“Aku akan pergi dari rumah ini.” Matteo menatap Zenia dengan sorot mata yang sulit diartikan. Tangannya yang tadi menggenggam garpu kini terhenti di udara, napasnya terasa berat. Suara gesekan sendok di piring terdengar jelas di antara keduanya, menciptakan ketegangan yang menyesakkan di ruang makan besar itu. Zenia tetap menunduk, berusaha bersikap tenang, meski di balik wajah dinginnya tersimpan bara amarah yang belum padam. “Jangan coba-coba pergi dari rumah ini,” kata Matteo akhirnya, suaranya rendah, mengandung perintah. Zenia meletakkan sendoknya dengan pelan, lalu mendongak menatap Matteo. Matanya yang lembut dulu kini tajam seperti pisau. “Kau sudah mempermalukanku di depan semua orang, Matteo. Tidak ada alasan lagi bagiku untuk tetap tinggal di rumah yang membuatku jijik.” Mat

