5

1000 Words
Kamar tidur itu sudah di tutup rapat dan di kunci oleh Utama agar tidak ada satu orang pun yang masuk ke dalam. Lira juga sudah membersihkan semua pring yang pecah ke lantai. Di dalam kamar hanya ada Jesica dan Utama saja. Mereka berada di atas tempat tidur sambil berpelukan. Utama mulai menjelaskan semua yang terjadi sampai ia menikahi gadis bernama Nayla. "Jadi, Kakek kamu itu sedang sakit dan lagi berobat di luar negeri? Kenapa kamu gak bilang kalau alasannya itu, Tama? Mungkin aku mau menerima kamu saat itu," ucap Jesica kecewa dan kesal bercampur menjadi satu di dalam hatinya. "Betul sekali, Sayang," jawab Tama lembut sambil membelai rambut Jesica yang panjang. Jesica semakin nyaman berada dalam pelukan Tama. Ia malah semakin menelusupkan kepalanya di dadaa Tama yang bidang. Tama sudah melepas kemejanya tadi. Hawa di kamar terasa panas setelah kedatangan Jesica. Mereka sudah lama pacaran tetapi tak sekali pun mereka melakukan hubungan yang di luar batas, maksudnya sampai mereka berhubungan intim. Hasrat Tama tiba -tiba saja memuncak. Tama menjadi b*******h karena rangsangan Jesica yang mengusap pelan d**a Tama hingga bulu -bulu halus itu terlihat merinding berdiri. Jari -jari Jesica terus meraba dan menggelitik d**a serta area perut. Tentu saja, lelaki normal seperti Tama akan mudah goyah imannay jika diperlakukan manis seperti ini oleh kekasihnya. Belum lagi ia menciuma aroma wangi dari tubuh Jesica yang mampu membangkitkan nafsu terpendamnya selama ini. Bukan berarti Tama sok alim dengan sikapnya yang tak mau menyentuh Jesica. Tapi, ia menghargai Jesica dan profesi Jesica yang selama ini sedang digelutinya. Tama tidak mau merusak Jesica dan masa depan cerahnya melalui karir yang sedang dicapainya. Jesica seperti sedang memancing gairah Tama. Ia mengendus dan mencium leher Tama yang bersig dan berjakun itu. Siapa yang tidak ikut dalam alur berhasrat ini. Semua orang yang merasakan ini tentu tidak akan menepis lagi. Situasi dan kondisinya juga sudah mendukung sekali. Utama memegang pipi Jesica dan mereka saling berciuman dengan sangat menggairahkan sekali. Decitan ciuman bibir itu terdengar sangat menikmati sekali satu sama lain. "Eunghh ... Tama ..." bisik Jesica di sela -sela ciumannya. "Ya ..." jawab Tama dengan suara parau. Ia harus menghentikan ciuman berhasratnya hanya untuk menatap Jesica dengan lekat. Apa yang ingin dikatakan oleh kekasihya itu. "Kita sudah lama pacaran, Tama ..." bisik Jesica semakin mendekap Tama. "Hu um ... Lalu?" tanya Tama pada Jesica. "Kamu ingin menikahiku? Aku siap, Tama," bisik Jesica terlihat galau. "Hmm ... Jes ... Kamu akan tetap menjadi istriku yang paling aku cintai. Tetapi tidak sekarang. Bukankah kamu yang menolak lamaranku saat itu? Aku sudah mengeluarkan uang banyak untuk gadis itu, Jes," jelas Tama sesederhana itu. Jesica tertawa kecil lalu mengusap pipi Tama yang begitu tampan. Ia memang sering berciuman dengan Tama dan bahkan serulang kali sedekat ini. Tetapi, kali ini hasratnya beda. Jesica ingin Tama menyentuhnya bukan hanya sekedar mencium saja. Tubuh Jesica yang hanya terbalut tank top pun sudah membuat Tama tak fokus sejak tadi. Belahan d**a Jesica terlihat sangat menantang. Ingin rasanya ia menempel disana dan merasakaan apa yang sleam aini ia lihat di sebuah situs dewasa. Kalau secara teori, Tama sudah katam sekali. Kalau secara praktek, ia sama sekali tidak memiliki ilmu apapun. "Sejak kapan kamu hitung -hitungan soal uang, Tama?" ucap Jesica mengecup bibir Tama seolah sedang menggoda Tama. Tama menatap Jesica dengan lekat. Bukan sekali ini saja, Jesica nampak liar dan sangat b*******h. Sejak lama, Jesica selalu mencari celah agar tubuhnya di sentuh oleh Tama. Tetapi Tama selalu mundur dan tetap tidak mau menyentuh Jesica. Tapi, pagi ini sungguh berbeda. Ada hal aneh yang membuat Tama berani menyentuh Jesica. Rasa cinta Tama pada Jesica, kekasihnya itu begitu besar. Ia bakal melakukan hal apapun demi Jesica. "Bukan aku ingin hitung -hitungan, Sayang. Aku hanya tidak ingin Kakek bertanya soal ini lagi. Aku sudah memberikan nama istriku pada Kakek, bahkan buku nikah juga sudah aku kirimkan pada Kakek. Cobalah mengerti posisiku, Jes. Sama seperti aku mengerti posisi kamu," jelas Tama lirih. "Oke. Sebagai tanda kamu tidak berkhianat pada cinta kita. Tolong sentuh aku sekarang, Tama. Biar kamu selalu ingat padaku!" pinta Jesica pada Tama. "Sayang? Kamu yakin dengan ucapan kamu? Aku akan menikahi kamu satu tahun lagi, setelah aku menceraikan Nayla," jelas Tama lagi. "Lalu kenapa? Satu tahun bukan waktu yang lama, Tama. Toh, Kalau aku hamil, kamu mau tanggung jawab kan?" tanya Jesica semakin menantang Tama. "Kalau memang benihku kenapa aku harus takut mengakuinya?" ucap Tama lantang. "Lakukan padaku. Siapa tahu, aku hamil, dan kamu bsia bercerai secepatnya dengan gadis kampung itu dan menikah denganku," jelas Jesica nampak sangat ingin sekali. Tidak seperti biasanya, Tama juga merasa aneh dengan keinginan Jesica yang begitu kuat itu. "Jes ..." ucap Tama lirih sambil mengerutkan keningnya sendiri. "Kenapa? Ayolah Tama ... Memang kamu tidak bernafsu melihat aku?" tanya Jesica yang kini sudah setengah menindih Tama. Bobanya sudah tumpah ruah terlihat dari atas tank topnya yang sengaja dipampangkan pada Tama. "Apa kamu tidak mau melakukan ini di saat malam pertama kita, Jes?" tanya Tama lembut. "Enggak. Biar kamu tahu, kalau aku cinta mati sma akamu, Tam," jelas Jesica masih berushaa meyakinkan Tama. "Aku tahu kok. Kamu memang mencintai aku. Kalau tidak, hubungan kita tidak akan berjalan lama, Jes." Tatapan Tama begitu lekat. Tangannya membelai rambut panjang setengah pirang itu yang tergerai berantakan. Tama menyelipkan anak rambut yang mengganggu pandangan pada wajah cantik Jesica. Jesica bangkit dari posisi dan duduk bersila lalu melepas tank topnya lalu beha. Boba itu betul -betul terlihat sangat indah sekali. Dengan pucuk boba yang sebesar biji kelengkeng berwarna pink. Jesica kemudian berdiri dan menurunkan resleting roknya dan menurunkan rok pendek itu di atas kasur. Perlahan ia menurunkan celana dalamnya hingga rumput hitam yang tercukur rapi jelas terlihat dari bawah. Sungguh pemandangan yang begitu indah sekali. Tama menelan air liurnya. Ia tak bisa menahan lagi. Rangsanagn itu begitu kuat mengalir di tubuh Tama. "Kamu tidak mau menyentuhnya, Tama? Lima tahun kita pacaran. Menurut aku itu terlalu lurus. Sesekali kita mencoba hal yang lebih ekstrim. Biaar hubungan kita semakin tak bisa dilepaskan," bisik Jesica yang duduk di atas tubuh Tama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD