CHAPTER-20. BALI!

2421 Words
CHAPTER-20. LIKE ME! PAGI harinya Midnight terbangun setelah matahari cukup tinggi. Ia meringis merasakan nyeri di pangkal pahanya. Midinight beringsut sembari mengangkat kedua tangan ke udara. Pergerakannya sedikit terhambat karena ulah sepasang tangan kekar yang melingkar di perutnya. Midnight tahu betul siapa pria itu. Laki-laki yang semalam memberinya kepuasan dunianya. Sesuatu yang selama ini ia bayangkan sebagai seorang wanita dewasa. “Good morning, Brady.” Gadis itu membalik tubuh, menghadapi pria yang disapanya. Seolah mendengar sapaannya, Brady tersenyum kecil dengan mata masih terpejam rapat. “Mmmhhhh….” Erang pria itu. Midnight merasakan kebahagiaan yang cukup besar saat melihat wajah polos Brady. Malam ini pria itu tidak bermimpi buruk. Setelah percintaaan pertama mereka, Brady menjelaskan alasannya menjalin hubungan singkat dengan wanita liar di luar sana. Dia ingin Midnight mengetahui semua rahasia yang selama ini disimpannya dan gadis itu dibuat terharu oleh penuturan Brady. Untuk mengurangi efek mimpi buruk yang selalu menghantuinya, Brady meminta para wanita itu untuk menemaninya sepanjang malam. Tidak semua dari mereka tidur dengan Brady, mungkin hanya beberapa. Brady juga mengatakan alasannya mengkonsumsi alkohol cukup banyak setiap harinya. Minuman itu membantunya tertelap dengan cara yang sama sekali tidak diinginkan. Brady mengira mabuk bisa mempermudah dirinya berpindah dari dunia nyata ke dunia mimpi. Dua hal itu cukup membantunya melewati masa-masa sulit yang pernah ia alami akibat kematian Drake. Kini, ia ingin melepas kecanduannya terhadap alkohol dan wanita demi Midnight. “Jam berapa sekarang?” tanya Brady sembari menyerukkan wajah di leher Midnight. Midnight mengusap rambut Brady dengan sayang. “Ada jadwal khusus hari ini?” ia balik bertanya. Brady menguap lebar, “Tidak. Tapi kurasa kita harus segera bersiap untuk terbang ke Malaysia. Balapan selanjutnya akan di adakan di sana.” Satu tangan Brady terulur untuk menggenggam tangan Midnight dan mengecupnya. “Aku akan membawamu bersamaku. Semoga kau tidak bosan menjadi bagian dari hidupku.” Bosan? Bagaimana mungkin Midnight bisa merasa bosan bersama pria yang cukup menyenangkan seperti Brady. Pria keras kepala yang entah bagaimana mampu meluluhkan  hatinya. Kini Midnight yakin kalau jantung, ginjang dan bahkan hatinya sudah luluh di dalam organ tubuhnya hingga rasanya ia tidak lagi membutuhkan makanan untuk tetap bertahan hidup. Bagi Midnight Brady saja sudah cukup. “Bagaimana jika kaulah yang bosan denganku?” “Aku?” pria itu mendongak, “tidak akan.” Ia kembali menunduk. Tatapan Brady terpusat pada sepasang buah d**a Midnight yang terekspose tepat di depan wajahnya. “Kau dikelilingi banyak wanita cantik, Brady.” Midnight mendesah pelah, membuah dadanya naik turun. “Umbrella girl, fans, model,-“ “Cukup, Mid.” Brady membungkam mulut Midnight dengan sebuah ciuman yang cukup untuk membuat gadis itu kehilangan napasnya. “Aku tidak ingin membahasnya.” Midnighht mencebik tidak suka. “Kau mengalihkan pembicaraan.” Katanya. “Kau benar.” Brady bangkit dari tidurnya. Pria itu menyandarkan punggung di kepala ranjang. Ia menarik tangan Midnight, meminta gadis itu untuk duduk di pangkuannya. “Aku sedang tidak ingin membicarakan diriku. Kurasa sebaiknya kita mengobrol tentangmu.” “Aku?” Midnight menggerakkan tangannya untuk merapikan rambut Brady yang mulai panjang dan berantakan. Tanpa sehelai kain pun yang menutupi tubuh mereka, anehnya dia sama sekali tidak merasa risih. Midnight menyukai keintimannya dengan Brady. Dulu, dia mengira akan melewatkan momen seperti ini bersama pria asing yang baru dikenalnya di club malam. Midnight muda membayangkan percintaan mereka akan terjadi di bawah pengaruh alkohol. Dan ketika terbangun di pagi harinya, ia akan mendapati pria itu meninggalkannya begitu saja dan mereka kembali pada kehidupan masing-masing seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka berdua. Siapa sangka, Midnight justru memberikan kesuciannya pada laki-laki yang dulu sangat dibencinya. Meskipun dia merasa ada yang salah dengan hubungan antara dirinya dan Brady, akan tetapi perasaannya tidak bisa dibohongi. Midnight telah memberi tempat khusus untuk pria itu. Di sebuah tempat yang mustahil bisa dihuni oleh pria lain dan rasanya ia tidak lagi menginginkan pria lain selain Brady. “Ada apa denganku?” “Aku ingin mengenalmu lebih jauh.” Brady memandangi wajah cantik Midnight. Gadis itu membelai lembut rahangnya yang kini dipenuh bulu-bulu halus. “Apa yang kaulakukan selama ini dan bagaimana kehidupanmu.” “Kau perlu bercukur.” Kali ini ia menghentikan jemarinya di bibir bawah Brady. Betapa beruntungnya mereka yang pernah memiliki pria ini meski hanya satu malam. Rasa sakit tiba-tiba melilit hatinya. Midnight sama sekali tidak menyukai perasaan cemburu yang membakar kewarasannya. Ia mulai bertanya-tanya, apakah Brady bisa terlepas dari semua wanita itu dan hanya hidup bersamanya? Astaga, ekspektasimu terlalu tinggi, Mid. Ia mengingatkan dirinya sendiri. “Kau mengalihkan pembicaraan.” Tuduh pria itu. Jawabannya tentu saja tidak. Midnight hanya sedang membayangkan memiliki pria itu hanya untuk dirinya sendiri. Mungkinkah? “Apa yang ingin kautahu dariku?” “Banyak.” Ia meraih tangan Midnight lalu menggenggamnya. “Apa yang kaulakukan selama ini?” “Tidak banyak. Hanya hal-hal membosankan.” Ia kembali teringat dengan pekerjaan yang telah ia lakoni sejak duduk di bangku kuliah. “Aku bekerja di sebuah café sebagai karyawan paruh waktu sejak semester tiga. Drake melarangku bekerja tapi aku memaksa. Setelah lulus, entah kenapa aku tidak tertarik untuk melamar pekerjaan di tempat lain. Aku cukup nyaman berada di café itu. Orang-orang di sana cukup baik padaku. Terkadang aku merasa cukup bosa dengan rutinitasku, tapi setelah kupikir-pikir bertemu orang dan lingkungan baru tidak terlalu menyenangkan. Jadi aku memutuskan untuk tetap di sana. Itu saja.” Brady melingkarkan kedua tangan di pinggul Midnight. “Sepertinya menyenangkan.” Koemntar pria itu. “Membosankan.” Ia mengedikkan bahu acuh. “Pasti ada sesuatu yang membuatmu bertahan di sana. Seorang pria mungkin?” Pertanyaan itu langsung di bantah oleh Midnight. Ia menggeleng tegas dengan gerakan dramatis. “Tidak. Mereka semua temanku. Hanya saja,” Midnight menghentikan kata-kaytanya. “Hanya saja,” ulang Brady saat gadis itu tak kunjung melanjutkan cerita. “Apa yang terjadi?” “Café itu memiliki menu cukup beragam. Aku menyukai semua jenis makanan di sana. Mereka mendonasikan tiga puluh persen pendapatan café untuk rumah sakit kanker anak-anak. Aku pernah bertemu dengan anak-anak tidak beruntung itu, mereka semua menyenangkan. Meskipun gajiku mungkin tidak banyak, aku bahagia melihat anak-anak itu.” Hening selama beberapa saat. Baik Brady maupun Midnight seolah tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Midnight membawa kedua tangannya ke d**a Brady, ia membuat lingkaran kecil tepat di perut pria itu. Ia membawa jemarinya untuk mengikuti garis lurus tepat di bawah pusar pria itu, sebuah jalan kecil yang langsung menuju… syurga dunia. “Apa kau keluar dari pekerjaanmu?” Pertanyaan itu mengembalikan angan-angan liar yang sejak tadi menggantung di sudut-sudut terliar pikiran Midnight. “Aku mengambil cuti setelah mendapatkan gaji bulanan untuk menyusun rencana menemuimu. Kau tahu apa yang terjadi selanjutnya.” Brady memiringkan kepala, satu tangannya memainkan rambut kusut Midnight. “Aku memaksamu ikut denganku.” Ia melanjutkan cerita itu. “Bagaimana orangtuamu bisa memberimu nama Midnight?” Dengan sedikit ragu, Midnight menyelinapkan tangan di bawah kakinya. Ia meraih bagian tubuh  Brady yang sedikit menegang dan membelainya. Midnight mengambil napas dalam-dalam saat benda itu membesar. Ia sama sekali tidak menyangka akan secepat itu membangunkan junior pria yang saat ini masih memangkunya. “Midnight adalah nama kuda kakekku. Kakekku memiliki banyak sekali kuda. Salah satunya yang paling dia sayang bernama Midnight. Hal buruk terjadi pada Midnight saat dia melahirkan, kuda itu mati bersama anaknya dalam proses persalinan. Demi menghormati mendiang Midnight, ayahku memberi nama itu padaku. Sejak saat itu aku menjad cucu kesayangan kakek dan nenekku.” “Midnight.” Brady mengambil napas pendek. Pria itu menurunkan pandangan, menyusuri bagian tubuh Midnight yang kini dipenuhi oleh bercak-bercak merah di beberapa tempat. Ia menghentikan penjelajahannya tepat di perut rata gadis itu. Sesuatu yang tampak gelap berkelebat di manik mata Brady. Ia cepat-cepat menggeleng dan kembali memusatkan perhatiannya pada wajah gadis di hadapannya. “Aku suka nama itu.” “Nama yang aneh.” Midnight menggerakkan tangannya ke atas dan bawah seperti yang ia lihat di video dewasa. “Bukan aneh tapi berbeda dengan yang lain.” Pria itu memejamkan mata saat merasakan sentuhan Midnight semakin tak terkendali. “Benar-benar cocok untukmu.” Ia menyandarkan punggung kepala di kepala ranjang. “Oh, Mid!” erang Brady. Mendengar Brady menyebut namanya dengan begitu lantang, Midnight memberanikan diri untuk mendaratkan ciuman manis di bibir pria itu. Ia melepaskan tangannya dari kejantanan Brady lalu memposisikan bagian kewanitaannya tepat di atas junior Brady yang saat ini masih menegang. Penyatuan itu masih terasa cukup menyiksa untuk Midnight tetapi ia tidak mau kehilangan momen indah yang dia miliki bersama pria yang telah memberinya begitu banyak siksaan serta kebahagiaan. Midnight menginginkan pria itu lebih dari yang pernah ia bayangkan. Brady, entah bagaimana telah membuat haari-harinya yang terasa suram tampak begitu menyenangkan. Terlebih, setelah ia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di antara Drake dan Brady. Perlahan, Brady melepas pagutan bibir mereka. “Apa yang kaulakukan?” ia bergumam lirih di depan mulut Midnight. Dalam matanya berkobar gairah yang mustahil dipadamkan. “Aku bahkan tidak berniat menyentuhmu sampai satu minggu ke depan.” Midnight hanya bisa tersenyum saat mendengar penuturan Brady. “Ada apa?” ia bergerak perlahan di atas tubuh pria itu. “Seperti yang kukatakan kemarin, aku takut menyakitimu. Itu saja.” Brady membelai salah satu buah d**a Midnight kemudian meremasnya. “Karena ini yang pertama untukmu.” “Anggap saja aku pemain professional.” “Oh, s**t!” Brady membalik posisi mereka. Ia menindih tubuh mungil Midnight kemudian menghujani gadis itu dengan ciuman-ciuman manis yang memabukkan. “Apa kau tahu apa akibatnya membangunkan singa yang tertidur?” “Aku penasaran.” Midnight mengalungkan kedua tangan di leher Brady. “Coba katakan padaku apa akibatnya?” “Kau menantangku, Iblis Kecil?” “Ya.” sahut Midnight tanpa ragu. Ia melihat seringai licik terlukis di wajah pria itu. Midnight mengambil napas dalam-dalam saat pria itu mulai bergerak di atas tubuhnya.  Lalu, semua terjadi begitu saja. Tanpa kata. Tanpa keraguan. Dan nyaris tanpa suara. Namun, itu hanya sesaat karena selanjutnya… Kau bisa menebaknya sendiri. ** Brady membawa tubuh mungil Midnight dan meletakkannya di dalam bathtub yang sebelumnya sudah mereka siapkan. Ia meminta Lennon untuk memberinya kelopak mawar ke kamar mereka sementara Midnight menyiapkan air hangat untuk acara mandi pagi ini. “Dari mana kau mendapatkan ide ini?” tanya Midnight sembari menyesap anggurnya. “Entah.” Sebelumnya Brady tidak mau repot-repot menghabiskan waktunya untuk berendam bersama wanita yang selama ini bersamanya. Namun kali ini, ia rela kehilangan waktu bersama teman-temannya hanya untuk menemani Midnight mandi. Gadis itu mengulurkan gelas anggurnya pada Brady dan ia langsung menerimanya. “Apa kau keberatan?” “Saka sekali tidak.” Menunjuk dengan dagunya, Midnight memohon agar Brady ikut menyesap anggur yang tadi ia teguk. “Anggur itu menunggumu.” Brady menurunkan pandangan, menatap lekat-lekat cairan merah dalam gelasnya. “Masih terlalu pagi untuk mabuk.” Katanya. Ia kembali meletakkan gelas anggur itu ke meja yang terletak tak jauh dari mereka. Brady menggunakan jemari kakinya untuk menggoda paha Midnight. Kulit gadis itu seolah terbuat dari sutra terbaik, begitu lembut. “Ngaomong-ngomong,” seolah mengalihkan apa yang tengah terjadi di antara mereka, Midnight memulai percakapan baru. “Kapan kita akan pergi ke Malaysia?” “Mungkin besok. Atau hari ini. Ada apa?” Pandangan Midnight menewarang jauh, seolah sedang terjadi sesuatu dalam benaknya. Melihat hal itu, Brady segera mengambil alih fokus gadis itu dengan mengangkat salah satu kaki Midnight dan mengecupnya. Midnight tersentak dan bahkan menjerit. “Brady!” “Ada apa?” “Apa?” “Aku melamun.” Tuduhnya. “Aku bertanya padamu lalu kau meninggalkanku begitu saja tanpa jawaban.” “Ck!” Gadis itu mencebik. “Aku sedang berpikir, Bodoh!” Midnight mencoba menurunkan kakinya sebelum Brady bertindak terlalu jauh. “Lepaskan aku!” “Aku tidak tahu kalau ternyata kau seorang pemikir.” Dengan hati-hati Brady menurunkan kaki Midnight. “Coba katakan padaku apa yang sedang kaupikirkan saat ini.” “Aku,” Midnight mengambil napas lalu mengembuskannya. “Dulu aku selalu membayangkan bagaimana rasanya menjelajah dunia. Sekarang, tiba-tiba saja hidupku berubah drastis. Setelah Australia, kau akan membawaku ke Asia. Apakah aku sedang bermimpi? Atau mungkin sedang berimajinasi. Mungkin saja saat ini sebenarnya aku sedang duduk di café dan menunggu pelanggan padahal aku lupa membalik papan closed menjadi open.” Pemikiran sederhana Midnight memunculkan senyum manis di bibir Brady. Drake bodoh karena tidak pernah mewujudkan impian adiknya. Akan tetapi Brady tidak akan membiarkan Midnight mengubur dalam-dalam keinginannya untuk menjelajah dunia. “Ini bukan mimpi, Mid. Kau akan mendapatkan apa yang kau mau.” “Apa itu?” kepala gadis itu meneleng sedemikian rupa. “Kau tidka punya kewajiban mewujudkan keinginan bodohku. Tidak ada jika aku memang tidak bisa meraihnya. Aku tetap bersyukur dan bahagian untuk apa pun yang kumiliki saat ini.” “Aku memang tidak memiliki kewajiban itu tapi aku ingin kau mendapatkan apa pun yang kau mau.” Brady meraih tangan Midnight dan mengecupnya. “Aku akan membawamu melihat dunia bersamaku. Kita lakukan ini bersama. Let's grow up together, My Lil Devil.” “Grow up?” ulang Midnight sembari mengulas senyum. “Aku sudah tumbuh-“ “Ssstttt….” Brady memotong kata-kata Midnight. “Kau hanya perlu mengiyakan apa yang kukatakan.” Gadis itu memutar bola matanya. “Iya.” “Bagus.” Sahut Brady puas. “Setelah balapan di Malaysia selesai, apakah kau mau mampir ke Indonesia?” “Indonesia?” ulang Midnight dengan kening mengerut dalam. Midnight mengambil salah satu kelopak mawar, meletakkan di telapak tangan dan meniupnya. Kelopak itu terbang cukup tinggi lalu kembali terjatuh di genangan air bathtub. “Di mana itu?” “Indonesia adalah Negara yang berdekatan dengan Malaysia. Orang-orang lebih mengenal Pulau Bali, salah satu destinasi wisata di sana.” Terang Brady singkat. Ia nyaris sama mengatakan kalau kedua orangtuanya berasal dari Negara itu. Brady mungkin mabuk kepayang dengan gadis itu tapi dia tidak bisa mengatakan kepada Midnight siapa dirinya yang sebenarnya. Ayahnya, Dewa Herlambang atau yang lebih dikenal sebagai Ronald Smith adalah seorang pengusaha sukses yang memiliki cukup banyak musuh. Sejak kecil Brady dan kakak-adiknya dididik untuk tidak tidak terlalu terbuka dengan orang yang baru mereka kenal. Dalam hal ini Midnight masuk dalam kategori itu. Meskipun rasanya Brady ingin sekali menganggap Midnight lebih dari sekedar orang asing. “Bali?” Gadis itu berkaca-kaca saat mengucapkannya. “Ya,” Brady menarik kaki Midnight perlahan hingga kulit mereka bersentuhan. “Bali. Kau suka?” Midnight reflek mengalungkan kedua tangan di leher Brady dan mencium bibir pria itu. “Bawa aku ke sana!” serunya antusias. Bali, ke sanalah mereka akan pergii. (Sebuah kalimat yang pernah Eva tulis di HELP ME BOOK 1)  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD