Story Of Love - Bab 4

1214 Words
Satu Minggu pun berlalu.. Hari demi hari di lalui oleh Dave dengan perasaan yang sudah sangat menggunung, namun tidak ada sama sekali balasan yang di berikan oleh Catherine. Dan hari ini Dave sedang mencoba memperhatikan wajah cantik Assisten pribadinya yang saat itu sempat ia benci, wajah Catherine terlihat sangat cantik dan ia terlihat lebih seksi dari biasanya. “Catherine,” panggil Dave. “Iya Om Dave,” sahut Catherine sembari menoleh kearahnya. “Apa kau sudah melaksanakan tugas mu?” tanya Dave. “Sudah dan hampir selesai, semua berkas akan aku simpan di atas meja Om Dave.” sahut Catherine. “Baiklah kalau begitu,” Dave berjalan menghampiri Catherine yang sedang berdiri di hadapan meja kerja miliknya, lalu Dave memeluknya dari belakang. “Aku mencintai mu Cath, aku mohon. Jadilah wanita kedua untuk ku, ini semua rahasia dan aku yakin kita akan mampu menjaga nya.” Catherine membalikkan badannya, “Tidak Om, aku takut.” “Takut?” “Iya, aku takut.” “Tidak perlu takut, aku akan menjaga mu dan aku akan memberikan apapun yang kamu mau.” ucap Dave jelas di telinganya. Wajah kikuk Catherine terlihat menggemaskan di mata Dave, “Apa kau tidak melihat kesungguhanku?” tanya Dave kembali. Catherine mencoba menghindari kecupan yang akan di berikan oleh Dave, Lalu Dave menarik penggelangan tangan milik Catherine dan membuat tubuh Catherine jatuh kedalam pelukannya. “Om Dave,” mereka melakukan kontak mata dan Catherine terlihat sangat lekat menatap mata milik lelaki berusia 48 tahun itu, tak lama kemudian Cathrine pun mencoba memgalihkan pandangannya dan mencoba melepaskan tubuhnya dari pelukan Dave lalu berdiri tegap. Di hadapan Dave, Ia terlihat menundukkan kepalanya dan jantungnya seakan berdegup dengan kencang. Catherine pun melangkahkan kakinta untuk keluar dari dalam ruangan Dave, “Catherine,” tangan Dave kembali mengalangi langkah Catherine, “pikirkanlah kembali, aku akan mencintai mu seperti anak ku mencintai mu dahulu.” ujar nya. Catherine menggelengkan kepalanya, “Aku mau ke Toilet Om, permisi.” ucapnya sembari pergi meninggalkan Dave. Beberapa saat kemudian, sosok Andini menghubungi Dave melalui ponsel milik Dave itu. Dave segera menerima panggilan tersebut, “Halo sayang,” Sapa Dave di balik ponsel miliknya. Andini menyahuti sapaan yang diberikan oleh suami yang sangat dicintai olehnya, “Halo Sayang, apa kamu bisa pulang lebih cepat?” tanya Andini. “Ada apa? Apakah ada hal yang sangat darurat?” “Tidak ada, aku mau kerumah sakit bersama Naira. Menjenguk jagoan kita, apakah kamu bisa ikut?” tanya Andini, “Mmm, maksud ku kamu jemput kami di rumah.” tambah Andini. “Mmm, aku akan tanya dulu jadwal meeting hari ini.” jawab Dave, ia mulai berbohong kepada Andini. Karena sebenarnya ia tahu bahwa hari ini jadwal untuk meeting kosong, namun sepertinya Dave memang sedang mencoba menghindari Andini. “Baiklah, kabari aku sayang.” Dave terhentak memanggil Andini karena sepertinya Andini akan mengakhiri pembicaraan diantara mereka, “Andini,” panggil Dave. “Andini?” tanya Andini keheranan, “Apa kau sedang risau suamiku?” tanya Andini kembali. “Mmm-mmm, tidak. Bisakah kau pergi diantar supir, sepertinya jadwalku sangat padat disini.” tutur Dave. “Oh begitu, baiklah. Nanti aku akan kirimkan foto Devano untuk mu,” “Ya, lebih baik begitu. Terimakasih sayang,” jawab Dave. “Ya sudah sayang, aku tutup panggilannya ya.” “Iya sayang, terimakasih.” sahut Dave, Andini pun menutup panggilan tersebut. Dave terdiam menunggu kedatangan Catherine dan saat Catherine datang dari kamar mandi, Dave segera duduk dan meminta Catherine untuk duduk di hadapannya. “Ada apa lagi Om?” tanya Catherine, “Aku tidak mau memanfaatkan kepercayaan yang sudah diberikan oleh Tante Andini dan Davis,” ujar Catherine. “Tolong, tolong mengertilah Om Dave.” ucap Catherin dengan wajah yang sayu. “Kalau begitu, aku akan cabut beasiswa adik mu dan aku akan memecat mu.” ancam Dave. Catherine terkejut saat mendengar ancaman yang diberikan oleh Dave, “Om, aku mohon.” “Akupun sudah mencoba memohon kepadamu, tetapi kau tidak mau menggubris permohonan yang aku berikan.” ucap Dave kembali. “Ba-baiklah Om, aku akan memikirkan hal itu.” “Kau hanya harus memberiku cinta, sama seperti kau memberikan anak ku dulu cinta. Maka sebaliknya, aku akan memberimu apapun yang kamu mau.” ucap Dave dengan sadar, entah mengapa Dave berubah secepat itu. Yang lebih jelas, Dave merasa nyaman saat berada didekat Cath dan rasa nyaman itu semakin menjadi-jadi kala dirinya memandang wajah cantik milik Catherine. * Di tempat lain, Naira dan Andini sedang menuju rumah sakit dan kebetulan hari ini Davis tidak dapat ikut karena harus melakukan meeting besar di Surabaya. Naira dan Andini saling menggenggam tangan satu sama lain, Andini juga tak henti memberikan support yang terbaik untuk menantu satu-satunya. “Mama tidak akan pernah meninggalkan dirimu nak,” ujar Andini, ia menatap lekat wajah Naira. “Terimakasih Mama,” “Iya sayang,” “Devano pasti akan tetap baik-baik saja, percayalah Tuhan akan memberikan kesembuhan untuk Devano dan Tim Dokter akan mengusahakan kesembuhannya.” ucap Andini kembali. “Terimakasih Mama, jika tidak ada Mama. Naira pasti kebingungan, apalagi ibu sekarang juga sibuk mengurus Naila yang sudah mulai sakit-sakitan kembali.” “Sayang, Mama akan terus mendampingi mu. Percayalah, Mama sangat menyayangi mu nak.” “Naira sangat menyayangi Mama,” “Mama juga,” sahut Andini, tak lama kemudian, mobil yang ditumpanginya sudah sampai di samping lobby rumah sakit. Seorang supir kepercayaan Dave pun membukakan pintu mobil, lalu Naira dan Andini segera masuk kedalam rumah sakit tersebut. Sesampainya di depan kamar Vvip milik Devano, Naira segera meminta izin untuk masuk kedalam dan seorang suster mengizinkannya. Naira segera mengganti pakaiannya dengan pakaian steril yang diberikan oleh perawat di sana, begitupun dengan Andini yang juga mengganti pakaiannya. Saat melihat keadaan Devano, hati Naira seakan merasa lebih tenang. Ia pun berjalan dengan sangat pelan, air matanya menetes namun bukan air mata kesedihan. “Kak Marvel,” panggil Naira. “Hey Naira,” sapa Marvel, lalu ia menoleh kearah Andini. “halo Mama,” “Hay,” sahut Andini disusul oleh Naira. “Kak Marvel, bagaimana keadaan Devano?” tanya Naira. “Syukurlah, ia pulih lebih cepat dari yang kami perkirakan.” ucap Marvel. “Ya Tuhan, terimakasih.” “Benarkah Marvel?” tanya Andini. “Ya Mama, Naira sangat beruntung. Ia memiliki anak yang kuat seperti Devano,” puji Marvel. “Syukurlah, apa kami bisa membawa nya untuk pulang? Jika bisa, kapan vel?” tanya Andini. “Kami harus melihat dua kali dua puluh empat jam terlebih dahulu,” ucap Marvel. “Itu artinya, besok lusa kak?” “Ya kalau hasilnya semakin membaik, Why not Naira?” ujar Marvel sembari tersenyum. “Aku harus memberitahu Davis Mama,” ucap Naira dengan riang. “Ya lebih baik memberitahunya, agar dia merasa semangat dan cepat pulang.” ucap Andini kembali. Andini menatap wajah Naira yang terlihat merasa sangat senang, ia pun tersenyum saat melihat hal itu. Andini pun mengalihkan pandangannya kepada Marvel, ia mengajak Marvel berbincang sembari menunggu Naira selesai menghubungi Davis. Naira memondar-mandirkan langkahnya, ia menunggu Davis menerima panggilan yang ia tuju. Namun Davis tak kunjung menerima panggilan yang ia tujukan, Naira merasa risau akan hal itu. “Davis sedang apa dirimu, menerima panggilan dariku saja sangat susah.” ucapnya dengan perasaan yang sangat kesal. Ting. Bunyi ponsel milik Naira menandakan satu pesan masuk, Naira pun segera membuka pesan tersebut. “Maaf sayang, aku sedang meeting bersama clien ku. Nanti aku akan menghubungi setelah urusan ku selesai,” Pesan dari Davis pun di baca olehnya, Naira pun menghela napasnya dengan sangat kasar. “Selalu saja mengurus bisnis, ia lupa dengan janjinya yang akan menjenguk Devano setiap hari. Mengapa selalu hadir rasa kesal terhadapnya, bingung sekali aku.” ia kembali mengeluhkan rasa kesal dihatinya terhadap suaminya itu, entah mengapa Naira selalu merasa bimbang jika Davis terlalu sibuk dengan pekerjaannya. “Sayang,” panggil Andini saat melihat kerisauan menantunya itu. “Iya Mama,” “Apa Davis menerima panggilan mu?” tanya Andini. Naira menggeleng pelan, “Tidak Mama,” ucap Naira. “Entahlah Naira bingung, sepertinya Davis memang sedang sibuk.” ucapnya kembali, “Dan Davis baru saja 1 kali menjenguk Devano, bukan begitu Kak Marvel?” tanya Naira. “Ya sudah, mungkin setelah selesai dia akan secepatnya menghubungi dirimu.” ujar Andini, ia mencoba menenangkan hati menantunya itu. “Davis sibuk Naira, dia juga sering menghubungiku.” Timpal Marvel. “Ya Mungkin seperti itu,” sahut Naira, ia memilih duduk di hadapan ranjang bayi milik Devano dan memperhatikan wajah tampan anaknya yang sedang tertidur itu. “Nak, Mama akan selalu memberimu perhatian. Mama janji,” ucap Naira sembari menatap lekat wajah Devano, Naira tersenyum dan mengusap pipi lembut milik anaknya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD