EMPAT

1675 Words
    Papa Ares baru saja selesai dari olah raga pagi nya saat melihat Aries duduk termenung di atas genteng rumah mereka. Suatu kebiasaan si bungsu ketika sedang ingin menyendiri atau melarikan diri dari kemarahan mereka. Beliau menatap putranya bingung, kemudian menghela napas berat. Lalu memutuskan untuk berjalan masuk kedalam rumah. "Mau kemana, Pa?". Tanya Mama Sheira saat melihat suaminya menuju anak tangga. "Ngomong sama Aries". Jawab beliau. Mama Sheira terlihat bingung, tapi tidak lagi bertanya. Membiarkan suaminya naik ke atas. Ia sendiri menuju ke dapur untuk mengechek bahan makanan yang harus mereka beli Minggu ini. Tiba di balkon lantai dua, Papa Ares langsung menghampiri Aries dengan hati-hati pada pijakan nya. Membuat Aries menoleh, dan terkejut melihat Papanya sudah berdiri di samping ia duduk. Ia bisa melihat sang Papa bergidik ngeri kebawah lalu memutuskan duduk di sampingnya. "Ngapain?" Tanya Beliau perhatian. "Duduk aja". Jawab Aries menatap kedepan. Sang Papa menoleh padanya, menatap wajah samping Aries dengan seksama. "Mikirin Kanaya?". Tebak Sang Papa. Aries menoleh, kemudian tersenyum kecil. Lalu mulai berfikir untuk memberi jawaban. "Salah satunya, iya". Jawab Aries. Papanya tertawa. "Sulit buat deketin dia.". Lanjut Aries menghela napas. "Usaha aja terus, Kanaya lebih mending dari Mama kamu dulu. Mama dulu lebih kejam sama Papa". Cerita Sang Papa seolah mengenang masa lalu. Aries menoleh pada Papanya, menatap penuh tanya. Ia tidak pernah tau cerita masa lalu kedua orang tuanya. Karena, menurutnya keduanya menikah karena saling mencintai. Mereka terlihat jelas sangat bahagia dan saling mencintai satu sama lain. Meski, sikap Mama nya terkadang dingin dan galak. Namun, bersama dengan sang Papa. Mamanya bisa melupakan segalanya. Bahkan, cukup dengan memandang satu sama lain. Mereka bisa tersenyum bahagia. "Mama dan Papa menikah bukan dasar cinta". Ujar Ares menatap jauh kedepan. "Bohong". kata Aries tidak percaya. "Tanya Mama coba". Jawab Ares menoleh pada anaknya. "Papa membuat kesalahan fatal, bahkan saat kita menikah kita tidak saling kenal. Cuma dua orang asing yang tiba-tiba di nikahkan. Tebak, umur Papa berapa saat itu?". Ujar Ares menatap dengan senyum pada putranya. "29 mungkin!". Ares langsung tertawa. "Kalau gitu, Papa sekarang udah umur 70? Hahah". Kata Ares tertawa. "20". "What?". Ares mengangguk. "Papa baru lulus kuliah waktu itu".lanjut Ares. Aries terlihat mulai tertarik dengan cerita Papanya. Sampai ia mendengarkan nya dengan khusuk tanpa menyela sama sekali. Cukup berliku pernikahan keduanya. Dan, betapa sabar sang Papa menghadapi sifat mamanya yang ternyata cukup arogan. Bahkan di umur yang masih sangat muda, Papanya bisa bersikap dewasa. "Saat itu prinsip Papa cuma satu, hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Makanya, Papa mati-matian mempertahannya. Seberat apapun masalahnya,. Sering apapun Mama minta pisah, Papa selalu ingin bertahan. Sampai sekarang. Hasilnya sepadan kok". Kata Ares. "Aku punya Dara, Pa". Jawab Aries dengan nada lirih. "Aku gak bisa nyakitin dia". Ares menghela napas berat. Beliau tau itu. Aries dan Dara sudah bersama semenjak lama. Dari semenjak sekolah SMA. "Aku bingung, harus bagiamana bilang ke dia tentang semua ini. Ini terlalu sulit. Seperti yang papa tau, kalau Dara punya jantung yang lemah da- ". "Ini, ini yang membuat kamu gak bisa lepas dari Dara." Sela Ares dengan segera. "Kadang Papa mikir, kalau sebenarnya kamu gak benar-benar mencintai dia". "Pa-". "Jangan menyangkal Ries, dulu kamu melepaskan Lista. Kamu ingat? Hanya karena kamu tidak bisa memilih dia, karena memikirkan Dara yang menderita penyakit jantung". Jelas Ares membungkam putranya. "Mama cerita semua pada Papa. Kamu mencoba untuk menipu diri kamu sen-". "Pa, aku sayang sama Dara. Aku mencintai nya". Kata Aries dengan kekeh. Ares hanya mengulum senyum menatap anaknya. "Kita liat aja nanti, benarkah kamu mencintai Dara?". Ujar Papa Ares menepuk-nepuk bahu anaknya. Dan setelah mengatakan itu, Ares memilih untuk pergi. Meninggalkan Aries sendiri untuk merenungkan semua ucapannya. Semoga Aries bisa mengambil garis besar dari kisah masa lalunya. *** Saat Aries masuk kedalam kamar, ia melihat Kanaya terlihat rapi seperti hendak mau pergi. Membuatnya heran, Kanaya tidak mengatakan apa-apa jika benar ingin pergi. "Kamu mau keluar?". Tanya Aries ragu. "Iya, kamu gak kamana-mana kan?". "Ha?" Untuk sesaat Aries langsung meringis. Hari ini ia ada janji temu dengan Dara. Bahkan, ingin menemaninya. Dan sekarang, tiba-tiba Kanaya meminta di temani jalan-jalan hal yang tidak pernah diminta selama mereka menikah. Bukan kah ini kesempatan nya?. "Kenapa? Kamu gak bisa nemenin?". Tanya Kanaya dengan heran. "Ha? Enggak kok. Bisa. Yaudah, kamu tunggu aja sebentar. Aku ganti baju". Jawab Aries. Kanaya mengangguk, ia pun memandangi Aries yang menuju lemari dan mengambil satu potong pakaian juga celanal. Lalu menuju ke kamar mandi untuk menggantinya. Tidak lama ia menunggu, tidak lebih dari sepuluh menit laki-laki itu keluar dengan pakaian santai casualnya. "Ayo". Ajak Aries menghampiri Kanaya yang duduk di tepi kasur. Seperti biasa,. Aries menggendong wanita itu duduk di kursi roda. Kemudian akan mendorongnya keluar dari dalam kamar. . Mereka bertemu dengan Mama Sheira dan Papa Ares di ruang keluar. Berpamitan lebih dulu untuk keluar sebentar. "Hati-hati". Pesan keduanya dengan ramah. Aries mengangguk, ia pun langsung menuju keluar bersama dengan istrinya. Kanaya memeluk leher Aries, ketika laki-laki itu kembali menggendongnya masuk kedalam mobil. Untuk sesaat mata mereka bertemu, dan Aries mengulum senyum manis padanya. Membuat Kanaya tersenyum kecil. Setelah itu, Aries kembali ke sisi kemudi. Kanaya mengajak nya untuk ke pemakaman. Mengunjungi makam Ayah nya Kanaya tentunya. Dengan setia ia menemani Kanaya di sana. Ini kali kedua mereka mengunjungi makam Ayahnya Kanaya. Dan, Kanaya menangis di sana, membuat hatinya teriris. *** Aries : Ra, aku gak bisa nemenin kamu hari ini. Nanti malam aku kerumah aja ya. Sorry. Dara menghela napas membaca chat yang di kirimkan oleh Aries siang ini. Ia sudah bersiap untuk menghabiskan hari ini bersama laki-laki itu. Tapi, Aries malah membatalkannya tanpa alasan apapun. Ia selalu berharap, apapun kecurigaan nya tidak benar. Ia percaya Aries, mungkin cowok itu sedang ada hal yang sangat mendesak. Sehingga tidak bisa menemuinya. Tapi, Aries tidak pernah mementingkan lain selain dirinya. Ia selalu di utamakan oleh Aries. Dara mencoba untuk berfikir positif, mungkin karena sekarang Aries sudah bekerja. Jadi, cowok itu harus mulai dewasa. Fikirnya mencoba untuk menghibur diri. "Gak jad pergi?". Tanya Mama saat ia keluar kamar. Ia menggeleng sebagai jawaban. "Aries gak bisa, nanti malam dia akan kerumah". Jawab Dara duduk dengan lemas di samping Mama nya. "Kayaknya dia memang benar-benar sibuk". Gumam Dara lagi dengan lirih. Mendengar ucapan anaknya, Rani hanya bisa mengulum senyum saja. Melirik pada suaminya yang juga duduk di ujung sofa sedang fokus pada korannya. Beliau hanya pura-pura tidak mendengar saja. "Besok kamu kembali ke LA, kan?. Sudah siap semuanya ?". Tanya Rani mengalihkan topik. "Udah". Jawab nya tidak bersemangat. Kemudian mereka terdiam, memilih fokus pada tivi yang sedang menanyangkan sebuah berita. Meski pada kenyataannya keluarga itu tidak benar-benar menonton. Karena mulia sibuk dengan fikiran masing-masing. Mencemaskan putri semata wayang mereka. *** Sedangkan ditempat lain, Aries dan Kanaya baru saja pulang ke apartemen. Mereka berdua juga menyempatkan untuk jalan-jalan di taman menikmati udara segar. Kanaya butuh suasana baru pastinya. Gadis itu pasti bosan terus berada di kamar dan rumah. Jadi, fikir Aries tidak ada masalah ia meluangkan waktu untuk istrinya hari ini. Mencoba untuk lebih mengenal Kanaya lebih dekat lagi. Aries menggendong Kanaya ke atas tempat tidur. Kemudian menaruh kursi roda di dekat pintu masuk. Lalu kembali ke ranjang. Duduk di samping Kanaya yang memandanginya. "Mau di pijet?" Tawar Aries dengan tulus. "Emang bisa?". Tanya Kanaya dengan nada meremehkan. "Wahhh... Gini-gini aku pernah kursus pijat di LA." Ujar Aries dengan candanya. "Itu bohong banget". Jawab Kanaya terkekeh sendiri. Aries tertawa, ia beralih pada laci nakas yang ada di samping tempat tidur. Mengambil oil yang di berikan dokter untuk memijat kedua kaki Kanaya. Laki-laki itu langsung naik ke atas kasur dan melangkahi kedua kaki Kanaya untuk menempati sisi kosong sebelah kiri gadis itu. Lalu mulai menuangkan cairan kental dalam botol kaca itu ke tangan. Setelah itu baru mengusapnya di betis Kanaya. Gadis itu tersentak, membuat Aries juga ikut kaget dan langsung menoleh dengan cemas. "Kenapa? Sakit ya?". Tanya Aries. Kanaya menggeleng, gadis itu langsung melirik pada kedua kakinya. Rasanya aneh. "Nay?". "Gapapa kok". Jawab Kanaya memandangi Aries. Aries hanya mengindikkan bahunya, kembali ia mengusap cairan itu ke kaki jenjang milik Kanaya. Lalu memijatnya dengan lembut dan juga halus. "Kamu bisa mijat?". Tanya Kanaya dengan senyum tertahan. "Bisa, ini lagi mijat". Jawab Aries. Dan tawa Kanaya langsung pecah begitu saja. Membuat Aries terdiam memandang gadis itu tertawa untuk pertama kalinya karena dirinya. Bukan karena Azna atau Arjuna, keponakan kecilnya. Hatinya langsung terasa adem, ia juga tersenyum sendiri. Rasanya seperti mendapatkan air di tengah gurun pasir. Melihat Kanaya tertawa. "Kamu bukan mijat, tapi cuma ngusap doang!. Ries!. Anak bayi aja kalau di pijat gak kayak gini". Ujar Kanaya di sela tawanya. Aries tersenyum, menunduk pada kedua kaki Kanaya. Lalu mengatakan sesuatu yang membuat tawa Kanaya terhenti. "Yang penting aku bisa ngeliat kamu ketawa karena aku." Kata Aries. Kemudian kembali memandangi Kanaya. Gadis cantik itu terdiam, memandang lurus pada Aries yang kini juga tengah memandanginya. Mata mereka bertemu dengan begitu teduh. Satu getaran yang dengan perlahan mulai merasuki diri masing-masing. Cowok itu terpaku disana. Ia seolah merasa waktu baru saja berhenti. Sepasang bola mata hazel itu merasuk kedalam otak dan kepalanya. Cantik. Aries memuji dalam hati. Ia tidak bisa berbohong. Kalau Kanaya memang cantik, bahkan sangat cantik. Ia menurunkan pandanganya ke bawah, tepat pada bibir merah muda tipis milik Kanaya. Membuatnya menelan ludah sendiri. Lalu tanganya nya memindahkan anak rambut Kanaya dengan perlahan. Di sana lah satu keinginan nya muncul. Kanaya menatap lembut pada Aries, ia mencoba bertahan ketika cowok itu mendekatkan wajah kepadanya. Dengan mata saling menatap, hingga ia bisa merasakan hangat dan aroma mint dari napas Aries di kulit wajahnya. Mata itu turun pada bibirnya. Ia reflek langsung menggigit bibir bawahnya sendiri. Memejamkan kedua mata saat bibirnya merasa tersentuh dengan bibir Aries. Cup. *** "Awh!". Dara meringis perih ketika tiba-tiba pisau mengiris jarinya. Membuat sang Mama langsung menoleh dengan cemas. "Sayang, hati-hati dong". Ujar sang Mama dengan nada lembut. Dara terdiam tiba-tiba sebuah perasaan tidak enak merasuki dirinya. Sang Mama sudah sibuk mengambil kotak P3K. Ia terdiam, rasa nyeri yang tiba-tiba ia rasakan. Membuatnya sulit bernapas. Aries. Hatinya menyebutkan satu nama. "Dara!". Panggil Rani, ketika ia kembali. Dan melihat Dara terlihat buru-buru keluar dari dapur. Dara langsung menuju ke kamar. Mengambil hp dan menghubungi kontak Aries. Nada sambung berbunyi, berkali-kali tapi tidak ada jawaban. Hatinya gelisah dan takut bukan main. Namun, di tempat lain. Di dalam kamar apartemen yang dalam cahaya yang minim. Hanya terdengar suara desahah, erangan dan juga derit tempat tidur yang bergoyang akibat sepasang anak manusia yang di takdirnya bersama sedang memadu kasih yang begitu membara. Sehingga suara dering hp dalam saku celana yang tergeletak di lantai yang juga berserakan dengan pakaian-pakaian keduanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD