Story Of Love - Bab 10

1339 Words
*ROTI SI DUL Sesampainya di depan kedai Roti langganan dirinya bersama almarhumah Daniya, Davis memperhatikan dari dalam mobilnya. Roti yang menjadi Favorite Daniya ini sekarang menjadi Favorite Naira, air matanya pun menetes kala mengingat itu. Davis mencoba kuat, sudah sejak lama ia tak datang ke tempat ini. Ia hanya mampu memesan roti tersebut melalui aplikasi online, lalu sempat memakan nya bersama Naira dan juga Andini. “Sudahlah Dav, sudah. Semua hanya kenangan pahit, adik mu sudah bahagia di sana bersama Tuhan. Kau tak perlu menangisi nya,” ujar nya dalam hati, ia pun membuka pintu samping kemudi. Lalu mengambil langkah dengan pelan, ia segera memesan roti kukus yang menjadi roti favorit nya itu. “Den Davis,” sapa Pak Dul yang kebetulan adalah pemilik toko Roti tersebut. “Eh Pak Dul, apa kabar? Masih ingat saya ternyata.” ucap Davis dengan pelan. “Jelas saya ingat, Den Davis dan Tuan Dave yang membantu saya memajukan usaha roti ini.” terang Pak Dul kembali. Davis tersenyum dengan sangat bangga, “Jangan berlebihan, semua atas usaha pak Dul.” sahut nya dengan santai. “Sudah hampir 6 tahun ya saya tidak bertemu Den Davis,” ucap Pak Dul, “Sekarang ibu bagaimana kabarnya?” tanya Pak Dul kembali. “Sehat pak, oh iya sebentar saya pesan dulu pesanan saya pak.” “Tidak usah, biar saya saja yang pesan Den.” Pak Dul segera mengambil langkah terlebih dahulu dari Davis, lalu berteriak meminta karyawannya untuk memprioritaskan pesanan Davis terlebih dahulu. “Den Davis sekarang tinggal di Indonesia?” tanya Dul. “Iya Pak Dul, kebetulan saya udah punya istri.” ucap Davis. “Waah waktu nikah saya gak di undang loh Den,” protes nye sembari mengerutkan dahinya, Davis tersenyum lalu berucap, “Saya lupa pak, maafkan saya ya.” Pak Dul menganggukkan kepalanya. “Ndak apa-apa Den, saya mengerti. Kalau orang mau hajat, pasti serba lupa. Apalagi kalau hajat besar,” “Enggak kok, bahkan resepsi saya kecil-kecilan pak. Tapi saat itu memang saya lupa,” “Ya Ndak apa-apa Den, saya ikut seneng dapat kabar baik seperti ini. Oh ya salam kan salam saya sama Ibu dan Tuan Dave,” Ucap nya dengan sopan, anggukkan kepalanya membuat Davis merasa tidak enak. Pak Dul terlihat tidak menyinggung nama Daniya, padahal sebenarnya ia sangat dekat dengan adik kandung dari Davis itu. “Pak ini sudah selesai pesanan nya,” ucap salah satu karyawan Pak Dul. “Ya terimakasih, lanjut kerja ya.” titah nya dengan sopan, ia pun memberikan pesanan tersebut pada Davis. “Berapa semuanya pak Dul?” tanya Davis. “Tidak usah, anggap saja ini hadiah pernikahan dari saya untuk Den Davis. Salamkan juga salam saya pada istri Den Davis,” terang Pak Dul kembali. “Loh gak boleh gitu pak, ini kan bapak jualan.” ujar nya kembali seraya menolak pemberian Pak Dul. “Justru Den Davis jangan menolak, apa yang pernah Den Davis dan keluarga berikan sangatlah berlebihan untuk saya dan keluarga. Tolong di terima ya Den,” Davis menatapnya lalu memberikan sebuah pelukan, air matanya menetes kala ia memeluk Dul. Lelaki yang menjadi ayah kedua Daniya, selepas pulang sekolah Daniya selalu meminta supirnya untuk mengantarkannya menuju tempat Dul dan istrinya berjualan. Sampai dimana Dave dan Davis memberikan sebuah ruko yang saat ini menjadi pusat jualan Pak Dul, mereka membantu memasarkan Roti enak buatan pak Dul sampai akhirnya Pak Dul sukses di dalam bidang berjualan roti tersebut. “Saya pamit dulu ya pak, kasihan istri saya pasti sudah menunggu. Kebetulan istri saya sedang menjalani proses menyusui, jadi dia sering mengeluh lapar.” ucap Davis. “Iya Den. Jangan lupa salamkan salam saya untuk ibu, Tuan Dave dan istri Aden. Kapan-kapan kalau saya ada waktu, saya main ke rumah Aden.” ucap Pak Dul kembali. Davis menganggukkan kepalanya dengan pelan, ia pun segera berpamitan kepada Dul dan kembali mencari makanan yang menjadi pesanan istri tercintanya. Di dalam mobil, ia benar-benar merasa sangat bersedih. Senyuman adiknya seakan tertinggal di dalam wujud Pak Dul, apalagi di saat nanti ia melihat sosok istrinya melahap roti kesukaan Daniya itu. Ia segera menepis rasa sedihnya itu dan kembali memfokuskan dirinya untuk melakukan perjalanan kedua, ia pun kembali memutarkan musik untuk menemaninya menikmati suasana jalan raya. * Berbicara mengenai kedekatan di antara Dave dan Catherine, malam itu menjadi malam yang sangat hangat bagi keduanya. Setelah Catherine terpaksa jujur kepada Andini bahwa tidak ada acara untuk melakukan perjalanan bisnis, esok nya adalah hari dimana Catherine harus mengatakan kebohongan pertamanya. Catherine yang saat itu duduk di atas meja kerjanya, di kejutkan dengan langkah kaki dari Dave. Wajah Catherine pun terlihat terkejut, “Apa kamu tidak akan pulang?” tanya Dave. “Tidak Om.” Jawab Catherine singkat, “Om sendiri kan yang meminta ku untuk menyelesaikan pekerjaan ini secepatnya,” ucap Catherine. “Ya, kita akan mendapatkan tender baru Catherine. Dan di saat aku mendapatkan nya, aku akan membelikan mu sebuah rumah mewah.” ujar Dave seraya berbisik. Catherine seakan tak mendengar kalimat yang di ucapkan oleh Dave, Catherine pun tetap memfokuskan dirinya menatap layar laptop di hadapan nya. “Catherine, hubungi Andini dan bilang pada nya jika aku harus pergi selama dua hari ke Luar kota.” titah nya saat itu pada Catherine, matanya menatap kesal ke arah Dave. Catherine menggelengkan kepalanya, “Ayo Cath,” titah nya kembali. “Dengar om Dave, aku akan melakukan itu. Asalkan kau memberitahu ku alasan mengapa kau seperti ini?” tanya Catherine, “Kau tahu kan aku siapa? Dulu kau sangat membenci ku!” susul Catherine, ia beranjak dari tempat duduknya lalu berdiri di hadapan Dave. Tatapan Dave tak biasa, dengan berani ia menyingkapkan rambut Catherine. Lalu menyelipkan nya pada ujung telinga milik Catherine, ia juga mengusap lembut wajah Catherine. “Saat ini aku membenci Andini, Andini yang dulu tidak seperti Andini saat ini. Aku sadar ini keegoisan ku, tapi aku merasa bosan dengan segala aturannya.” jelas Dave. “Ini bukan alasan Om? Berikan aku alasan lain, dan jika alasan itu dapat aku mengerti, aku akan berpikir untuk menjadi kekasih gelap mu.” ucap Catherine. “Baiklah, aku akan menjelaskan nya tapi tidak disini.” ujar Dave. “Dimana?” tanya Catherine. “Swiss Hotel, Presiden Suites nomer 305. Om tunggu disana,” ucap Dave. “Ba-baiklah.” jawab Catherine. “Maaf kita tidak bisa datang bersama-sama,” ucap Dave “Baik Om,” 1 jam pun berlalu, kini mereka sudah berada di dalam kamar hotel yang sama. Dave duduk dengan segelas wine di tangannya, Dave terlihat menatap tubuh Catherine. Catherine sendiri sedang berdiri menghadap jendela kamar hotel yang sangat mewah ini, “Aku sudah menghubungi Tante Andini, dia percaya jika kita akan melakukan perjalanan bisnis ke Surabaya kembali.” ujar Catherine. “Bagus,” ucap Dave, “Duduk lah di samping ku Cath,” pinta Dave. Lekukan tubuh Catherine semakin membuatnya jatuh cinta, apalagi saat ini ia berjalan dengan melenggangkan tubuhnya dan duduk dengan menumpukkan kedua kakinya di samping Dave. “Apa yang akan kau katakan Om?” tanya Catherine. “Mengenai rasa benci ku saat ini pada Andini,” ujar Dave. “Aku tidak percaya kau memiliki rasa benci pada istrimu, karena dulu Davis selalu bercerita bahwa anda sangat mencintai nya.” ujar Catherine menepis pernyataan Dave. “Aku memang sangat mencintainya, tapi itu dulu. Dulu di saat aku merasa semua di mulai dengan kejujuran,” Ucap Dave, “aku mencintainya segenap jiwaku, aku menerima apapun yang ada padanya. Apalagi di saat ia melahirkan Daniya, dia harus kehilangan sebagian saraf-saraf nya dan harus mengalami kesulitan dalam berjalan.” Jelas Dave kembali. “Tapi semenjak kebohongan itu aku dapatkan, aku mulai merasa kecewa. Aku mulai merasa jika sudah lama sekali aku di bohongi olehnya,” terang Dave. “Apa yang ia tutupi? Dan apa yang ia katakan sehingga membuat mu merasa kecewa?” tanya Catherine. Dave memegang kepalanya dengan kedua tangannya, ia terlihat sangat frustasi dengan apa yang akan ia ceritakan. Dave pun menatap wajah Catherine, Catherine berusaha menenangkannya. Ia mengusap bahu Dave dan usapan itu membuatnya sangat nyaman. “Tenanglah, kau boleh menceritakannya di saat hati mu mulai merasa tenang.” Dave kembali menatap wajah Catherine, lalu mendekatkan wajahnya tepat di hadapan wajah Catherine. Dave pun mengecup bagian bibir atas Catherine, tanpa di sangka Catherine membalas kecupan itu. Lalu mereka saling menatap satu sama lain, Catherine melepaskan pagutan dari bibir Dave itu dan beranjak dari duduk nya. Dave menarik tangan Catherine, ia membuat tubuh Catherine terpental dan duduk di atas pangkuan nya. “Aku lebih menghargai kebohongan yang kau buat dahulu karena merasa tidak ingin kehilangan anak ku, namun saat kau merasa terhimpit kau pun jujur akan kebohongan mu dan meminta maaf pada kami. Tidak terus menerus menutupi kebohongan mu melalui wajah polos nya, dan aku hargai itu.” Bisik Dave di telinga Catherine, ia menggigit kecil daun telinga milik Catherine dan Catherine menikmati perlakuan yang di berikan oleh Dave.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD