Bab 1. Bertemu Mantan

1442 Words
Pada salah satu perusahaan besar di tengah hiruk-pikuk kota Jakarta yang semakin pesat, Levin—CEO sekaligus putra pemilik perusahaan tersebut baru saja selesai memimpin rapat penting bersama jajaran Dewan Direksi. Rapat itu membahas kelanjutan kerja sama yang sedang dijalani perusahaan mereka. Namun, bahkan setelah rapat berakhir, pikiran Levin tak kunjung berhenti berkelana. Ia kembali ke ruangannya dengan langkah perlahan, mendudukkan diri di atas kursi yang biasa menopang tubuhnya yang kini lelah. Diam, hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini. Sorotan matanya menerobos kaca besar yang memperlihatkan pemandangan luar, tetapi pikirannya seakan tertahan di lorong kosong yang tak berujung. Entah kenapa, perasaan hampa tiba-tiba menyelimuti. Tok, tok, tok! Suara ketukan di pintu mengagetkan Levin, membuyarkan lamunan yang bahkan tak sempat ia maknai. Pria itu mendongakkan kepala, memperhatikan sang asisten yang masuk ke dalam ruangan sambil membawa map berkas di tangannya. "Pak Levin, ini dokumen kerja sama dengan Perusahaan AB Group," kata pria bernama Billy itu sambil mendekat. Nada suaranya formal seperti biasanya. "Besok akan ada perwakilan dari perusahaan ini yang akan datang untuk membahas kelanjutannya," lanjutnya. Levin mengangguk, memberikan jawaban singkat, "Baik." Ia tak ingin terlihat terlalu banyak berpikir di depan asistennya, jadi ia tutupi kebimbangannya dengan kesan tenang yang selalu terlatih. Setelah itu, Billy segera berpamitan hendak meninggalkan ruangan. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti saat suara Levin yang dingin memanggilnya. "Apa kamu sudah mendapatkan informasi yang saya perintahkan?" tanya Levin dengan nada yang menusuk. Billy menarik napas sejenak, berusaha untuk tetap tenang meskipun tahu bahwa jawabannya tidak akan menyenangkan bagi tuannya. "Maaf, Pak. Sampai saat ini belum ada kabar apapun. Tapi, orang suruhan saya masih terus berusaha mencarinya," jawabnya dengan hati-hati. Raut wajah Levin langsung berubah, matanya membakar seperti api yang siap menghanguskan apa saja. "Dasar bodoh! Hal sepele seperti itu saja tidak becus! Pergi dari sini!" bentaknya keras. Mendengar hal itu, Billy hanya bisa menunduk, menyembunyikan rasa tidak nyaman, sebelum berkata pelan, "Baik, Pak. Kalau begitu, saya permisi." Ia segera melangkah keluar dari ruang CEO tanpa berani melihat kembali, mencoba melupakan kemarahan Levin meski detaknya masih terasa. Sementara itu, tatapan Levin tajam seperti binatang buas yang mengincar mangsa. Terjebak dalam dendam masa lalu yang menggerogoti dirinya, memang kerap kali membuat emosinya sulit untuk dikontrol. "Di mana kamu, wanita sialan? Jangan pernah berharap hidupmu akan tenang setelah apa yang sudah kamu lakukan padaku. Aku akan memastikan untuk membalas semuanya, sampai tuntas!" umpat Levin seraya menghancurkan bolpoin yang ada di tangannya, menekannya hingga patah menjadi dua. Rasa sakit hati yang mendalam memupuk api dendamnya, tak dapat dia sembunyikan lagi. *** Di sisi lain, seorang wanita cantik yang baru saja tiba, menghela napas lega saat langkahnya menjejak keluar dari pintu kedatangan Bandara Internasional. Tangannya menggenggam tangan mungil seorang anak laki-laki berusia 4.5 tahun. Bocah kecil itu melihat sekeliling dengan mata penuh rasa ingin tahu, sementara sang ibu merasa dadanya berdegup lebih cepat dari biasanya. "Jessi!" Seruan yang begitu akrab itu membuat Jessica menoleh. Hatinya langsung terasa hangat saat melihat sosok sahabatnya-Bella, berdiri tak jauh dari mereka, melambai dengan antusias. Ia bahkan belum sempat membuka mulut, Bella sudah berlari dan memeluknya erat. "Ya ampun, Jes! Setelah lima tahun, kamu akhirnya balik juga ke Indonesia. Aku kangen banget sama kamu, tahu!" kata Bella dengan suara yang bergetar, hampir menangis. Jessica bisa merasakan kejujuran dari setiap kata sahabatnya. "Iya, Bel. I miss you too. Butuh waktu untuk menguatkan diri sebelum akhirnya aku kembali ke sini," jawabnya sambil mencoba menahan kesedihan. Rasanya begitu menggelegak di dalam d**a, campuran antara kebahagiaan dan kerinduan. "Tapi sekarang, aku sudah kembali dan aku bawa jagoan kecilku," lanjutnya sambil tersenyum bangga, menoleh ke arah sang anak. Bella memandang anak kecil di hadapannya itu dengan mata yang bersinar. "Ini pasti Junior, ya? Ponakan Tante yang paling imut!" katanya sambil jongkok agar sejajar dengan anak Jessica. Junior memandang ragu, lalu Jessica memberi dorongan lembut di bahu anaknya. "Sayang, ayo salam Tante Bella," katanya lembut. "Iya, aku Juniol, Tante," ucapnya dengan suara pelat dan manis, mengulurkan tangannya dengan sikap yang pintar. Bella menyambutnya sambil tersenyum lembut, lalu mengacak rambut Junior penuh kasih. Ia juga mencium pipi bocah itu dengan lembut. "Anak pintar!" pujinya. "Ya sudah, yuk, kita ke rumah dan ketemu sama Kak Liam. Dia pasti senang banget karena ada temannya." "Iya, Bel. Oh iya, kamu sendirian?" Jessica menyapu pandangan mencari keberadaan suami Bella. "Iya. Kak Leon ada meeting penting dan nggak bisa ditinggal. Jadi, aku ke sini sama sopir," jawab Bella, kebetulan sopirnya baru saja menghampiri, lincah membantu Jessica memindahkan barang bawaannya. Mereka pun segera menuju ke mobil, lalu kendaraan bergerak, menuju kediaman Bella. Di sana, Jessica dan anaknya sejenak beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan menuju ke rumah yang sudah disiapkan untuk mereka. Karena sebelumnya Jessica bekerja di luar negeri, ia mendapatkan tugas untuk pulang ke tanah air. *** "Bel, maaf ya, aku tahu ini merepotkan." Suara Jessica serak, penuh penyesalan. "Aku harus langsung bekerja untuk proyek penting ini di Indonesia. Aku sampai minta pindah ke sini, tapi belum sempat mencari pengasuh untuk Junior. Untuk sementara waktu, aku akan menyusahkan kamu." Jessica menatap Bella dengan mata yang berharap pengertian. "Ya ampun, Jes, kamu ini seperti sama siapa aja," seru Bella sambil melihat sahabatnya dengan tatapan penuh perhatian. "Kamu nggak perlu sungkan atau khawatir, Junior pasti aman sama pengasuh Liam di sini. Ada bibi juga," tambahnya dengan suara yang menenangkan. Jessica tersenyum lega. "Makasih ya, Bel. Aku janji, setelah semuanya selesai, aku akan langsung kembali untuk menjemput Junior." Suaranya bergetar, mencerminkan keraguan dan kekhawatiran yang merayap di pikirannya. Tubuh Jessica terasa kaku saat ia menaiki taksi online yang telah dipesan sebelumnya. Sepanjang perjalanan, wajahnya pucat, matanya nanar mencerminkan gelombang ketakutan dan tekad yang berseteru dalam dirinya. Hati Jessica berdegup kencang, mengingatkan bahwa keputusan telah diambil dan tak ada jalan untuk mundur. Ini adalah perjuangan demi masa depan bersama anaknya, sebuah pertaruhan yang harus ia hadapi dengan gagah berani. * Ketika taksi berhenti di depan perusahaan yang akan menjadi arena pertarungannya, jantungnya semakin berdebar. Jessica tahu persis siapa pemilik perusahaan itu dan orang yang akan ia hadapi. Napasnya menjadi pendek dan berat saat ia menatap bangunan itu, lambang tantangan yang harus dihadapi. Dengan setiap langkah yang berat, ia berjalan memasuki perusahaan. Matanya menatap lurus ke depan, mencoba menyembunyikan ketakutan yang menggelayuti pikirannya. Setibanya di resepsionis, seseorang segera menyambut dan membawanya ke ruang rapat. Dengan napas yang tertahan, Jessica mengambil tempat duduk, menatap sekeliling ruang itu dengan tatapan yang tajam namun gugup, siap menghadapi apa yang menanti di depan. Tak lama kemudian, langkah kaki yang mendekat membuat jantungnya berdegup tak karuan. Jessica menelan ludah, saat ia menoleh, di depan matanya kini telah berdiri seorang pria yang dulu pernah sangat berarti baginya. Waktu seperti berhenti, ia memandang pria yang tak lain adalah Levin-mantan kekasih yang hampir menjadi suaminya, berusaha menahan gejolak di dalam hati. Perusahaan cabang tempatnya bekerja memang akan bekerja sama dengan perusahaan Levin, tentu saja hal itu membuatnya bertemu kembali dengan sang mantan dan Jessica tahu itu. Matanya menatap wajah pria tersebut yang tampak menatapnya dengan tajam—penuh kebencian. Sementara Jessica berusaha untuk tetap tenang—seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. "Ck, akhirnya kita bertemu lagi. Kamu bahkan datang sendiri dengan ekspresi tidak bersalah sama sekali," batin Levin, mencoba menenangkan hatinya yang mulai membara. Tak bisa dipungkiri, Jessica merasa ada sesuatu yang menyakitkan saat melihat Levin berdiri di depan sana. Wajahnya tetap sama, mengingatkan pada segala kenangan pahit yang pernah terjadi. "Kak Levin, sudah lama banget kita nggak ketemu. Sepertinya hidupmu sangat baik tanpa aku," gumamnya dalam hati, saat tatapan mereka bertemu. *** 5 tahun yang lalu … Levin yang tampak gagah dalam balutan setelan pernikahannya, merasa perasaannya campur aduk—degup jantungnya berdentang kencang dan hatinya dibalut kebahagiaan. Ia menantikan kedatangan Jessica, sang calon istri. Namun, menit demi menit berlalu tanpa tanda-tanda kedatangan wanita itu dan kekhawatiran mulai menggerogoti hatinya. Dengan rasa yang mendesak, Levin pun bergegas menyusuri jejak Jessica. Namun setelah menemukan keberadaan wanita yang nyaris menjadi istrinya, pemandangan yang ditemukan Levin sontak membuat hatinya seolah tercabik-cabik. Di sana, Jessica terlihat mesra bersama pria lain. Darah Levin seakan mendidih, emosinya memuncak, tubuhnya gemetar dan napasnya terengah-engah seakan terhimpit. "b******k! Jadi ini alasanmu tidak datang di hari pernikahan kita?" Dengan mata yang melotot dan suara yang bergema lantang, Levin meraung, "Tapi kenapa, Jessica? Kenapa kamu mengkhianatiku? Apa salahku?" Jessica, dengan tatapan dingin dan suara tanpa emosi, menjawab, "Sudah jelas alasannya, Levin. Aku tidak mencintaimu. Jadi, sudah jelas aku tidak akan menikah dengan kamu." Levin merasa seperti terhantam ombak besar penolakan, tubuh dan jiwanya serasa hancur berkeping. Air mata kemarahan dan kepedihan perlahan mengalir di kedua pipinya, menciptakan sungai kesedihan yang tak bisa lagi dibendung. Hari yang seharusnya menjadi permulaan bahagia, berubah menjadi tragedi yang menorehkan luka dalam di hati. Bersambung …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD