CHAPTER-21. I’M FALLING IN LOVE… WITH YOU.
BALI, INDONESIA.
MIDNIGHT nyaris menangis saat pertama kali menapakkan kakinya di sebuah hotel bernama Capella Ubud. Ia berjalan dengan sedikit gugup hingga terjatuh beberapa kali. Di sisinya, Brady menggandeng tangan Midnight dengan cukup kuat, sesekali menanyakan apakah dia baik-baik saja karena saat itu tubuhnya bergerat dan matanya berkaca-kaca. Jawabannya cukup jelas, Midnight sedang tidak baik-baik saja. Dia terlalu bahagia saat ini. Midnight ingat betapa dulu teman-temannya selalu mengolok-olok dirinya karena hampir tidak pernah melakukan perjalanan ke luar negeri dan mengunjungi tempat-tempat indah. Bali contohnya.
“Mid,” Brady merangkul bahunya. “Kau baik-baik saja?”
Midnight mengangguk, kepalanya masih terasa berputar. “Ya.”
“Tapi kau tidak terlihat seperti itu.”
Dengan berat hati, gadis itu mendongak. Menatap Brady dengan penuh penghargaan. “Aku hanya terlalu senang.” Akunya.
Mendengar pengakuannya, Brady mengeratkan pelukan di bahu gadis itu. Ia mengecup pucuk kepala Midnight sembari terus berjalan menuju kamar hotel mereka. “Akan kulakukan apa pun untuk membuatmu bahagia.”
Sebelah alis Midnight terangkat cukup tinggi setelah mendengar apa yang baru saha dikatakan oleh Brady. Ia mendongak dan pria itu membalas tatapannya. Keseriusan terlihat jelas di matanya. Brady mengulas senyum manis yang akan selalu diingat oleh Midnight sepanjang hidupnya.
“Aku serius mengatakannya.” Ujar Brady tulus.
“Brady,” Nada suara terdengar pilu bahkan di telinga sendiri. “Kau tidak perlu melakukannya.”
Mengabaikan ucapannya, pria itu memilih untuk menatap lurus ke depan. “Aku perlu melakukannya untuk orang yang paling berharga dalam hidupku.”
“Maaf?” Lagi-lagi pria itu membuatnya bingung dengan setiap kata yang keluar dari mulutnya. Sungguh! Midnight sama sekali tidak mengenal Brady yang saat ini berjalan dengannya.
Keheningan menyelinap di antara mereka. Brady enggan menanggapi apa yang baru saja dikatakan oleh Midnight. Pria itu memilih untuk fokus melihat pemandangan di sekeliling mereka. Setelah menunggu selama enam puluh detik lamanya, akhirnya Midnight memutuskan untuk tidak berbicara lagi. Ia melihat sekeliling, pemandangan yang disuguhkan hotel itu memang menakjubkan.
Setibanya mereka di bandara Ngurah Rai, Midnight dan Brady masih harus menempuh perjalanan selama 1.5 jam untuk sampai di hotel. Begitu mobil yang mereka tumpangi berhenti di sebuah jalan kecil yang hanya bisa dilalui sebuah mobil dengan gapura putih, Brady meminta Midnight untuk turun. Sebelumnya, Lennon dan anak buahnya telah lebih dulu sampai untuk memeriksa apakah Capella Ubud layak mereka tempati atau tidak. Terkadang, Midnight bertanya-tanya, kenapa Brady selalu membawa pengawal sebanyak itu? Setelah beberapa kali mengikuti perjalanan bisnis pria itu, Midnight tidak melihat pembalap lain melakukan hal serupa.
Dua hari lalu, setelah rangkaian balapan di Malaysia selesai, Brady membawanya menikmati beberapa destinasi wisata yang ada di negeri jiran tersebut. Perjalanan mereka sama seperti biasanya, menyenangkan. Bagian terbaiknya adalah saat Brady lagi-lagi menjadi pemenang dalam balapan yang hari itu. Kemenangan itu dipersembahkan untuk dirinya, hal itu sekali lagi melelehkan hati Midnight yang telah berubah lembek seperti slime.
Hari ini jadwal mereka berlibur ke Indonesia sebelum bertolak ke Valencia, di mana balapan terakhir akan digelar. Waktu yang mereka miliki memang tidak banyak tetapi Brady ingin membuat liburan mereka berkesan. Pria itu meminta Lennon mencari tahu hotel mana yang layak untuk mereka tempati selama berada di bali dan pilihannya jatuh pada Capella Ubud.
Tidak dipungkiri kalau awalanya Midnight merasa ragu dengan hotel pilihan Brady. Jika ditilik dari luar, hotel itu jauh dari kata mewah. Namun setelah berjalan menyusuri jalan kecil yang membawa mereka semakin masuk ke dalam hotel, keraguannya perlahan memudar. Capella Ubud… istimewa. Hanya itu yang bisa dia katakan.
Capella Ubud berada tepat di sisi aliran Sungai Wos di Desa Keliki. Bangunannya berdiri di permukaan lereng sungai yang berundak-undak. Ketika memasuki area resort, Midnight langsung disambut oleh kolam renang atau The Cistern berbentuk waduk yang dibingkai dengan pepohonan palem yang menjulang. Capella Ubud berada di tengah hutan, pemandangan hijau yang asri lengkap dengan suara hewan-hewan liar menyambut kedatangan mereka. Sembari menikmati pemandangan di sekelilingnya, keduanya berjalan menuju jalan setapak yang sedikit basah.
“Kenapa kau memilih tempat ini?” tanya Midnight ketika mereka terus berjalan.
BUkannya menjawab pertanyaan Midnight, Brady justru menoleh sekilas pada gadis itu lalu mengecup bibirnya singkat. “Kita membutuhkan semua ini. Suasanya di sini tenang dan sangat cocok untuk bercinta.”
“Brady.” Gadis itu memutar bola mata. “Itukah yang selama ini kau pikirkan?”
Pria itu menggeleng. “jawabannya sederhana, karena aku hanya ingin memberi yang terbaik untukmu. Itu saja.”
“Thanks.” Midnight menyandarkan kepala di bahu Brady. Mereka terus berjalan melewati anak tangga yang terbilang cukup curam. Brady menawaran untk menggendong Midnight tetapi gadis itu selalu menolaknya. “Bagaimana kita menyebut kamar-kamar yang berada di sini?”
“Tenda.” Jawab Brady cepat.
“Tenda?” ulang Midnight tidak percaya.
“Ya.” Brady melangkah lebih dulu dan berdiri di salah satu anak tangga. Ia mengulurkan tangan, membantu Midnight. “Aku memilih Keliki Valley Tents untuk kita berdua.”
Kepala Midnight meneleng sedemikian rupa. “Itu nama tenda kita?”
“Semoga kau suka.” Tak lama setelah itu, Brady menghentikan langkahnya. “Selamat datang di rumah sementara kita, Cantik.”
Panggilan itu seketika menimbulkan rona merah di pipi Midnight. Lagi-lagi, Brady membuatnya begitu merasa berarti. Seumur hidup, tidak pernah ada orang lain yang menggapnya istimewa seperti Brady. Keduanya lalu memasuki tenda, suasana di dalam tenda itu terlihat cukup nyaman. Midnight menggandeng tangan Brady kemudian meminta pria itu untuk duduk di salah satu sofa. “Kau perlu istirahat.” Katanya.
Midnight kemudian membawa kakinya berkeliling ruangan. Ia disambut oleh pemandangan lembah keliki yang cukup dramatis. Tempat itu begitu tenang, tidak ada hiruk pikuk kendaraan yang melintas atau teriakan pengunjung yang lain. Alam memang selalu memberi kejutan pada siapa pun yang menghargainya, bukan? Setidaknya itulah yang saat ini Midnight rasakan.
Puas melihat sekeliling, Midnight memutuskan untuk pergi ke kolam renang. Ia duduk di tepi kolam, memasukkan kedua kakinya ke dalam air dan bersenandung lirih. Seandainya Dalton tahu di mana dia sekarang, kira-kira apa yang akan dikatakan oleh adik kecilnya itu? Apakah Dalton keneratan jika dia pergi sendirian? Mereka berdua memiliki mimpi yang sama, berkeliling dunia bersama Drake. Kini, Midnight nyaris mewujudkan mimpinya sementara Dalton, entah apa yang sedang dilakukan pria itu saat ini.
Lamunan Midnight terhenti saat ia merasakan kehadiran Brady. Pria itu duduk di sisinya, ikut memasukkan kedua kaki ke dalam air kolam yang tidak terlalu dingin. Brady meraih tangan Midnight, menggenggamnya tanpa menoleh sedikit pun. Pria itu berdeham, seolah tengah bersiap mengucapkan sesuatu.
“Aku menyuruhmu beristirahat.” Midnight memulai lebih dulu. Jika dilihat dari ekspresinya, Brady tampak gugup.
“Aku tahu.” Brady menoleh, pandangan mereka bertemu selama sesaat. Sesuatu yang tampak asing terpancar dari manik mata pria itu. Sesuatu yang entah bagaimana membakar Midnight baik luar maupun dalam. “Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu.”
Midnight mengangguk lembut. “Kau akan mendapatkannya, Brady. Kusarankan sekarang kau beristirahat karena setelah ini masih ada balapan yang harus kau ikuti.”
Pria itu menggeleng pelan. “Aku sudah menang. Kemenangan ini untukmu dan Drake.”
“Terima kasih.” Midnight terharu mendengar ucapan Brady. Entah kebenaran atau dusta yang dikatakan oleh pria itu, hal itu cukup membuat Midnight terbang tinggi menembus awan-awan di langit. “Coba tunjukkan padaku bagaimana kau ingin menghabiskan waktu bersamaku.”
“Mmm…” Brady melepas genggaman tangan mereka. Ia melihat ke dalam kolam air, membisu.
Lama menunggu, akhirnya kesabaran Midnight habis. “Brady…” ia berkata terlebih dahulu. “Ada apa? Apa ada masalah?”
Pria itu mengangguk dengan polosnya, ekspresinya yang lucu memunculkan senyum kecil di wajah Midnight.
“Baiklah,” Midnight mengambil napas dalam-dalam. “Coba katakan padaku ada apa. Mungkin aku bisa membantu.” Ia mencoba bersandar di bahu Brady tetapi pria itu menjauhkan tubuhnya dari Midnight. Alhasil, Midnight terpeleset dan jatuh ke dalam kolam. Midnight kehilangan keseimbangan, ia meluncur bebas hingga ke dasar kolam. Kedua kakinya reflek menginjak lantai dan ia berusaha berenang ke permukaan.
Sepasang tangan kekar membantu Midnight berenang mencapai tepi kolam. Ia membuka mata dan terbatuk hingga beberapa kali akibat air kolam yang tidak sengaja ditelannya. Midnight menyeka sisa air di wajahnya dengan tangan yang basah. “Maafkan aku, Mid. Maafkan aku.” Di sisinya Brady berkata dengan nada putus asa. Saat pandangannya mulai fokus, Midnight menatap pria itu dengan pura-pura kesal. “Aku benar-benar minta maaf.” Ucap pria itu lagi.
“Ada apa denganmu? Kau benar-benar menyebalkan.” Midnight menepis tangan Brady yang masih memegang tangannya. Ia hendak naik ke tepi kolam renang tapi langsung ditahan oleh Brady. “Lepaskan!” katanya tegas.
Brady menatapnya dengan tatapan berkaca-kaca. “Tidak. Kumohon.”
“Apa?” ia kembali berkata dengan nada yang sangat tidak enak didengar. Midnight sama sekali tidak marah karena terjatuh ke kolam. Sebaliknya, ia berniat untuk berenang hari itu, bersama Brady tentunya. Hanya saja, ia benar-benar ingin tahu apa yang sedang terjadi dengan Brady. Sikap pria itu mendadak aneh sejak mereka sampai di Bali. “Aku-“
“Please…” pintanya.
Akhirnya, Midnight mengalah. Pasti ada sesuatu yang membuat pria itu gugup dan Midnight ingin tahu apa itu. “Waktumu tidak banyak.” Katanya.
“God, please save me!” gumam pria itu sembari memejamkan mata rapat-rapat. “Lima menit.” Lanjut Brady tegas.
Midnight hanya bisa mengangguk pasrah. Setengah tubuh mereka terendam air, Brady meletakkan kedua tangan di pinggang dan mengangkat tubuhnya. Ia meletakkan tubuh Midnight di tepi kolam dan berdiri di depan pahanya. “Kau tidak naik?”
“Tidak.” sahut Brady cepat. Setetes air jatuh di hidung Brady. “Kau tidak nyaman?”
“Tidak.” Midnight menjawab jujur. Bagaimana dia bisa merasa nyaman saat ada seorang superstar berdiri di depan kakinya seperti itu? “Mungkin sebaiknya kau duduk di sampingku.”
Brady meneguk salivanya, “Nanti. Ada yang harus kukatakan padamu.” Brady kembali meraih tangan Midnight dan menggenggamnya. “Aku…” pria itu menjeda ucapannya. “Aku payah dalam hal ini. Benar-benar payah.”
Jeda untuk waktu yang cukup lama. Saat Midnight bosan menunggu, ia memutuskan untuk berbicara terlebih dahulu. “Payah? Payah dalam hal apa?”
“Banyak.”
“Kau hebat.” Katanya. Midnight membelai rahang Brady yang mulai ditumbuhi rambut halus. “Aku tidak pernah melihatmu payah. Percaya padaku.”
“Tolong jangan tertawa.” Pinta Brady lagi.
“I promise.”
**
Untuk pertama kalinya Brady merasakan jantungnya bergedup kencang hanya karena seorang gadis. Sebelumnya ia sama sekali tidak percaya dengan sebuah emosi yang sering disebut Cinta. Namun kali ini, setelah ia bertemu dengan Midnight, barulah Brady percaya dengan apa itu cinta. Brady mengambil napas dalam-dalam lalu mengembuskannya, ia melirik Midnight yang masih menunggunya. Tiba-tiba lidahnya terasa kelu, Midnight melihatnya seperti orang bodoh yang sedang menghitung angka satu sampai sepuluh.
“Brady…” gadis itu berkata lagi.
Baiklah, Brady. Waktumu tidak banyak. Ia mengingatkan diri sendiri.
“Mid, kau tahu aku payah tapi aku tidak akan berhenti.” Ia mendongak, menatap tepat di manik mata gadis itu. “Sejak bertemu denganmu, aku tahu ada yang salah dengan kita. Kupikir kau gadis manja yang hanya bisa menyusahkan orang lain. Mungkin itulah yang membuat Drake enggan membawamu bersamanya-“
“Hei-“ Midnight hendak menyela tetapi ditahan oleh Brady.
“Aku belum selesai.” Brady memotong. “Setelah mengenalmu lebih jauh, aku… aku…” Brady kembali menghentikan ucapannya. Kata-kata yang sudah disusunnya dengan rapi mendadak menguap di udara. Pria itu putus asa. “Sial!” ia mengumpat keras.
Midnight dengan penuh pengertian mengalungkan kedua tangan di tengkuk Brady. Gadis itu menunduk, menatap pria itu tepat di manik matanya sebelum Brady benar-benar berpaling. “Kau sama sekali tidak payah. Apa yang membuatmu gugup?” Midnight bertanya lembut.
Seolah mendapatkan kekuatan yang datang dari dunia lain, Brady akhirnya membuka mulut. “Aku jatuh cinta padamu, Midnight Emmaline Winters.”
Midnight tertegun, seolah tidak percaya dengan apa yang barusan dikatakan oleh Brady. Gadis itu menarik tangannya dari tengkuk Midnight, memilih untuk berpegangan pada tepi kolam renang.
“Kau tampak kaget.” Brady menahan ekspresinya tetap datar. Astaga, saat ini ia tidak bisa menerima penolakan dalam bentuk apa pun. Tidak dari gadis pertama yang membuatnya jatuh hati. “Apa kau menjalin hubungan dengan pria lain?” otaknya berputar di dalam kepala, memikirkan pria mana pun yang mungkin… Brady menemukan nama salah satu pria. “Elliot?”
Di luar dugaannya, Midnight justru menoyor kening Brady dengan cukup keras hingga pria itu terjatuh ke dalam air kolam.
Perlahan, Brady bangkit. Ia sama sekali tidak keberatan dengan perlakukan Midnight. Justru mungkin itulah yang akan dia rindukan dari gadis itu seandainya… “Mid!”
“Apa?” tanya gadis itu ketus.
“Kau punya kekasih?”
Midnight mencubit keras lengan Brady. “Katakan padaku kau tidak sedang membual.”
“Tidak.” Brady membusungkan d**a. “Jawab pertanyaanku.”
“Kenapa kau jatuh cinta padaku?” Gadis itu melipat kedua tangan di depan d**a. “Apa alasannya?” pipinya memerah dan Brady melihat hal itu.
Cantik. Katanya dalam hati.
“A… Aku tidak punya alasan khusus. Apa semua gadis selalu menanyakan alasan kenapa seorang pria bisa jatuh cinta?”
“Berapa banyak gadis yang mendengar pernyataan cinta darimu?”
“Hanya kau.” Brady menjawab tak kalah ketus. Pembicaraan mereka saat ini benar-benar di luar ekspektasinya. Brady membayangkan Midnight menerima pernyataan cintanya. Kemudian mereka menjalin hubungan layaknya sepasang kekasih seperti yang pernah ia dengar dari teman-temannya, tapi sepertinya semua tidak berjalan cukup baik dan ia ingin air kolam itu menenggelamkan dirinya agar tidak lagi merasa malu.
“Hanya aku?” ulang Midnight tidak percaya. “Apa selalu ada introgasi seperti ini saat seseorang mengungkapkan perasaannya?”
Midnight menyengir lebar. “Kurasa tidak tapi aku juga tidak terlalu tahu.”
“Kau tidak tahu?”
“Ya.” Midnight menjawab cepat. “Aku tidak tahu karena kau pria pertama yang mengatakan kalau kau …” gadis itu kembali meragu.
“Aku jatuh cinta padamu, Mid.”
“Itu juga yang kurasakan tapi aku takut ini hanya prank.”
“Prank?” ulang Brady lengkap dengan kerutan di keningnya. “Hey, aku serius!”
“Kuharap ini bukan mimpi.”
“Aku pasti sangat payah saat mengatakannya, tapi aku benar-benar serius.”
“Terima kasih.” Midnight mencium bibir Brady singkat. “Aku tidak menjalin hubungan dengan siapa pun. Termasuk Elliot.” Ia berbisik di telinga Brady.
“Yes!” Brady mengangkat tubuh Midnight lalu membawa gadis itu ke dalam kolam. Mereka berputar di dalam air sebelum akhirnya berhenti. “I promised you won’t find a man who loves you like me!”