Aula mewah kediaman keluarga Zambrotta mendadak sunyi seperti kuburan. Tidak ada musik, tidak ada tawa, hanya napas terkejut dan tatapan-tatapan menusuk yang mengarah pada Marina.
Kalung berlian Grandma Cicilia yang hilang kini tergenggam di tangan bodyguard, berkilau di bawah lampu yang baru saja menyala.
Tergenggam karena dikeluarkan dari … tas pesta Marina.
Sofia melangkah maju dengan tatapan dingin. Gaun sutra biru tuanya bergoyang mengikuti langkah cepat penuh amarah. Ia berhenti tepat di depan Marina, menatap perempuan muda itu dari ujung kepala hingga kaki.
“b******n!” Lalu, tanpa aba-aba tangannya terangkat dan tamparan keras mendarat di pipi Marina.
PLAK!
Suara itu menggema di seluruh ruangan. Beberapa tamu menjerit pelan, tak menyangka akan ada insiden segila ini.
Marina terperangah, sontak memegangi pipinya yang perih dan panas.
“Mom!” engah Antonio terbelalak karena kekasihnya ditampar oleh ibunya sendiri.
Namun, Sofia membentak putranya. “Diam kamu!”
Dan bagai seekor anak anjing yang dibentak oleh majikannya, tubuh Antonio membeku tak bisa bergerak melawan perintah sang bunda.
Sofia berdesis, “Selama ini aku menerima kamu dengan tangan terbuka, Marina!” serunya dengan suara bergetar marah.
“Aku memperlakukanmu dengan baik, meski kamu berasal dari keluarga miskin yang bahkan tidak sebanding dengan kami! Tapi, ternyata aku salah!”
“Aku salah menilai orang miskin yang ternyata hanya menanti kesempatan untuk mencuri perhiasan dari keluarga Zambrotta!”
Marina tersentak. Pipinya semakin panas, tetapi bukan karena sakit. Ia merasa sangat malu. Semua mata memandangnya dengan jijik dan curiga.
“Aku tidak mencuri!” Marina berteriak panik. “Aku bahkan tidak tahu bagaimana kalung itu bisa ada di dalam tasku!”
Sofia tertawa sinis. “Oh, tentu saja kamu tidak tahu. Semua pencuri selalu bilang begitu!”
“Mommy, tenang dulu,” Antonio mencoba menengahi, tetapi suaranya terdengar tidak berarti, tidak tegas. Ia menatap Marina dengan pandangan bingung, antara ingin percaya dan takut pada keluarga di depannya.
Padahal, bukankah sebentar lagi dia akan diangkat menjadi pemimpin Klan Zambrotta? Sepertinya Draven benar, pria itu hanya pecundang. Hanya kebetulan anak lelaki pertama sehingga tampuk kepemimpinan turun padanya.
Marina menatap kekasihnya dengan mata memelas dan memohon. “Antonio, dengarkan aku. Saat lampu padam, semua orang panik. Ada seseorang yang menyenggolku dengan keras, aku bahkan hampir terjatuh. Aku pikir itu kamu, tapi mungkin saja dia yang meletakkan kalung itu ke tasku!”
Sofia membentak dengan suara menggelegar. “Tidak usah banyak alasan! Kamu tertangkap basah dan sekarang mau melimpahkan kesalahan pada orang lain!”
“Kurang ajar! Kamu benar-benar b******k!” makinya dan mendorong Marina kasar hingga hampir terjatuh jika tidak kemudian punggung mengenai dinding.
Beberapa tamu mulai berbisik sambil menatap mengejek dan merendahkan pada Marina.
“Dia punya alasan untuk melakukannya! Ternyata dia hanya wanita miskin!”
“Kalung tiga juta dollar, siapa yang tidak tergoda?”
“Perempuan miskin seperti itu pasti tidak akan mampu membelinya.”
“Memalukan! Bisa-bisanya Antonio memacari gadis miskin yang ternyata pencuri!”
Marina memejamkan mata sesaat, menahan sesak dan ketakutan di dadanya. Ia menatap sekeliling, mencari sosok yang paling mungkin melakukan semua ini.
Dan ketika matanya menemukan Rodee di antara kerumunan, di mana wanita itu tengah berdiri dengan wajah pura-pura khawatir dan bibir bergetar, tetapi menatapnya culas, di saat itulah Marina tahu.
“Rodee! Semua ini ulahmu!” tuduhnya lantang. “Kamu yang menjebakku!”
Rodee menatapnya dengan mata terbelalak seolah tak percaya Marina menuduhnya. “Apa? Apa maksudmu!”
“Aku sedari tadi di sini! Bagaimana mungkin aku bisa berlari ke sana dan kembali kemari dalam waktu sekian detik!”
Marina menggeleng dan terengah. “Sejak kemarin kamu ingin memisahkanku dari Antonio! Kamu bahkan tadi datang ke kamar tamu sebelum pesta dimulai dan mengancam akan membuatku menyesal malam ini kalau aku tidak pergi!”
Antonio memekik kencang, “Hentikan, Marina! Jangan tuduh orang sembarangan! Rodee tidak bersalah!”
Tentu saja, pria itu pasti marah kalau kekasih gelap setenga terangnya itu diusik, bukan? Termasuk dalam keadaan seperti ini, mana mungkin dia percaya kalau Rodee yang melakukan semuanya?
“Jangan asal menuduh! Kamu sendiri yang harus menjelaskan bagaimana kalung grandma bisa ada di tasmu!” bentak Tuan Muda Zambrotta dengan wajah marah.
Semua orang menoleh pada Rodee, terkejut pula. Lalu, berganti memandang Marina dan Antonio secara bergantian.
Air mata langsung mengalir di pipi Rodee. Ia menggigit bibir, bahu tersengal seakan paling terdzolimi malam ini. “Kamu menuduhku? Tuhan, ya, ampun, Marina … bagaimana bisa kamu begitu kejam menuduhku?”
“Aku datang ke sini hanya untuk memberi selamat pada Grandma Cicilia. Aku dan Antonio hanya bersahabat, tapi kamu selalu salah paham dan kamulah yang selma ini selalu ingin menyakitiku!”
Marina mendengkus sinis, “Kamu pintar sekali bersandiwara! Wanita licik sepertimu pasti yang mela—"
Sofia menatap tajam dan memotong ucapan Marina. “Cukup! Aku tidak ingin mendengar alasan konyol darimu!”
“Nyonya Sofia, tolong, dengarkan dulu. Aku tidak melakukan pencurian! Aku menyayangi Grandma Ci—” Marina belum sempat melanjutkan ketika Sofia kembali mengangkat tangan.
PLAK!
Satu tamparan hadir kembali di pipi Marina. Para tamu tersenyum sinis melihatnya. Mereka seakan sangat puas melihat wanita miskin yang dituduh pencuri itu ditampar untuk kedua kalinya.
“Diam!” bentak Sofia terengah.
“Kamu pikir aku bodoh? Kamu menuduh Rodee setelah tidak bisa mencari alasan lain. Tapi, semua bukti ada padamu, Marina!”
Marina menatap perempuan yang sebelum ini sangat baik kepadanya dengan mata berkaca-kaca. Pipinya semakin panas dan hatinya semakin hancur. “Demi Tuhan! Demi kuburan ayah dan ibuku! Aku tidak men—"
“Cukup!” teriak Sofia. “Kamu membuatku muak! Gosip bahwa kamu terlibat dengan hutang puluhan ribu Dollar sudah menyebar di mana-mana!”
“Kamu mencuri kalung Grandma Cicilia karena kamu butuh uang, ‘kan? Luar biasa! Ternyata, selama ini aku memelihara buaya sepertimu!”
Antonio menatap bergantian antara ibunya dan Marina. Suaranya serak ketika ia bertanya terengah, “Marina … kalau kamu tidak melakukannya, kenapa kalung itu ada di tasmu?”
“Kalau kamu kesulitan uang, kamu bisa meminta padaku! Kamu terlibat hutang apa?”
Marina menatapnya tidak percaya. “Kamu … kamu tidak percaya padaku? Aku tidak punya hutang di mana pun! Aku tidak mencuri kalung nenekmu!””
Antonio menghela napas berat, wajahnya semakin tegang. “Aku hanya bertanya apakah semua itu benar? Aku ingin menyelamatkanmu, aku ingin membantumu keluar da—”
“Tidak!” Marina mengguncang kepalanya. “Kamu bertanya karena kamu tidak mempercayaiku! Sama seperti mereka semua!”
Rodee mendekat dengan wajah penuh air mata. “Marina, aku tahu kamu sedang tertekan. Tapi, menuduh orang lain tidak akan mengubah kenyataan.”
“Aku juga mendengar gosip kalau kamu kesulitan uang. Minta ampun pada Nyonya Sofia, semoga beliau mau memaafkanmu. Begitu saja supaya kamu bisa selamat!”
Marina menoleh cepat, menatap Rodee dengan amarah. “Berhenti berpura-pura suci, Rodee! Aku tahu ini perbuatanmu! Kamu ingin aku dipermalukan di depan semua orang!”
Sofia langsung membentak. “Cukup sudah! Aku tidak akan membiarkan lebih banyak kebohongan keluar dari mulutmu!” “Kamu bukan hanya mempermalukan keluarga kami, kamu juga melukai Grandma Cicilia! Kamu harus diberi pelajaran!”
Sofia lalu menepuk tangan dan memberi isyarat pada dua bodyguard besar di belakangnya. “Bawa perempuan ini ke kantor polisi!”
“Laporkan bahwa dia mencuri kalung keluarga Zambrotta. Pastikan dia tidak bisa keluar dari penjara!”
“Mommy, tunggu!” Antonio menarik lengan ibunya, tetapi Sofia menepis kasar. “Tidak, Antonio! Kamu terlalu lembek terhadapnya! Perempuan ini harus menerima akibat dari perbuatannya.”
Marina menatap Sofia dengan mata memerah memelas. “Nyonya, tolong dengarkan aku! Please, aku tidak melakukannya! Aku dijebak!”
Sofia mendekat, berbisik tajam di telinga wanita itu. “Kamu masih beruntung, Marina. Karena aku masih punya belas kasihan untuk hanya menyerahkanmu ke polisi.”
“Biasanya, keluarga kami tidak akan repot-repot membawa pencuri ke kantor polisi. Kami akan memotong tangannya langsung di depan umum.”
Marina menatap Sofia dengan gemetar. “Saya mohon, Nyonya, demi Tuhan saya tidak melakukannya!”
Betapa takut Marina diseret ke kantor polisi. Kemarin didatangi polisi saat di restoran saja dia sudah ketakutan, apalagi sekarang?
Dua bodyguard menarik kasar lengan Marina, sementara semua tamu menatap tanpa berani bersuara. Rodee berdiri di belakang Antonio, berpura-pura terisak pelan, sesekali memegang lengan pria itu seolah mencari ketenangan akibat kejadian mengerikan barusan.
Sementara itu, Antonio diam … tidak berkata apa-apa. Ia hanya menunduk, membiarkan Marina dibawa pergi.
“Antonio …!” pekik Marina parau, penuh luka dan ketakutan. “Kamu sungguh tidak percaya padaku? Tolong aku!”
Antonio menatap sekilas, matanya dingin dan kosong. “Aku tidak tahu apa yang harus kupercaya.” Desisnya itu kian menghancurkan perasaan Marina.
Melihat tidak ada yang bisa menolongnya, Marina berhenti melawan. Ia hanya diam, membiarkan air matanya jatuh di atas gaun mewah yang kini benar-benar tidak ada gunanya diberikan sore tadi.
Seluruh pesta yang semula mewah kini menjadi panggung penghinaan dengan dia sebagai bintang utama.
Malam itu, pesta keluarga Zambrotta berakhir bukan dengan tawa dan musik, melainkan dengan isak tangis seorang perempuan yang tidak bersalah, dan tatapan seorang pria yang membiarkannya pergi tanpa perlawanan apa pun.
***
Marina digelandang masuk ke dalam kantor polisi dengan tangan diborgol. Mendekati sebuah telepon umum, rantai besi itu dibuka.
Seorang polisi berseragam memberi tahu dengan nada datar bahwa ia hanya diizinkan melakukan satu kali panggilan telepon sebelum proses pemeriksaan lanjutan dimulai.
Marina menganguk terengah, pikirannya berputar cepat mencari siapa yang bisa dihubungi.
Dia ingin menelepon Draco. Hanya nama itu yang muncul di kepalanya. Akan tetapi, ia bahkan tidak memiliki nomor pria itu.
Akhirnya, ia menekan nomor bibi Carol, satu-satunya orang yang bisa ia andalkan saat ini.
“Bibi, ini aku, Marina.” Suaranya terdengar serak. “Aku ... aku ditahan di kantor polisi Manhattan. Ada kesalahpahaman besar. Tolong ... katakan pada keluarga Lycenzo bahwa aku membutuhkan bantuan Draco.”
Bibi Carol terkejut bukan main. “Astaga, Marina! Apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa ditahan?”
Marina terisak. “Aku tidak mencuri apa pun, bibi. Mereka menemukan kalung Grandma Cicilia di tasku. Tapi itu bukan kelakuanku!”
“Aku bersumpah! Aku tidak tahu bagaimana bisa ada di sana. Tolong ... tolong hubungi keluarganya Draco. Katakan padanya aku butuh bantuan segera.”
“Ya Tuhan ...!” Suara Carol menyeru panik. “Baiklah, sayang. Aku akan lakukan sekarang juga. Semoga mereka bisa membantu!”
“Kalau sampai besok tidak ada kabar darimu, Bibi akan segera terbang ke New York dan menemuimu di penjara!”
Marina merintih, menahan tangis. “Terima kasih, bibi. Tolong cepat. Aku takut …!”
Polisi memberi isyarat waktu telepon sudah habis. Marina menarik napas panjang sebelum mematikannya dengan tangan bergetar.
Ia ingin bicara lebih lama, tetapi tak diizinkan. Ia hanya bisa berharap pesan itu benar-benar sampai ke Draco.
***
Dua jam berlalu dengan lambat, setiap detik terasa seperti siksaan. Marina duduk di sudut ruang tahanan perempuan dengan kepala mendunduk, sesekali terisak.
Meratapi kenapa nasibnya sesial ini sebagai seorang wanita? Kenapa dia sebodoh itu masih mau datang ke pesta Antonio? Kenapa dia tidak segera pergi saja setelah tahu Rodee ada di sana?
Berbagai penyesalan yang terus menggempur d**a, membuat air mata menetes tak berhenti.
Ia meremas gaun pesta yang masih menempel di tubuhnya, belepotan noda debu dan air mata. Dialah pesakitan yang bodoh, dengan mudahnya dijebak dan dipermalukan oleh Rodee.
‘Aku bersumpah! Aku akan meninggalkanmu untuk selamanya setelah ini, Antonio!’
‘Aku akan pindah apartemen! Aku akan berhenti dari pekerjaanku! Aku akan menghilang agar kamu tidak bisa menemukanku! Aku akan pindah ke Nevada bersama Bibi Carol!’
Beberapa menit kemudian, suara langkah sepatu terdengar mendekat. Seorang petugas membuka jeruji. “Marina Woodhsen, kamu bisa keluar!”
Marina terbelalak. “A-apa? Aku bebas? Ke-kenapa aku bisa bebas?”
“Sudah ada yang mengurus jaminanmu. Kamu bebas.”
Tak menunggu penjelasan dua kali, Marina langsung berlari sambil menjinjing sepatu hak tingginya keluar dari sel.
Ia mengambil barang-barang pribadi berupa dompet dan ponsel di loket, lalu berjalan menuju pintu keluar. Malam sudah mendekati dini hari saat ia bisa melihat lagi kota New York dan mendapat kebebasannya.
Di luar kantor polisi Manhattan, udara malam terasa terlalu dingin menjamah kulitnya yang kotor dan lelah. Marina berdiri kaku di bawah cahaya lampu jalan, memeluk dirinya sendiri.
Seorang pria berpakaian rapi mendekat, mengenakan jas hitam dan dasi gelap. Ia menunduk sopan. “Nona Woodhsen, saya diutus oleh Tuan Draco Lycenzo. Mobil menunggu di sana. Izinkan saya mengantarkan Anda pulang.”
Marina terdiam sejenak, matanya menatap pria itu penuh rasa tidak percaya. “Draco yang mengirimmu?”
Pria itu hanya mengangguk. “Ya, Nona.”
“Untuk menjemputku?”
“Betul.”
“Mengantarku sampai ke apartemen?”
“Betul.”
Marina masih trauma dengan kejadian barusan, takut sekali dengan orang asing. “Bagaimana aku bisa yakin kalau kamu utusan Draco?”
Pria itu tersenyum datar. “Nyonya, saya utusan Tuan Draco Lycenzo untuk menjemput Anda. Kalau Anda tidak percaya, Anda bisa menghubunginya sendiri.”
Nah, itu dia … bagaimana caranya bisa menghubungi?
Akan tetapi, tidak ada yang tahu soal Draco Lycenzo, bukan? Tidak mungkin Rodee berbuat ini. Berarti lelaki itu memang benar suruhan calon suaminya.
Air mata Marina mengalir tanpa bisa ditahan. Di tengah kegilaan ini ternyata ada yang sungguh bisa ia andalkan. Berarti Bibi Carol sungguh meminta tolong dan keluarga Lycenzo sungguh mau menolongnya.
Ia akhirnya mengangguk dan mengikuti pria itu menuju sedan hitam yang terparkir di tepi jalan. Mata Marina terbelalak melihat Rolls Royce Panthom mewah menanti untuk ia naiki.
‘Ya, Tuhan. Draco … siapa kamu sebenarnya? Kamu bisa secepat itu mengeluarkan aku dari penjara dan … mobil ini? Mobil ini sungguh mewah!’
Di dalam mobil, ia duduk diam sambil memandangi jendela penuh kebingungan di batin tentang siapa calon suaminya.
Kota New York tampak dingin malam itu, lampu-lampu berpendar di jalan serta kaca jendela gedung seperti refleksi kenangan buruk yang tak mau hilang.
Mobil berhenti di depan apartemen Marina. Sopir keluar dan membukakan pintu. Marina turun perlahan, memandangi gedung apartemennya yang tinggi, dingin, dan sepi.
“Terima kasih,” ucapnya singkat sebelum melangkah masuk.
“Sama-sama, Nona. Selamat malam, selamat beristirahat.”
Begitu keluar dari lift, dan pintu apartemen tertutup di belakangnya, Marina bersandar lemah di dinding, menutup wajah dengan kedua tangan.
Malam itu terasa sangat panjang, sangat melelahkan dengan luka yang belum reda dari semua penghinaan di kediaman keluarga Zambrotta.
Akan tetapi, di balik itu semua Marina mulai merasa ia telah menemukan secercah harapan hidup ke depan akan lebih baik.
Yaitu, ketika ia bertemu dan menikah dengan Draco Lycenzo.
***
Keesokan pagi, Tuan Muda Zambrotta dikejutkan dengan telepon dari ibunya yang berteriak murka.
Kening Antonio berkerut saat mendengar amukan ibunya. “Bebas?” gumamnya tak percaya. “Siapa yang menjaminnya?”
“Kamu yang menjaminnya, ‘kan? Pihak kepolisan tidak mau memberitahu siapa yang membayarnya!” bentak Sofia.
Antonio mendengkus kasar, “Mommy! Aku tidak menebusnya!”
“Sial! Siapa yang berani bermain dengan kita? Siapa yang mampu membuat polisi tidak mau memberitahu siapa penebus jaminan itu?”
Wajah Antonio memanas dengan rasa curiga serta … cemburu. Jaminan dibayar oleh seseorang yang misterius.
Ada yang menjadi pahlawan bagi Marina dan itu bukanlah dia.
“Mommy mau kamu cari tahu siapa yang menebusnya! Cari tahu siapa yang berani bermain dengan kita!” desis Sofia menahan marah.
Duduk di atas ranjangnya, Antonio menjawab dingin, “Ya, aku akan cari tahu.”
***
Tanpa pikir panjang, ia segera keluar dari rumah meski belum mandi sama sekali. Hatinya diliputi rasa ingin tahu bercampur cemburu yang tak bisa dijelaskan.
Ia tahu bahwa tak ada satu pun dari keluarganya yang akan menolong Marina setelah kejadian memalukan itu.
Lalu siapa?
Siapa yang mampu membayar jaminan sebesar $100.000 dalam waktu sedemikian cepat hingga Marina keluar dari penjara?
Langit Manhattan masih berwarna abu gelap keperakan ketika Antonio tiba di depan apartemen Marina. Ia mengetik kode lift dan melangkah cepat ke lantai delapan.
Tanpa mengetuk, ia membuka pintu apartemen dengan kunci duplikat yang masih ia simpan sejak dulu, masa ketika mereka masih bersama, sebelum semuanya berantakan karena kehadiran Rodee.
Begitu masuk, terdengar suara air mengalir deras dari balik pintu kamar mandi. Marina sedang ada di dalam sana.
Antonio menarik napas dalam, melangkah masuk ke kamar Marina dan duduk di tepi ranjang.
Di meja kerja sebelah jendela, ada beberapa dokumen pekerjaan berserakan, lipstik yang tergeletak, serta ponsel Marina yang bergetar pelan di sebelah secangkir kopi.
Antonio melirik sekilas pada layar ponsel yang menyala, tidak ada nama, tidak ada nomor, hanya layar kosong dengan tulisan Incoming Call.
Ia diam. ‘The hell? Siapa yang menelepon? Kenapa tidak ada nama atau nomor apa pun?’
Nada dering itu terus berbunyi, memecah sunyi ruangan. Antonio menatap layar itu dengan sorot tajam.
‘Siapa yang menelepon Marina pagi-pagi seperti ini tanpa identitas?’
Setelah hampir tiga puluh detik, dering berhenti sendiri.
Antonio mengembuskan napas, mencoba menahan rasa penasaran yang tumbuh di dadanya. Ia menyandarkan tubuh ke sandaran ranjang, berusaha bersikap tenang.
Akan tetapi, satu menit kemudian, ponsel itu berdering lagi.
Nada yang sama. Layar yang sama. Tanpa nama, tanpa nomor.
Antonio menatap ponsel itu dengan geram, jemari menggantung di udara. Batin sedang berperang.
‘Apa jangan-jangan dia yang membebaskan Marina dari penjara? Siapa dia? Aku terima teleponnya atau tidak?’