Ghost 12

1008 Words
Dayu memasuki kamarnya, dan melihat Kai sedang duduk di kursi 'kebesarannya'. Dia berjalan menuju walk in closet yang berada di samping tempat tidurnya dan mengganti t-shirt rumahannya dengan knitted cashmeres vintage berwarna blue green dengan aksen belit dibagain bawah. Dayu ingat baju ini dibelinya di sebuah obralan di salah satu store merek luar yang terkenal saat sedang menemani Athaya window shopping di mall. Meski bukan salah satu baju favoritnya tapi Dayu bangga bisa mendapatkannya dengan harga murah. Kai yang tidak mengetahui bahwa Dayu sedang berganti pakaian, menyusulnya untuk menanyakan sesuatu. Tepat ketika Dayu selesai membuka bajunya, Kai muncul di samping Dayu dengan setengah kepala melongok dari balik dinding. Dayu yang tidak menyangka dengan kemunculan Kai di saat dia akan berganti baju, refleks menutup dadanya dengan baju yang akan dipakainya. "Kai!! Kamu ngga lihat aku lagi apa? Sana pergi!!" hardik Dayu pada Kai. "Emang kenapa?!" jawab Kai bingung. "Ihh ... dasar hantu p***o! Aku mau ganti baju tahu, pergi!" kesal Dayu karena Kai tidak juga beranjak dari sampingnya. "Kalem aja kenapa sih Yu, sampe panik gitu. Aku kan hantu, ngga mungkin aku perkosa kamu." Ujar Kai enteng, namun tak urung dia berlalu dari hadapan Dayu. "Sialan, lain kali kalau mau nongol bilang dulu Kai!" sembur Dayu dengan emosi tingkat tinggi. "Oke ... oke, lain kali aku pasti bilang!" tukas Kai dari balik pintu. Beberapa menit berselang, tak lama terdengar suara isakan tertahan dari dalam walk in closet. Merasa bersalah, Kai kembali mendekat dan berdiri dari balik pintu. "Yu ... jangan nangis dong, maafin kalau aku salah." Bujuk Kai. Meski dia bingung apa kesalahannya, tapi lebih baik dia meminta maaf agar Dayu berhenti menangis. "Yu ... " panggil Kai saat didengarnya isakan Dayu bertambah kencang. Dengan ragu-ragu, Kai membuka pintu dan dilihatnya Dayu sedang tertelungkup dengan kepala berpangku lutut. Bajunya sudah berganti dengan yang baru. "Yu, maaf kalau aku salah, tapi aku bukan hantu p***o. Dan tadi tuh aku benar-benar ngga sengaja. Lagian, kamu mau kemana sore-sore kok ganti baju Yu?" ujar Kai dengan wajah memelas. "Hiks ... kepo banget!" "Yu, udah dong please jangan marah lagi, aku janji hal ini ngga bakal terulang lagi!" bujuk Kai. "Tapi kamu udah lihat ini ... hwuuuhhhh ... aku ngga rela! Hikss ... " Isak Dayu dengan kepala masih menunduk. "Lihat apa Yu?! Aku ngga ngerti." Balas Kai bingung. Pikirannya mendadak buntu karena melihat Dayu menangis. Lagipula dia memang tidak melihat apa-apa selain baju yang dipegang Dayu. "Dasar ngga peka!!" maki Dayu. "Bilang dulu dong Yu, ntar aku baru tahu." Ucap Kai mengiba. "Udah ah, jadi hantu kok kepo!" "Ya udah deh, aku ngga bakalan nanya-nanya lagi. Emang mau kemana sih Yu?! Boleh ikut ngga??" "Ngga, pergi aja sendiri, secara hantu pasti beda tongkrongan." Ujar Dayu cuek. "Duhhh ... jahat banget sih, hantu juga semasa hidupnya aku tuh gaul abis Yu." Elak Kai, namun tak membuat Dayu merubah keputusannya. Terlebih perbuatan Kai tadi seolah m*****i kepercayaan dayu pada hantu tampan itu. "Awas kamu ya, jangan coba-coba ngikutin!" lanjutnya sesaat sebelum keluar dari kamar. Setelah diberikan ijin oleh Mama, Dayu melajukan motornya menuju taman yang cukup jauh dari rumahnya. Dengan berbekal buku dan satu cup Thai Tea yang dibelinya ketika dalam perjalanan, Dayu mendudukkan dirinya di bangku taman yang menghadap ke lapangan berumput yang biasa di gunakan orang-orang untuk duduk bergerombol atau merebahkan diri sambil memandang langit yang cerah. Dayu tiba setengah jam menjelang matahari terbenam. Dia hanya duduk termenung melihat orang-orang berlalu lalang. Niat awalnya untuk membaca novel yang dibawanya, batal karena langit mulai terlihat redup. Sang matahari sudah beranjak menuju peraduan. Tepat ketika waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, dipacunya motor menuju arah pulang. Namun naas, belum sampai setengah perjalanan, motor yang dikendarainya mendadak mati. Dayu baru menyadari bahwa dia belum mengisi bensin dari dua hari yang lalu. Untuk meyakinkan, diceknya tangki bensin dan memang benar, tangkinya sudah kosong hingga ke dasarnya. Sambil menahan diri untuk tidak memaki, Dayu berusaha tenang dengan memperbanyak doa. Meskipun berada di tengah keramaian, tetap saja dia harus waspada akan kemungkinan menjadi korban kejahatan. Apalagi dia perempuan, dan sendiri pula. Dia berusaha berpikir jernih dan berakhir memaki saat disadarinya POM bensin terdekat masih jauh jaraknya dari tempatnya berada. Ditengah kebingungannya antara meminta bantuan Papa atau memapah motornya hingga POM bensin, akhirnya Dayu hanya duduk menunggu, berharap ada orang baik yang mau menolongnya. Untuk meninggalkan motornya di sini pun dia tidak mau karena terlalu beresiko. Motor yang sudah jelas berada di depan rumah saja, menjadi incaran maling, apalagi motor Dayu yang berada di depan tanah lapang yang tak bertuan. Lagipula dia tidak mau merepotkan Papa atau temannya yang mungkin saat ini sedang bersantai di rumah. Dayu juga merasa malas untuk pulang terlalu cepat setelah kejadian tadi sore yang membuatnya malu setengah mati. "Seandainya punya pacar yang bisa diandalkan ..." desah Dayu. Dayu iri melihat Athaya yang memiliki pacar seperti Bagas, kapanpun temannya itu membutuhkan, Bagas selalu berusaha untuk selalu ada di samping Athaya. Membuat Athaya tenang, dan tidak mengkhawatirkan apapun selama Bagas ada di sampingnya. Perasaan yang tidak bisa dimilikinya saat dia bersama Andreas. Andreas terlalu sibuk dengan ambisinya untuk mengejar S3, nyatanya setelah mereka putus, ambisi itu menghilang seolah dia tidak bersemangat lagi karena sudah kehilangan Dayu. Namun yang terjadi sebenarnya adalah bahwa Andreas sudah melupakan ambisi itu saat bertemu Cella. Cella mampu membuat seorang Andreas yang kutu buku berubah menjadi penurut, terlihat lebih manusiawi dibanding saat berpacaran dengan dirinya. Mungkin benar ungkapan yang mengatakan bahwa apapun akan menjadi hebat jika berada di tangan yang tepat. Saat Andreas berpacaran dengan Dayu, dia hanya menerima sebatas yang dia beri, karena Dayu menganggap pacaran bukan berarti seluruh hal milik kita menjadi hak pasangan kita. Berbanding terbalik dengan Cella, yang bersedia memberikan apapun untuk pasangan bahkan ketika hubungan mereka masih terbilang muda. Dan itulah yang membuat Andreas lebih memilih Cella dibanding dirinya. Namun Dayu tidak menyesalinya. Baginya itu adalah prinsip hidup baik yang tidak bisa ditawar ataupun digadaikan oleh gairah cinta yang mungkin hanya sesaat dirasakan. Biarlah kisah cintanya bersama Andreas menjadi pengalaman hidup yang akan dikenangnya untuk dijadikan pelajaran agar dia lebih berhati-hati dalam mencari pasangan di masa depan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD