97. Pengakuan Rivan

2603 Words

Tak bosan-bosannya aku menatap Mas Rivan yang terlelap di sampingku. Dia tidur telentang dengan posisi sedikit miring. Tidurnya masih pulas, tampak tak terganggu sama sekali sekalipun aku baru saja bergerak membenarkan selimutnya. Semakin aku menatapnya, semakin aku malu ketika ingat yang semalam. Lagi dan lagi, dia memberi pengalaman yang berdeda. Aku tidak akan menjabarkannya karena malu. Selain malu, memang tidak boleh diumbar. Itu murni rahasia kami. “Ternyata sebahagia ini, ya, diinginkan suami?” aku menggumam pelan. Aku tidak lagi bicara soal cinta, suka, atau sayang. Mas Rivan menunjukkan itu tak kurang-kurang. Dia sudah memberiku semua itu sampai tumpah ruah. Kali ini aku hanya ingin fokus soal ‘diinginkan’. Ya, mungkin akan sedikit frontal dan v****r. Bagaimanapun, ini berhubu

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD