Surabaya, Indonesia.
“Tuan Davis, terimakasih atas kerjasama yang diberikan oleh Tuan Davis dengan perusahaan milik kami.” ucap seseorang bernama Hendrawan, ia salah satu pebisnis hebat sekelas Dave dan Davis. Mereka sedang duduk-duduk santai di salah satu Restauran mahal dan terbaik di kota Surabaya.
“Sama-sama Tuan Hendra, Papa juga sangat senang karena Tuan Hendra mau bekerjasama dengan kami.” sahut Davis.
“Tuan Davis kapan pulang ke Jakarta,”
“Sekitar dua atau tiga hari lagi, Tuan.” sahut Davis kembali.
“Papa,” teriak seorang wanita, Hendrawan segera menoleh dan menyahuti panggilan dari wanita tersebut.
“Sayang, kemarilah.” ucap Hendrawan.
Perempuan itu pun berjalan menghampiri Hendrawan yang sedang duduk bersama dengan Davis, karena sebelumnya beberapa temannya pun ikut bercengkrama bersama namun beberapa temannya berpamitan terlebih dahulu dan hanya tersisa antara Hendrawan dan Davis berdua.
“Tadi aku tanya sama pa Sodikin, katanya Papa disini. Ya aku susul aja, aku besok mau pulang ke Amerika, jadi mau gak mau Papa harus nemenin aku dari sore sampai malam.” ucap Wanita tersebut, dia adalah Alena Joan Syafitri. Dia anak satu-satunya dari Hendrawan. Usianya masih sangat belia, di usianya ke 17 tahun. Ia memilih untuk melanjutkan sekolah nya di Amerika dan ini merupakan cita-cita dirinya, panggilannya Alena. Alena sangat cantik dan memiliki lesung pipi di bagian pipi kirinya, katanya pemilik lesung pipi di bagian kiri adalah menandakan bahwa dirinya sosok seseorang yang sangat menawan.
Alena menatap wajah Davis, tanpa malu ia menyodorkan tangan kanannya. Lalu mengenalkan dirinya sendiri, “Alena, kamu siapa?” tanya Alena.
“Mmm-mmm aku Davis, salam kenal.” Davis terlihat sedikit kaku, mungkin karena ia sedang mencoba membagi pikirannya dengan Naira yang sedang risau menunggu kabar darinya.
“Sepertinya aku pernah melihat mu, tapi dimana ya?” tanya Alena.
“Di televisi sepertinya, Davis ini selalu mendapatkan wawancara eksklusif sebagai pengusaha yang sukses di usia muda.” Sela Hendrawan.
“Waw, senang sekali Alena bertemu dengan orang sukses dan tampan seperti kak Davis.” ucap Alena sedikit memberi pujian terhadap Davis, “Alena panggil Kak, apa Mas Davis?” tanya Alena kembali.
“Terserah nyaman nya Alena saja,” jawab Davis.
“Tuan Davis, maafkan Alena. Alena terlalu bersikap ramah kepada anda, mungin karena memang sudah sifatnya seperti ini.” tutur Hendrawan.
Davis tersenyum manis, “Tidak apa-apa Tuan Hendra,” jawab Davis.
“Oh Iya kebetulan hari ini jadwal saya sudah lumayan padat dan sepertinya saya harus pulang menuju hotel untuk beristirahat.” ucap Davis.
“Loh Alena baru dateng loh Kak Davis,”
“Mmm-‘mmm maaf Alena, lain kali kita bisa bertemu lagi. Aku juga bakalan ajak..”
Davis ingin memberitahu bahwa dirinya akan mengajak Naira, namun Alena terlihat menyela kalimat yang akan di ucapkan oleh Davis. Sembari tangannya menepuk lengan Davis, Alena berucap, “Baiklah Kak Davis, aku akan senang jika bertemu kembali dengan kak Davis.” Davis memaklumi ketidaksopanan Alena, namun ia sedikit merasa kesal saat Alena mencoba menepis tangan Davis.
“Mmm, Ya sudah Saya pamit Tuan Hendra.” ucap Davis sembari menyalami Hendra, ia pun memberikan senyuman ke arah Alena.
Sepertinya Alena menyukai sosok Davis, ia menatap lekat kepergian Davis dan Hendrawan pun menyadari tatapan yang diberikan anak semata wayangnya.
“Kau menyukai sosok Davis?” tanya Hendrawan.
“Iya Papa, aku menyukainya. Benar apa kata Papa, dia lelaki yang sukses di dunia manapun.”
Hendrawan tersenyum sembari mengusap pipi anaknya, “Dia sudah memiliki istri dan istrinya seusia mu.” ucap Hendrawan.
“Apa?”
“Ya, istrinya baru saja melahirkan anak lelaki.”
“Dia menghamili seorang gadis yang masih sekolah seperti ku?” tanya nya kembali.
“Istrinya baru saja lulus sekolah, mereka melakukan pernikahan rahasia atas nama perjodohan. Gosip nya sudah menyebar di kalangan pebisnis, namun Davis terlihat tak mau menanggapinya.”
Alena menggelengkan kepalanya dengan pelan, “Aku tak mengerti, mengapa mereka menjodohkan lelaki setampan dia. Pastinya akan banyak wanita yang tergila-gila dengan ketampanannya kan?” tanya Alena kembali.
Hendrawan mengangkat kedua bahunya, “itulah yang Papa tidak mengerti,” jawab Hendrawan.
“Aku jadi penasaran,” Celetuk Alena.
“Penasaran kenapa sayang?”
“Penasaran secantik apa wanita itu hingga mampu mendapatkan lelaki setampan dan segagah Davis,” pekik Alena, “Pasti lebih cantik aku kan Papa,” ujar nya kembali.
Hendrawan merasa takut jika Alena berbuat nekat, karena Ia melihat jika Alena begitu ambisius saat mengatakan bahwa dirinya merasa penasaran dengan sosok istri dari Davis.
“Sayang, dia suami orang. Tidak pantas jika kita merusak hubungan suami dan istri yang sudah sah di mata Agama,”
“Aku tidak akan merusaknya Papa, hanya ingin tau.”
“Mmm, Ya sudah.”
“Ayo Papa, antarkan aku belanja sebelum besok aku terbang menuju Amerika.” ajak Alena.
“Baiklah, mau belanja apa biar Papa temani kamu.” ucap Hendrawan, “Anak Papa sudah besar ternyata,” sembari merangkul anaknya Hendrawan tersenyum karena merasa bahagia melihat putrinya sudah tumbuh besar.
Alena terus menerus memikirkan Davis, sepertinya bayangan Davis selalu terlintas di dalam benak nya. Davis memang sosok lelaki yang berkharisma, siapapun wanita yang menatapnya akan menatap takjub kearahnya dan hal ini benar-benar terjadi kepada Alena saat ini.
“Sepertinya dia menari di dalam pikiran ku, Mmmm-‘mmm” Ucap Alena dalam hati, ia menggelengkan kepalanya seakan merasa tak percaya bahwa hatinya memang mengagumi sosok Davis.
*
Sesampainya Davis di dalam hotel yang menjadi tempatnya menginap, ia segera merogoh ponsel miliknya lalu secepatnya menghubungi Naira.
Tut... Tut... nada tersambung itu terdengar jelas di telinga Davis. Namun beberapa saat kemudian, suara nada tersambung itu berubah.
“Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi, mohon periksa kembali nomor tujuan Andi.”
Tut.
Davis terdiam saat mengetahui bahwa istrinya tidak mau menerima panggilan yang di lakukan olehnya, Davis pun merasa jika Naira memang sedang merasa marah terhadapnya.
“Kenapa ponselnya di Reject ya? Kenapa dia harus marah, aku kan sedang bekerja untuknya.” ucap Davis sembari menggelengkan kepalanya.
“Naira, mengapa kau selalu seperti anak kecil.” Helaan napasnya terdengar seakan sulit bernapas, “Semenjak Naira hamil, sikapnya semakin berubah. Ia selalu ingin di perhatikan lebih, padahal dulu awal pernikahan, Naira begitu sangat dewasa menghadapi diriku.” ujar Davis sembari mencoba menghubungi terus menerus Naira, namun tetap saja Naira enggan menerima panggilan dari Davis.
“Apa aku telpon Mama saja?” tanya nya kembali seorang diri, lalu tanpa berpikir lama kembali, Davis pun mencoba menghubungi ibu nya.
“Halo Mam,” sapa Davis.
“Halo Nak, bagaimana kabarmu?”
“Baik Mam, Naira lagi apa Ma?”
“Naira ada di dalam kamar Devano,” ucap Andini.
“Sedang apa dia?” tanya Davis, “Ma tolong hibur Naira, Devano pasti sebentar lagi pulang.” ucap Davis kembali.
“Devano sudah pulang, memang nya Naira tidak memberitahu mu?” tanya Andini balik.
“Mmm-mmm tadi Naira mencoba menghubungi ku Ma, tapi aku sedang meeting dengan klien ku.” Sahut Davis, “Apa semua nya sudah baik-baik saja?” tanya Davis kembali.
“Sudah, anak mu sangat kuat.”
“Syukurlah, maafkan Davis Mam. Maaf karena Davis sudah merepotkan Mama dan Naira,” ucap Davis.
“Sudahlah, kamu juga disana kan bekerja. Lagipula Naira ada mama kok,”
“Iya Mam, Davis takut Naira marah dengan Davis.”
“Tidak, Naira tidak marah. Mungkin dia sedang sibuk menggendong Devano,” ucap Andini seraya menenangkan Davis.
“Baiklah Mam, mungkin dua hari lagi Davis pulang.”
“Iya, hati-hati di sana ya. Jaga makanan dan jaga kesehatan, apalagi sedang banyak virus berkeliaran.”
“Iya Mam, Davis pasti jaga kesehatan. Makasih ya Mam, udah mau jaga anak dan istri Davis.”
“Iya sayang, ya sudah Mama mau buatin makanan penunjang asi dlu. Biar Naira bisa mulai menyusui dengan baik,”
Davis tersenyum, “Ya sudah, Davis tutup panggilannya ya.”
“Iya sayang, Miss you nak.”
“Iya Mama, Miss you too mam.”
Davis menutup panggilannya, dalam hatinya rasa risau itu sedikit terobati kala ia mendengar bahwa anaknya dalam keadaan baik-baik saja. Lalu Davis berjalan menuju kamar mandi, ia berpikir untuk segera mandi dan beristirahat sejenak.
Ting.
Sebuah pesan masuk kedalam ponsel Davis, lalu ia menoleh dan mengambil kembali ponsel yang tersimpan di atas nakas dan segera membuka pesan tersebut.
“Halo kak, Aku Alena. Salam kenal lagi.” ~ 0822xxxxxxx
Davis mengerutkan dahinya, ia menggelengkan kepalanya dengan pelan dan merasa aneh dengan Alena, “Siapa yang memberikan nomor ku padanya? Tidak mungkin Pak Hendrawan, jelas-jelas dia tahu bahwa Naira baru saja melahirkan.” ucap Davis kembali, ia tak ingin menggubris pesan yang dikirimkan oleh Alena, ia memilih menghapus pesan tersebut tanpa dibaca olehnya.