjian, kau harus lakukan apa pun yang kukatakan. Ingat itu.” “Ya… ya… ya…” Midnight memutar bola mata karena jengah. “Aku akan selalu mengingatnya.” Brady menghela napas. “Aku akan membawamu pulang ke rumahku setelah kau sembuh. Kau akan tinggal bersamaku mulai sekarang.” Bagi Midnight, tinggal bersama Brady sama saja bunuh diri. Sampai kapan pun dia tidak akan sudi menginjakkan kakinya di rumah pria itu. Berdekatakan dengan Brady sudah cukup membuat jantungnya melompat-lompat tidak karuan dan emosinya sering tidak bisa dikendalikan. Apalagi jika harus setiap hari menghadapi pria itu, kesehatan mentalnya menjadi taruhan. “Aku tidak mau.” Ketusnya. “Aku sudah memutuskan, Mid. Kau di bawah kendaliku sekarang.” Kata pria itu tegas. Kendali. Rupanya selain senang memerintah Brady juga punya kecenderungan suka mengendalikan orang lain. Arogan sekali. “Tinggal bersamamu tidak termasuk dalam perjanjian kita.” “Apa pun.” Ujar Brady penuh penekanan. “Jika kau menolak, maka aku akan membawa Dalton-“ “Tidak.” Midnight memotong cepat. Tepat seperti dugaannya, kali ini pria itu menggunakan sang adik sebagai senjata. “Jangan libatkan adikku.” “Jadi kau setuju?” “Aku tidak punya pilihan, sialan!” “Aku bertanya, apakah kau setuju atau tidak?” Dengan terpaksa Midnight menjawab, “Setuju.” Sekali lagi, dia tidak punya pilihan. Ikut atau Dalton taruhannya. Sungguh sial nasib Midnight bertemu dengan pria macam Brady. Tidakkan Dewa Zeus berniat mengirim pria ini ke neraka? Brady kembali tersenyum kecil, pria itu terlihat menjilat bibir bawahnya sebelum kembali berkata. “Lagipula kau tidak bisa pulang dalam keadaan seperti ini, Mid. Kau butuh banyak pertolongan. Mana mungkin aku tega membiarkan Dalton merawatmu sendiri? Pria macam apa aku ini? Aku harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah kulakukan.” “Sekarang, kau menggunakan kata ‘tanggung jawab’ untuk memenjarakanku. Pintar sekali, Brady.” Sindirnya halus. Brady terkekeh geli. “Kau tahu kalau aku memang pintar sejak dulu. Kurasa ayahku mewariskan hal itu padaku.” “Dan bagaimana reaksi ayahmu jika dia tahu kau dengan sengaja menabrak seorang gadis? Apakah dia juga akan bangga padamu?” Brady mengedikkan bahu. “Percayalah, dia tidak akan tahu.” Ia menghela napas. “Aku akan menjelaskan bagaimana kondisimu, Mid. Semoga kau tidak terkejut.” Jujur saja, Midnight sama sekali tidak siap mendengar apa pun yang mungkin keluar dari mulut Brady. Namun ia juga perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya. Ada apa dengan kaki dan lehernya. Apakah itu buruk atau tidak? “Aku minta maaf, Mid. Kau mengalami cidera yang cukup serius dan terpaksa harus menggunakan cervical collar dan kakimu mengalami patah tulang. Itulah alasan kenapa ada gips di sana. Maaf membuatmu seperti ini. Kau tidak akan bisa beraktifitas selama beberapa minggu.” Brady menyentuh tangan Midnight dan langsung ditepis olehnya. “Aku sama sekali tidak menyangka dampaknya akan sebesar ini. Tapi kau tidak perlu khawatir, aku akan bertanggung jawab atas apa yang sudah kulakukan padamu. Seperti yang kukatakan tadi.”  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD