Scandal 3

843 Words
Setelah pertemuan tidak sengajanya dengan si pria misterius pada tempo hari, Rosalia berusaha mengurangi kegiatannya di luar. Seusai mengajar, wanita itu akan segera pulang, tidak mampir ke mana pun. Rosalia benar-benar tidak ingin bertemu dengan pria misterius itu. Dia tidak ingin kembali mengingat peristiwa hari itu. Peristiwa yang telah menghancurkan hidupnya. Selain itu, dia juga tidak ingin berhubungan dengan pria itu dalam hal apa pun. Hatinya terlalu sakit dan kecewa pada semua orang yang telah menghancurkan hidupnya. Termasuk pria misterius itu. Saat ini, Rosalia hanya menjalani hidupnya dengan tenang. Tidak masalah meskipun harus hidup sendirian di kota orang. Dia sudah diusir oleh papanya. Pria yang begitu dia cintai—Marvin juga lebih memilih menceraikannya saat itu juga, tanpa ada keinginan mencari tahu lebih jauh soal videonya dengan sip ria misterius. Sayangnya, semesta tidak mengabulkan keinginan Rosalia. Tanpa diduga, pria misterius itu kembali datang, menunggunya di tempatnya dia mengajar. “Aku sudah bilang, jangan pernah muncul lagi di hadapanku!” kesal Rosalia, terpaksa mendekat pada pria berpakaian serba hitam itu. “Kita perlu bicara. Tapi sebelumnya, perkenalkan.” Pria tersebut mengulurkan tangan kanannya. “Kamasena,” ucapnya memperkenalkan diri. Rosalia tak menyambut uluran tangan pria yang mengaku bernama Kamasen itu. Namun dia akan mengabadikan nama tersebut di ingatannya. Selain Marvin, nama pria ini yang telah berandil besar menghancurkan hidupnya. “Tidak ada yang perlu dibicarakan di antara kita!” geram Rosalia. Dia benar-benar muak menghadapi Kamasena. Dan berbalik bermaksud meninggalkan Kamasena. “Ok, kalau kamu tidak mau bicara, aku bisa cari tahu sendiri tentang kamu,” kata si pria setelah didiamkan oleh Rosalia selama beberapa saat. Rosalia seketika menghentikan langkahnya. Dengan manik yang sudah berkaca-kaca, gadis itu menatap lawan bicaranya. “Kamu yang sudah membuat hidupku hancur! Apa kamu belum puas, sampai-sampai kamu harus membuntutiku seperti ini?!” teriak Rosalia tertahan, dengan amarah yang menyala-nyala di matanya. “Tunggu sebentar. Aku sama sekali tidak paham dengan apa yang kamu bicarakan. Aku sudah membuat hidup kamu hancur? Maksudnya apa? Apa salahku?” Kamasena bertanya bingung karena dia tidak merasa melakukan kesalahan apa pun pada Rosalia. Ah, ya, dia memang memiliki salah karena telah merenggut kesucian Rosalia. Tetapi itu pun mereka melakukannya karena atas dasar mau sama mau. Tidak ada paksaan. Lagi pula dia membayar jasa Rosalia pada waktu itu dengan harga yang cukup tinggi pada muci-kari yang mengantar Rosalia. “Jangan pura-pura bodoh!” kesal, Rosalia memukul d**a Kamasena. “Kamu sengaja merekamnya kan? Apa maksud kamu sebenarnya? Apa yang kamu inginkan dariku?” “Maksud kamu apa, Rose? Aku sama sekali nggak paham.” Kamasena lagi-lagi hanya mampu bertanya bingung. Merekam apa memangnya? “Rose, kamu nggak apa-apa?” Rekan kerja Rosalia mendekat, bertanya karena khawatir Rosalia yang tengah berbincang dengan pria asing. “Saya nggak apa-apa, Bu. Ibu pulang duluan saja ya. Saya ada perlu dengan laki-laki ini,” pinta Rosalia pada rekan kerjanya. Dibuat semakin penasaran, Kamasena akhirnya mengajak Rosalia ke taman agar mereka bisa berbicara lebih leluasa di sana. Mereka duduk di bangku taman dan belum ada yang bicara di antara mereka, meski sudah duduk sejak lima menit yang lalu. Tanpa kata, Kamasena memberikan sebotol air mineral pada Rosalia. Namun Rosalia tidak sudi menerima minuman tersebut. Kamasena tersenyum kecewa karena minuman pemberiannya ditolak mentah-mentah oleh gadis di sampingnya. Akhirnya, dia meminum sendiri air di botol itu. Setelah meneguk habis isi botol tersebut, baru lah Kamasena memulai pembicarannya dengan Rosalia yang tadi sempat tertunda. “Apa maksud kamu dengan merekamnya? Aku merekam apa memangnya, Rose?” tanya Kamasena dengan hati-hati. “Malam itu, kamu merekamnya bukan?” tuduh Rosalia tanpa menatap pada lawan bicaranya. “Merekam apa memangnya? Coba katakan dengan lebih rinci. Aku merekam apa?” desak Kamasena pada wanita di sisinya yang sudah tak menangis lagi. Dia sangat bingung dengan apa yang dituduhkan Rosalia padanya. Rosalia berdecih dan merasa Kamasena hanya sedang berpura-pura tidak tahu. Mana mungkin pria ini tidak tahu jika kegiatan panas mereka empat tahun silam direkam dan ditayangkan di hari pernikahannya dengan Marvin. Kamasena mencoba merangkai keping demi keping dari kalimat dan alasan mengapa Rosalia bisa sampai di kota ini. Maniknya seketika melebar teringat sesuatu. Apakah yang dimaksud Rosalia adalah perekaman video panas mereka? “Rose, jangan katakan kalau kamu menuduhku merekam percinta ….” “Itu bukan percintaan,” potong Rosalia cepat. “Kita bahkan nggak saling mengenal. Jadi kejadian malam itu bukan sebuah percintaan. Mungkin kamu telah menjebakku malam itu.” “Tunggu sebentar. Jadi benar ada yang merekam kita?” Kamasena bertanya memastikan. Terkejut tentu saja. “Kamu nggak tahu kalau kita direkam?” tanya Rosalia yang juga sama terkejutnya dengan Kamasena. Kamasena menggeleng cepat. “Nggak mungkin kamu nggak tahu.” Rosalia terkekeh keras tak percaya jika Kamasena tidak mengetahui perihal perekaman kegiatan panas mereka pada waktu itu. “Aku memang nggak tahu. Sama sekali nggak tahu.” “Bohong!” sembur Rosalia begitu saja. Kamasena diam, berpikir. Jadi benarkah ada yang merekam percintaannya dengan Rosalia pada waktu itu? Siapa dalangnya? Dan apa tujuannya? “Boleh aku lihat videonya? Untuk memastikan?” tanya Kamasena dengan setumpuk rasa penasaran yang berkumpul di benaknya. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD