Episode 8

1944 Words
Vanilla gelisah. Hatinya tidak tenang saat ia melihat sekelebat bayangan Bumi masuk ke dalam ruangan Altan. Ia tahu perusahaan Altan memiliki dua proyek baru dengan perusahaan ayahnya. Karena Bumi juga menanamkan saham fifty-fifty pada salah satu perusahaan ayahnya, maka otomatis Bumi juga memiliki hak yang sama dengan ayahnya. Dan sepertinya project ayahnya kali ini akan di follow up oleh Bumi. Makanya ia tidak heran mendapati Bumi wara wiri di kantor ini. Sedari kecil ia cinta sudah mati pada Bumi. Di mana ada Bumi, maka ke situ lah ia akan mendekat. Ia juga tidak segan-segan memperlihatkan perasaannya secara terang-terangan pada Bumi. Semua orang tahu kalau ia selalu berupaya mencari cara agar ia bisa berdekatan lelaki pujaannya itu. Bumi kadang sampai risih karena selalu diekori olehnya. Tetapi sejak kejadian batalnya pernikahan Bumi dengan Aliya akibat ulahnya, Ia jadi merasa ketakutan sendiri. Ia merasa sangat berdosa. Bumi telah berusia tiga puluh tiga tahun sekarang. Ia sudah cukup tua dan seharusnya sudah memiliki satu atau dua orang anak seperti teman-teman yang seusia dengannya. Vanilla ingat, awal ia menyukai Bumi adalah saat ia mencuri dengar pembicaraan antar sesama laki-laki antara kakaknya dengan Putra Lautan, kakak Pandan Wangi. Menurut kakaknya dan Lautan, cinta sejati itu seperti kisah cintanya Bumi kepada Bintang. Walaupun Bintang itu gendut, dekil dan jerawatan, tapi Bumi amat sangat mencintainya. Bumi tidak pernah menyuruhnya berdiet, mempercantik diri atau apa pun. Bumi mencintai Bintang apa adanya. Ia mencintai kelebihan dan kekurangan Bintang satu paket. Titik. Sesederhana itu. Sejak mendengarkan pembicaraan antara kakaknya dengan Lautan, ia merasa kalau ia mulai jatuh cinta pada Bumi melalui telinganya, berlanjut ke hatinya. Bumi adalah laki-laki pertama yang ia taksir di kala ia mulai menyukai lawan jenisnya. Ia mulai sering berangan-angan akan mencari laki-laki sejati seperti Bumi yang mencintai Bintang dengan apa adanya dan bukan karena ada apa-apanya. Kemudian badai itu pun datang. Kisah asmara legendaris Bumi dan Bintang kandas di tengah jalan. Bintang malah menikah dengan Tian. Sejak saat itu Bumi tidak pernah terlihat dekat dengan perempuan mana pun juga. Patah hatinya Bumi sangat dalam sehingga ia tidak tertarik untuk menjalin hubungan percintaan lagi. Ia tumbuh besar dengan kisah cinta legendaris namun berakhir tragis antara Bumi dan Bintang. Makanya ia menjadi jatuh kasihan dan bersimpati pada Bumi. Sewaktu Bumi patah hati dulu. Ia pernah berjanji pada dirinya sendiri apabila ia sudah besar nanti, ia akan menikahi Bumi agar Bumi tidak sedih dan merasa sendirian lagi. Ia menuliskan semua ungkapan perasaannya pada sebuah buku dengan tulisan halus kasar tegak lurus bersambung khas anak SD. Ia membawa buku itu dan menyerahkannya pada Bumi pada saat keluarganya bersilahturahmi ke rumah keluarga Bumi. Kala itu Bumi tertawa dan mengelus sayang kepalanya. Bumi mengucapkan kata terima kasih dan menghadiahinya seulas senyum manis. Vanilla ingat ia bahkan memaksa Bumi untuk menyimpan baik-baik buku itu. Ia mengatakan kelak saat ia sudah besar ia akan meminta kembali buku itu. Sebagai tanda janji yang sudah ia tunaikan. Ia masih kelas enam SD dan berusia belasan tahun kala itu. Setelah berusia awal dua puluhan seperti sekarang ini barulah ia merasa kalau tingkahnya waktu itu amat sangat lebay dan memalukan. Anak SD sudah mengerti cinta-cintaan. "La, lo disuruh Bu Surti nganterin minuman ke ruangan Pak Boss. Sebentar lagi Pak Boss dateng. Tamu Pak Boss juga udah nunggu tuh di ruangannya." Mampus! Bagaimana kalau Bumi nanti mengenalinya? Bisa dijadikan perkedel kentang lah ia oleh kedua orang tuanya. "Eh dia malah bengong. Cepetan sana anter kopinya. Keburu kering ntar tamunya kalau kelamaan nggak dikasih minum." Sembur Yati lagi. Vanilla yang sedang mengantarkan berkas photo copy untuk Winda hanya bisa mengangguk pasrah. Ini kan memang sudah tugasnya. Ia tidak boleh mencampur adukkan antara masalah pribadi dengan pekerjaannya. Ia adalah orang yang profesional. Ya walaupun cuma professional tingkat OG sih. Hehehe. "Oke, Yat." Vanilla mengiyakan seraya memutar arah kaki ke arah pantry. Ia menghampiri Bu Surti yang dengan segera menyerahkan baki berisi dua gelas kopi. Vanilla bergegas berjalan ke arah ruangan yang akhir-akhir ini diakrabinya. Selama ia menjadi OG, Altan memang terus membudakinya. Makanya ia jadi lebih sering keluar masuk ruangannya dibandingkan dengan Tasya, sekretarisnya. Ia masuk begitu saja karena pintu memang dalam keadaan terbuka. Samar-samar ia mendengarkan percakapan antara laki-laki dan perempuan. Itu berarti  Tasya, sekretaris Altan sedang menemani Bumi. Pantas mejanya dalam keadaan kosong. "Permisi," kedatangannya  menghentikan sementara percakapan seru satu arah antara antara Tasya dan Bumi. Mengapa ia mengatakan satu arah? Itu karena sedari tadi Tasya sibuk nyerocos seru sendiri, sementara Bumi terlihat asik dengan ponselnya. Bumi hanya membalas dengan gerakan tubuh seperti mengangguk, menggeleng atau mengangkat kedua bahunya sekaligus. Ahelah apa enaknya coba mengobrol dengan orang yang jelas-jelas memperlihatkan sikap kalau ia tidak tertarik untuk berbicara dengan kita? Saat pandangan matanya bersirobok dengan Bumi. Vanilla dengan cepat merubah arah tatapannya pada kopi yang sedang ia letakkan hati-hati di atas meja. Kelakuannya sudah mirip dengan seorang arkeolog saat memegang artefak kuno. Super hati-hati sekali. Beginilah kelakuan orang yang merasa bersalah sendiri. Orang yang dibersalahin tenang-tenang saja karena tidak tau apa-apa, eh dia panas dingin sendiri karena ketakutan dan rasa bersalah yang tidak hilang-hilang juga. "Kalau Anda mempunyai pekerjaan lain yang lebih penting, lanjutkan saja Bu Tasya. Saya bisa menunggu atasan Anda sendiri di sini. Anda tidak perlu repot-repot menemani saya." Savage! Bumi ini kalau berbicara memang rasanya renyah-renyah nyelekit gimana gitu. Bisa saja menyindirnya. Vanilla nyaris tidak bisa menahan senyum saat melihat wajah Tasya berubah cemberut. Siapa yang tidak jengkel mendengar kalimat sopan-sopan j*****m Bumi. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, Tasya berlalu dengan langkah kaki sedikit dihentakkan. Selain malu Tasya pasti juga kesal. "Silahkan diminum kopinya Om eh Pak Bumi sementara Bapak menunggu Pak Altan. Permisi." Vanilla membungkukkan sedikit tubuhnya. Ia sudah mengambil ancang-ancang untuk menghindar sejauh mungkin. Ia takut kalau terlalu lama di sini Bumi bisa mengenali kemiripannya dengan si wanita penggagal pernikahannya itu. Bisa panjang nanti urusannya. "Kamu sibuk tidak, La?" Jujur atau bohong ini jawabnya ya? "Tidak begitu sih, Pak." Vanilla akhirnya memilih jawaban netral. Tidak jujur tapi kan tidak bohong juga. "Kalau tidak begitu sibuk, mau tidak kamu menemani saya mengobrol sambil menunggu atasanmu datang?" Hadeh, bagaimana ini cara menolaknya ya? Jujur, sebenarnya salah satu impiannya adalah mendapatkan kesempatan emas seperti ini. Mengobrol intim berdua tanpa ada telinga lain yang ikut mendengarnya. Hanya saja, ia takut ketahuan. Permintaan Bumi ini buah simalakama sekali bukan? "Sebenarnya saya masih memiliki banyak pekerjaan di pantry, Pak Bumi. Saya khawatir kalau atasan saya nanti marah karena saya malah mengobrol alih-alih menyelesaikan pekerjaan. Saya bisa tidak lulus magang nanti, Pak." Elak Vanilla halus. "Menemani saya juga termasuk tugas kamu bukan? Kan sekarang saya ini termasuk atasan kamu juga? Saya mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan dari kamu." Tukas  Bumi seraya tersenyum kecil. Bumi ini cara memaksanya halus sekali. Apa boleh buat, mau tidak mau Vanilla duduk juga di sofa samping Bumi. Bumi memang benar. Dia kan juga termasuk atasannya juga sekarang. Setelah meletakkan baki yang sedari tadi ia remas-remas karena gugup, Vanilla memberanikan diri menatap Bumi. Hadeh, lama-lama di sini bisa ketahuan tidak ya? Dari pada ia tidak enak makan tidak enak tidur karena terus dihantui rasa bersalah, lebih baik ia mengaku sajalah. Berani berbuat ia juga harus berani bertanggung jawab. "Kamu hebat juga ya bisa bertahan sebagai OG di sini, La? Altan kan terkenal sadis mulutnya. Hehehe." Ya terpaksa sih, Pak. Namanya juga ditantang orang. Ya di jabaninlah. Saya kan orangnya pantang dirantangin eh ditantangin. Hehehe... "Ya namanya juga usaha demi skripsi, Pak. Saya berprinsip mengalah untuk menang, Pak." Sahut Vanilla diplomatis. Lama-lama kok gue merasa jadi kayak Vanilla Teguh ya? "Wah, sudah pintar menjawab dengan jawaban diplomatis ya kamu sekarang? Sudah tidak mirip dengan seorang gadis kecil yang menitipkan surat cinta pada sebuah buku tulis. Hehehe." Bumi terkekeh geli. Mati! Bumi masih mengingat kejadian itu rupanya. Vanilla seketika ingin membenamkan dirinya ke rawa-rawa penuh buaya saking malunya. "Saya minta maaf atas kelakuan absurd saya di masa lalu ya, Pak?" Ucap Vanilla serba salah. Ia malu sekali saat teringat pada kejadian itu. Eh tapi, setiap orang pada masa lalunya pasti pernah melakukan minimal satu hal konyol bukan? Anggap saja itu adalah salah satu hal konyol memalukannya di masa lalu. "Tidak apa-apa, La. Saya tidak pernah serius memikirkannya." Nyesss! Hati Vanilla seperti dicubit keras rasanya. Apa kata Bumi tadi? Tidak pernah serius memikirkannya? Bajirut! Padahal ia sampai semedi dua hari dua malam demi  mendapatkan kalimat kalimat bagus ala anak SD. Tapi ternyata malah tidak dianggap oleh Bumi. Sialan bener! "Saya akhir-akhir ini sedang banyak pikiran, La. Mungkin dengan membaginya separuh denganmu, bisa mengurangi sedikit beban saya." Saya adalah salah seorang  penyumbang masalah-masalah itu, Pak. Maafkan saya ya, Pak? "La, kamu pasti tahu bukan soal issue pernikahan saya dengan Aliya yang gagal? Saya merasa sangat--" "Maaf... maaf... maaf kan saya ya, Pak? Saya tidak bermaksud untuk menga--" "Lho, kenapa kamu harus minta maaf pada saya? Pernikahan itu gagal kan bukan karena kamu. Tapi karena ulah perempuan itu." Perempuan itu ya saya, Pak. Hellow! "Entah kenapa saya ingin sekali sharing dengan kamu. Apakah kamu tahu La,  setelah sekian lama hati saya beku, ini untuk pertama kalinya hati saya kembali hangat." Astaga, berarti Bumi ini benar-benar mencintai Aliya. Dan ia telah kembali menghancurkan kisah cintanya sekali lagi. Astaga ia jahat sekali bukan? Inilah saatnya. Ia akan mengakui saja semua dosa-dosanya. "Saya menyukai wanita itu, Vanilla. Saya merasa tersihir saat mendengar suara pedihnya tentang perasaannya pada saya. Matanya bahkan berbicara lebih banyak dari pada bibirnya." Ini ceritanya kok jadi begini sih? "Saya terus mencari-carinya selama beberapa hari ini. Saya bahkan berencana akan memakai jasa detektif swasta untuk melacak kehadirannya. Dan bila saya menemukannya, saya akan segera menjadikannya milik saya. Hanya milik saya!" Vanilla merasa ngeri saat melihat tekad kuat di kedua bola mata hitam Bumi. Untung saja ia tadi belum sempat mengatakan apa-apa. Bagaimana perasaan Bumi jika ia tahu bahwa wanita itu adalah dirinya sendiri? Masalah sepertinya semakin lama semakin runyam saja. "Saya minta maaf ya, Vanilla? Saya tahu kalau dari kecil dulu kamu sudah menyukai saya. Saya berterima kasih dan merasa tersanjung karena dicintai oleh kamu dengan tulus. Saya menghargai perasaan kamu. Sampai sekarang pun saya masih menyimpan buku pengakuan cintamu dan keinginanmu untuk  dinikahi oleh saya. Tapi maaf ya, gadis kecil? Saya tidak mencintai kamu. Saya sekarang sepertinya menyukai wanita yang mengaku-ngaku mengandung anak saya itu. Saya akan terus mencarinya. Saya yakin suatu saat nanti saya pasti akan menemukannya." Tukas Bumi tegas. Vanilla seketika gelisah. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Bumi akhirnya malah terobsesi dengannya. Bagaimana ini? Sebenarnya sampai sekarang pun ia masih mencintai Bumi. Cinta banget malah. Tentu saja ia senang setengah mati kalau Bumi juga balas mencintainya. Masalahnya sekarang adalah Bumi tidak menyukainya sebagai Vanilla. Tetapi Bumi menyukainya saat ia menjadi orang lain yang sialnya itu adalah dirinya sendiri yang sedang menyamar. Kok rasanya nyesek banget ya? Vanilla buru-buru berdiri. Sebaiknya ia menjauh saja dari Bumi sebelum Bumi mencurigainya. Karena gerakan terburu-burunya, Vanilla tersandung sudut karpet. Melihat tubuh Vanilla sedikit oleng, Bumi menahan kedua bahu Vanilla dan membimbingnya kembali duduk ke sofa. Vanilla yang semakin senewen, bermaksud kembali berdiri. Bumi menahan kembali bahunya. "Kamu ini tidak bisa duduk diam ya?" Bumi menggeleng-gelengkan kepala melihat kedegilan Vanilla. "Bisa sih, Pak. Tapi diamnya saya nggak bagus buat kesehatan orang yang melihat. Bisa bikin kangen setengah mati." Jawab Vanilla asal karena salah tingkah antara dipegang-pegang oleh Bumi dan takut ketahuan. Bertepatan dengan itu pintu ruangan tiba-tiba saja terbuka. Dan si boss songong masuk dengan tergesa-gesa. "Kamu ini pagi-pagi bukannya bikin kopi tapi malah ngelaba aja. Sana buatin saya kopi yang baru. Beli kopinya di Bogor dan gulanya di Surabaya ya? Sana cepetan beli!" Altan yang baru saja tiba segera menarik tubuh Vanilla dari sofa dan mendorongnya lembut ke arah pantry. Elah ini si Boss sebiji nggak bisa amat ya liat orang senang? Dasar curut got sialan!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD