Minggu yang cerah, Langit sedang asyik berebut bola basket bersama Awan adik lelakinya di ring tunggal depan rumah ketika sebuah mobil memasuki halaman rumah. Seorang lelaki berumur seusia papanya melangkah keluar dengan Langkah tegap. Lelaki yang sangat dia kenal baik selama ini. Langit segera berlari menghampiri, menjabat dan mencium hormat tangan Pak Hamdi yang menepuk bahunya dengan akrab. Awan yang menyusul di belakang kakaknya pun melakukan hal yang sama.“Papa Mas Langit ada di dalam?” tanya Pak Hamdi dengan senyuman berkharismanya.
“Ada Pak, silahkan masuk, sepertinya sudah menunggu Pak Hamdi juga,” jawab Langit tetap dengan sopan dan hormat.
“Baiklah, Mas Langit dan Mas Awan lanjut aja olahraganya biar saya menemui Pak Zein di dalam,” pamit Pak Hamdi kemudian.
Langit dan Awan mengangguk, keduanya kembali menuju tempat mereka bermain sebelumnya dan kembali sibuk dengan pertandingan mereka. Sesekali berteriak dan tertawa seru, dan tak berapa lama Alena datang membawakan s**u hangat untuk keduanya.
“Wah, mantap nih, ada bidadari baik hati datang ke bumi,” goda Langit pada adiknya, yang di balas dengan juluran lidah oleh Alena. Gadis dua puluh tahun itu bukan seratus persen baik hati, tapi sedang menuruti titah dari mama tersayangnya.
“Terima kasih kakak cantik, nggak mau ikut main sekalian biar jadi langsing?” Awan ikutan menggoda kakaknya.
“Hei bocah, emang elo lihat body gue melar gitu? Enak aja, berat badan gue udah standart nih,” protes Alena yang di sambut tawa ngakak kakak dan adiknya.
Awan adalah adik bungsu Langit, cowok tanggung berusia tujuh belas tahun yang mungkin setahun lagi akan menginjakkan kakinya di bangku kuliah. Sedangkan Alena adalah gadis cantik berusia dua puluh tahun, kuliah semester lima, satu tahun di bawah Cinta padahal usia mereka sama. Begitulah keluarga Zein Angkasa, membesarkan dua orang anak lelaki dan satu anak perempuan mereka dengan penuh sikap terpuji yang nyata membuat ketiganya menjadi sosok dengan pribadi yang begitu mulia, semulia hati ayah dan ibu mereka yang menjaga amanat sekian puluh tahun lamanya. Pintar, sopan dan berbudi pekerti tinggi. Bagi keluarga Zein Angkasa, meskipun tidak semata-mata tampak di depan mata publik kedekatannya, sosok Hamdi Abdillah adalah orang istimewa yang berada di jalur lurus perjuangannya menjaga amanat ini dari sahabat mereka. Sayangnya, bukan karena tidak percaya tapi lebih karena demi keamanan salah satu amanat yang di jaganya, Zein baru saja membuka rahasia tentang sosok Cinta pada satu bulan yang lalu kepada Hamdi dengan penuh permintaan maaf.
“Silahkan di minum, Pak Hamdi,” persilah Angelica Angkasa, Mama Langit yang datang ke ruang keluarga mereka dengan membawa suguhan kopi s**u dan pisang goreng istimewa buatannya. Suguhan untuk dua orang lelaki bersahabat puluhan tahun itu yang tak lekang di makan usia, semenjak mereka belum menjadi apa-apa hingga kini kehidupan mereka penuh dengan kemakmuran materi namun tetap bersahaja dalam kesehariannya.
Melihat yang tersuguh di meja Pak Hamdi tertawa penuh rasa terima kasih. Perempuan sahabatnya sejak muda ini tak pernah lupa makanan sederhana kesukaannya yang selalu ada setiap kali berkunjung ke sini.
“Terima kasih, Angel, kamu selalu ingat suguhan istimewa ini,” ujar Pak Hamdi dengan akrab. Zein dan istrinya tertawa mendengarnya. Kemudian mereka kembali melanjutkan obrolan.
“Jadi kemarin akhirnya kamu turun gunung membuktikan ketangguhan Cinta?” tanya Hamdi yang di jawab anggukan oleh Zein.
“Melihatnya presentasi sedemikian rupa, entah kenapa tiba-tiba aku merasakan rindu yang luar biasa kepada Edzhar dan Johana.”
Zein mendongak menghalau air mata yang tiba-tiba saja membuat mata tuanya terasa memanas mengingat kilasan kenangannya bersama sahabat-sahabatnya. Angel yang berada di sampingnya mengelus lembut bahu suaminya. Sedangkan Hamdi hanya diam menatapnya merasakan hal yang sama, teringat kenangan puluhan tahun lalu ketika mereka berjuang bertiga, mulai di bangku kuliah.
Edzhar yang merupakan ayah Cinta adalah orang yang paling berjasa kepada dirinya dan Zein di masa-masa sulit kuliah mereka. Edzhar paling pandai dan dia yang paling ada di antara ketiganya. Zein dan Hamdi adalah perantau di ibu kota ini sedangkan Edzhar asli dari sini. Setiap kali ada kepepetnya mereka dengan sesuatu terutama masalah ekonomi, maka Edzhar yang akan turun tangan. Lebih tepatnya Edzhar dan keluarganya yang begitu rela menolong setiap kesulitan mereka meskipun sesungguhnya dia bukan benar-benar orang berpunya karena pada waktu itu ayah dan ibu Edzhar hanyalah seorang PNS dengan profesi sebaga guru SD dan SMP. Tapi setidaknya cukuplah untuk membiayai pendidikan anak tunggal mereka di tambah sesekali membantu dua sahabat karib putranya yang jauh dari keluarga dan orang tua mereka. Dan, kini Edzhar dan kedua orang tuanya yang selalu berhati tulus dan mulia itu sudah berpulang mendahului keduanya.
“Cinta selalu smart dan semangat,” pendapat Hamdi sambil mengingat salah satu mahasiswinya itu. Yang pada waktu itu dia di minta khusus oleh Zein Angkasa untuk menjadi dosen pembimbing skripsinya dengan alasan bahwa Cinta banyak memiliki prestasi dan potensi untuk di kembangkan sampai berhasil dengan tangan dinginnya di universitas Aksara Tama. Dan dia benar-benar tak mengira bahwa gadis itu adalah pemilik sah yayasan yang selama ini dia bantu Kelola, warisan dari sahabatnya yang sudah lama tiada.
Pada waktu itu dia hanya berfikir bahwa putri tunggal sahabatnya itu jatuh ke tangan orang jahat yang telah membunuh kedua sahabatnya di waktu bersamaan dengan modus kecelakaan mobil ketika selesai meeting di perusahaan. Namun saat itu bahkan belasan tahun kemudian sampai dengan hari kemarin sebelum dirinya menceritakan kondisi Cinta kepada Hamdi, Zein Angkasa selalu bersikeras bahwa sang putri masih hidup dan sedang dalam pencarian dengan alibi bukti bahwa pengasuh putri kecil itu pasti sudah menyelamatkannya mengingat Johana pernah berbicara kepada Angelica istrinya bahwa sudah menyiapkan rencana keselamatan untuk putri dan pengasuhnya jika sesuatu nanti mengancam keselamatan keluarganya.
Hamdi tak pernah tahu, bahwa sesungguhnya skenario penyelamatan keluarga Aksara Tama sudah di atur sebaik-baiknya oleh Edzhar dan Johana dengan melibatkan Zein dan Angelica saat itu. Mereka sudah merasakan feeling bahwa ada seseorang yang mengancam akan menghancurkan dia dan keluarganya karena ingin merebut semua kekayaanya. Percobaan pembunuhan mereka sudah pernah terjadi beberapa kali. Dan akhirnya terbukti pada hari itu ketika tiba-tiba seusai meeting di perusahaan dengan kolega mereka, Zein dan Johana yang berniat pulang ke rumah dengan sopir perusahaan tiba-tiba di beritakan kabar telah mengalami kecelakaan dengan mobilnya yang menabrak pembatas jalan dan meledak di jalanan. Sesuatu hal yang sangat mustahil.
Zein yang pada waktu itu masih berada di perusahaan segera mengatur anak buahnya untuk segera menuju rumah Edzhar, mengatur strategi menyelamatkan putri dan pengasuhnya sesuai rencana yang sudah jauh-jauh hari di rencanakan. Pewaris Edzhar Aksara Tama harus terselamatkan, jangan sampai keduluan orang-orang jahat yang pasti juga akan bergerak kesana. Dan, benar saja, sela tiga puluh menit dari orang suruhan Zein yang mengabarkan bahwa putri Edzhar dan pengasuhnya selamat, orang suruhan lain yang di tugaskan mengawasi rumah Edzhar melihat beberapa mobil masuk ke rumah dengan melumpuhkan penjaga rumah namun sayangnya apa yang mereka cari tak ada di sananya.
Dari situlah Zein semakin yakin siapa sebenarnya musuh Edzhar yang selama ini di duga sebagai otak untuk mencelakakan keluarga sahabatnya itu, tak lain tak bukan adalah kolega Edzhar yang bernama Hira Yaksa, yang saat ini menempati dan menguasai rumah megah Edzhar dan menjadi pemegang saham terbesar di Aksara Tama manufaktur salah satu perusahaan milik Edzhar yang juga di kelola oleh Zein Angkasa. Hira Yaksa tak bisa mengganggu gugat kedudukan Zein Angkasa karena di sebutkan oleh notaris pada waktu itu bahwa di surat wasiat Edzhar, Zein Angkasa adalah salah satu pewaris semua kekayaannya jika sesuatu terjadi pada dirinya dan keluarganya. Dengan di tambahkan penyebutan nama Hamdi Abdillah sebagai pewaris juga untuk Yayasan Aksara Tama yang bergerak di bidang pendidikan. Ya, sebegitu percayanya Edzhar kepada kedua sahabatnya karena selain mereka berdua dia tak merasa memiliki saudara dan keluarga lagi.
Kedua orang tuanya dia titipkan kepada mereka berdua juga, dan sesungguhnya sesekali kedua orang tua itu di masa hidupnya seringkali bertemu Cinta di panti asuhan dengan penyamaran sebagai donatur tetap panti asuhan. Mereka berdua sudah meninggal sejak kira-kira lima tahun yang lalu, sama-sama sakit dan meninggal di tahun yang sama hanya berbeda bulan, dalam pelukan Cinta yang pada waktu itu dengan rela menunggui mereka ketika sakitnya.
Cinta yang selalu memanggilnya kakek dan nenek Tama yang baik hati karena gadis itu tahu bahwa dua orang itu sering berkunjung dan yang Cinta tahu adalah mereka adalah donatur panti asuhan yang begitu menyayangi dia dan saudara-saudaranya di panti semua. Yang selalu membuat Ibu Sasti menangis haru terisak memeluknya setiap kali dua orang tua itu datang berkunjung. Ibu Sasti begitu menyayangi dan menghormatinya hingga dalam fikiran Cinta mereka berdua pastilah orang baik yang berhak juga untuk mendapatkan kasih sayang dan cinta tulus dari dirinya. Suatu saat nanti Cinta akan tahu bahwa mereka berdua adalah keluarga sedarahnya yang masih tersisa.
“Untuk kelanjutan skripsi Cinta bagaimana, Ham?” tanya Zein kepada sahabatnya.
“Cukup lancar, kejeniusan Edzhar menurun kepada gadis itu. Dan Langit sepertinya juga serius membantunya, mungkin satu bulan lagi aku bisa goal-kan skripsinya supaya segera mendapatkan jadwal sidang.”
Zein Angkasa kembali mengangguk, ada raut puas tergambar di wajahnya.
“Sebenarnya aku kasihan beban yang di timpakan bersamaan di bahu gadis itu, tapi kondisinya sudah tidak memungkinkan lagi untuk di tunda. Aku khawatir Hira Yaksa keburu semakin menancapkan kekuasaannya di Aksara Tama sebelum kita memunculkan pemilik sah perusahaan. Kamu tahu betapa liciknya dia, kan?”
“Iya aku tahu banget, dulu aja masih ada Edzhar dia begitu licik dan menghalalkan segala cara, apalagi selama hampir dua puluh tahun ini seolah dia merasa pegang kendali penuh perusahaan yang sok dia adalah pemiliknya. Berkali-kali dia berusaha masuk ke yayasan pendidikan juga tapi aku berhasil menghalaunya, semoga saja Cinta segera bisa di berikan wewenang penuh untuk mengambil semua yang menjadi hak-nya.”
“Iya Ham, lama-lama aku pengin istirahat juga. Langit sudah cukup matang sebenarnya untuk pegang kendali Angkasa, sudah waktunya, tapi untuk sementara ini dia masih aku kasih tugas untuk mendampingi dan mengamankan Cinta. Jujur aku masih sangat khawatir dengan keselamatannya, apalagi jika nanti statusnya sudah kita ungkap ke khalayak publik dimana dia akan tinggal aku begitu takut untuk memutuskannya. Aku nggak ingin mencelakakannya dan perjuangan kita secara diam-diam selama ini akhirnya sia-sia. Aku masih ingin suatu saat nanti Cinta berhasil menghancurkan Hira Yaksa.”
“Sayang, jika nanti status Cinta sudah di publikasikan, aku ingin dia tinggal di sini bersama kita,” Angelica yang sejak tadi hanya diam menyimak akhirnya urun suara.
“Tapi kita memiliki dua anak lelaki, Sayang, apakah itu etis?”
“Etis menurut aku, bagi aku Cinta dan anak-anak kita tak ada bedanya, harus sama-sama di lindungi. Aku sudah menunggunya selama hampir dua puluh tahun untuk bisa memeluknya dengan leluasa, ada Alena juga di sini, kemarin aku sudah sedikit memberitahunya mengenai hal ini dan dia welcome saja, tambah senang juga punya teman katanya. Apalagi dalam surat wasiat Mas Edzhar dan Mbak Johana di sebutkan bahwa di usia Cinta ketika sudah cukup mapan untuk memegang kendali perusahaan kita adalah tetap walinya yang sah secara hukum.”
“Bagaimana, Ham?”
“Menurutku boleh juga, syukur-syukur Langit dan Cinta bisa saling jatuh cinta, itu lebih tidak mustahil lagi bagi Cinta untuk tinggal di sini,” cetus Hamdi yang mengundang tawa ketiga orang dewasa itu.
“Eh, kok tiba-tiba nama saya di sebut di sini?” tanya Langit yang tiba-tiba datang sudah dengan penampilan rapi yang bersih dan segar niat bergabung dalam obrolan asyik orang tuanya dan Pak Hamdi di minggu pagi ini. Sedangkan Awan sudah berdiam di kamar janjian mabar online dengan teman-teman sekolahnya. Alena sendiri sudah pamit hangout dengan kru ceweknya beberapa menit yang lalu.
“Mas Langit, menurut kamu Cinta itu gimana?” tanya Pak Hamdi yang sepertinya paling semangat jika Langit dan Cinta bisa berjodoh.
Langit nampak berfikir sejenak.
“Dia supervisor gue yang jutek abis kalo di kantor,” jawab konyol Langit dengan sengaja karena sesungguhnya diam-diam tadi dia sudah mendengar celetukan Pak Hamdi kepada orang tuanya.
Ketiga orang dewasa di dekat Langit kembali terbahak mendengar jawaban cowok itu.
“Nggak usah jaim deh, Lang, deskripsikan dengan jelas dan lengkap tentang sosok Cinta, Mama nggak pernah ajarin anaknya banyak acting atau bohong,” Angelica ikutan menggoda anaknya.
“Mama apaan, sih? Langit jujur itu, dia emang cantik sih tapi jutek.”
“Tapi meskipun jutek dia cocok lho sama kamu, Mas Langit,” ujar Pak Hamdi menyodorkan handphone yang di pegangnya kepada Angelica dan Zein, yang membuat Langit penasaran apa sebenarnya yang di tunjukkan lelaki mantan dosennya itu kepada orang tuanya.
“Wah … keren loh ini, Langit Cinta,” sahut Angelica dengan ber-wow-ria di ikuti suara tawa papanya.
Langit segera nyambung dengan apa yang sedang di lihat oleh orang tuanya. I****gram yang dia buat untuk Cinta pasti yang jadi masalahnya. Ah, bagaimana bisa Pak Hamdi memilikinya, masa iya lelaki tua itu gaul juga mainan sosmed itu? Langit menepuk jidatnya sendiri.
“Bagaimana Pak Hamdi bisa punya, ya?” tanya b**o Langit tak bisa menyembunyikan sikap salah tingkahnya.
Pak Hamdi tertawa, kemudian menceritakan kronologisnya kepada semua yang ada di dekatnya.
Jadi, siang itu Pak Hamdi sedang serius di ruangnya, tiba-tiba seorang staf bagian promosi di Yayasan Aksara Tama datang kepadanya untuk mendiskusikan program yang akan di masukkan ke akun sosmed universitas mereka. Setelah berdiskusi panjang kali lebar dengan jelas dan detail, staf tersebut menunjukkan satu akun kepada Pak Hamdi. Di kampus, Cinta cukup famous dan bersinar, dan nomornya pasti terdaftar di contact kampus hingga satu akun yang berpusat dari nomor teleponnya itu di gunakan untuk membuat satu akun sosmed pasti akan muncul pemberitahuan pada akun sosmed orang lain yang menyimpan nomornya.
“Mbak Cinta akhirnya punya pacar ya, Pak?” tanya staf cowok itu dengan wajah yang sepertinya nampak patah hati.
“Jadi begitu ceritanya, Mas Langit, bukan saya berniat kepo tapi orang baik itu pasti di tunjukkan sesuatu yang baik juga tanpa meminta.”
Langit hanya bisa menggaruk kepalanya yang tak gatal, tak bisa lagi memberi jawaban ngeles kepada para orang tua yang akhirnya menggojloknya habis-habisan karena ada bukti foto berduanya dengan Cinta. Apalagi pose mereka cukup so sweet juga. Kemarin aja tanpa sengaja dia mendengar teman-teman kerja Cinta mencecar gadis itu tentang hubungannya dengan Langit, dan seperti biasa Cinta hanya menanggapinya dengan cuek. Yang ada di fikiran Langit, Cinta tak akan pernah bisa jatuh cinta pada dirinya yang selengekan dan suka absurd ini. Jadi, diapun bersikap santai saja karena dia merasa nyaman bersahabat dengan Cinta.
Yang pasti, perbicangan di rumah Zein Angkasa hari ini adalah tentang langkah selanjutnya menggembleng Cinta supaya Cinta segera menyelesaikan skripsinya sehingga gadis itu akan bisa lebih fokus pada tugas di pekerjaannya meskipun tempaan demi tempaan harus dia lalui di berbagai sisi kehidupannya dari orang-orang yang peduli padanya dan menginginkan dia bisa semakin tangguh untuk menghadapi masa depannya. Pak Hamdi mendeadline-nya harus bisa menyelesaikan skripsinya dalam waktu satu bulan ke depan.