Pramuja menjamu Deniz setelah membicarakan pekerjaan penting dengannya. Haris menyuruh Pramuja buat tanda tangan sebagai bukti bahwa perkebunan teh miliknya boleh disewa. Deniz juga bahagia bisa bekerja sama dengan Pramuja. Terlebih lagi, gadis bernama Alice sedikit menarik perhatiannya. Deniz menyangka jika Alice adalah gadis yang sopan dan pendiam. Tapi dugaannya salah, Alice ternyata adalah wanita yang suka bicara terbuka dan tidak bermuka dua seperti orang-orang disekitarnya.
"Terima kasih, Tuan Pramuja, semoga kerjasama kita ada hasilnya. Saya sangat suka pada orang yang tegas dan ramah seperti, Anda," puji Deniz membuat Pramuja tertawa.
"Jangan berlebihan, Deniz, Kau juga sangat hebat, masih muda tapi sudah jadi pengusaha ternama di Negara kita." Balas Pramuja, memang benar-benar kagum pada kesuksesan tamunya.
"Saya masih perlu banyak belajar, Tuan Pramuja. Justru saya mengagumi sikap bijaksana, Anda. Semua bawahan, Anda, terlihat sangat menghormati, Anda. Bukan sebagai atasan, tapi sebagai pahlawan." Ucap Deniz, apa adanya.
"Kau terlalu berlebihan, kami semua memang sudah seperti keluarga. Tidak ada bawahan ataupun atasan. Semuanya sudah saling membutuhkan. Bahkan Alice juga sering turun ke perkebunan dan bekerja sama dengan mereka. Itu semua karna didikan, Kakeknya, Prabu dan Mama kesayangannya, Zahra. Mereka bertiga bagai permata bagi, Saya. Dan semua karyawan Saya, adalah nafas bagi keluarga, Saya." Jujur Pramuja, membuat Deniz semakin menghormatinya.
"Sungguh keluarga yang bijaksana. Oh, Ya. Soal peninjauan lokasinya, bolehkah, Saya, meminta bantuan putri, Anda?" Tanya Deniz, sambil menatap mata rekan bisnisnya.
"Oh, tentu saja. Tapi harap di maklumi, Deniz. Alice masih remaja. Jadi ucapannya sering membuat orang kesal dan secara tidak sengaja membenci dirinya," ucap Pramuja, langsung saja pada intinya. Pramuja masih ingat betapa tidak sukanya gadis yang ada disebelah Deniz saat Alice berbicara, Meliza. Pramuja tidak mau gadis itu menyakiti putrinya. Jangan sampai watak ularnya setelah beberapa tahun dipendam, keluar gara-gara keluarga Deniz atau Meliza yang menyakiti putri kesayangannya.
"Tidak mungkin, Tuan Pramuja. Alice akan menjadi tanggung jawab, Saya. Kalau dia bermasalah, Anda bisa langsung membunuh Saya. Saya bersumpah akan selalu melindunginya dari bahaya." Tegas Deniz membuat Pramuja menyetujui usulnya.
"Siska!" Panggil Pramuja, pada pelayannya.
"Iya, Pram. Ada apa?"
"Dimana, Alice?" Tanya Pramuja pelan.
"Di kamar, memangnya ada apa?" Tanya Siska, penasaran dengan sikap sahabatnya.
"Panggil Dia. Tuan Deniz ingin mengajaknya buat meninjau lokasi perkebunan teh kita."
"Kenapa harus Alice?! Kau, Aku, atau Zahra, kan bisa?" Protes Siska, tidak suka.
"Jangan banyak bicara, bukankah Zahra ingin anaknya bersikap dewasa?" Goda Pramuja, membuat Siska kesal dan melirik tajam pada rekan kerja temannya.
"Tunggu sebentar! Aku akan memanggil Alice. Dan Kau anak muda! Awas kalau sampai terjadi sesuatu pada Alice. Kubunuh, Kau!" ancam Siska, membuat Deniz menganggukkan kepalanya tanpa ekspresi.
"Siska!" Seru Pramuja, menatap tajam kearahnya.
"Aku tidak mau putri angkatku celaka. Jadi kau sebagai Ayahnya, seharusnya mengerti!" Gerutu Siska, dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua.
Pramuja tersenyum menatap pelayan setianya, Deniz memberitahukan pada Meliza, Dhana, dan Dona agar pulang ke apartemen yang mereka sewa lebih dulu. Sementara Haris, dia kembali ke Jakarta dan mengawasi perusahaan Tuannya, disana.
*******
Dengan sebal Alice mengajak Deniz ke perkebunan teh milik keluarganya. Dia memberitahukan seluruh area pada rekan bisnis Ayahnya. Seandainya Alice tidak dipaksa, sudah pasti dia di rumah saja dan bermain dengan Ibunya. Tapi sayang, orangtuanya memaksa dengan alasan Alice sudah dewasa. "Ada-ada saja!" pikir Alice, tidak suka. Memang selama ini dia selalu dilarang keluar sendirian. Tapi sekarang, sekalinya keluar dengan orang yang tidak dia kenal. "Menyebalkan," gumamnya lagi terdengar oleh Deniz.
"Kau mengatakan sesuatu?" tanya Deniz, seksama menatap Alice.
"Tidak! Mungkin hanya perasaan Tuan saja! Tidak usah dipikirkan!" seru Alice, ingin segera pulang ke rumahnya atau setidaknya ... kabur dari pria seperti dia.
"Usiamu berapa?" tanya Deniz, penasaran dengan gadis mungil di hadapannya.
"Dua puluh tahun!" Jawab Alice, singkat.
"Kau sudah punya kekasih?" Tanya Deniz lagi semakin membuat Alice, kesal.
"Tidak punya!" serunya, semakin putus asa.
"Ehem! Mana mungkin Kau punya kekasih? Sikapmu saja manja seperti itu," ejek Deniz, sembari melanjutkan perjalanannya tanpa melihat ke arah Alice.
"Hei! Tunggu!! Aku tidak manja, Pak Tua! Aku adalah gadis yang sangat kuat. Andai saja Anda tahu, Aku adalah ..." protes Alice, menghentikan ucapannya. Hampir saja dia keceplosan dan ingin bilang bahwa dirinya adalah gadis ular.
"Adalah apa? Siapa dirimu?!" tajam Deniz, membuat Alice salah tingkah.
"Bukan urusanmu!" Sungut Alice, cepat.
"Kenapa Kau sangat kasar padaku? Apakah Aku membuat masalah denganmu?" heran Deniz membuat Alice berhenti dan langsung menatap lekat ke arah matanya.
"Kau memang tidak membuat masalah denganku, Pak Deniz. Hanya saja ... Aku tidak suka saat kau bersikap mesra pada Nona Meliza. Kau memperhatikannya, sementara dengan Nyonya Dona! Kau mengabaikannya. Kasihan Dhana. Dia tidak suka saat melihat Ibunya naik kursi roda dan menderita. Astaga! Maaf! Ini memang bukan urusanku, tapi entah kenapa? Aku bisa merasakan kesedihan putra dan istrimu. Ck! Lupakan saja! Mungkin Aku hanya salah sangka," jawab Alice sambil mengeleng-gelengkan kepalanya. Merasa tidak pantas sudah mengurusi keluarga pria di hadapannya.
"Kau salah sangka, Alice. Meliza bukanlah gadis murahan seperti yang kau kira. Aku mencintainya. Selama ini dia merawat Dhana dan Dona. Jadi sebelum Kau tahu kebenarannya, Kau harus lebih dulu membuktikannya," bela Deniz entah kenapa membuat hati Alice terluka.
Dia merasa kesal dan tidak terima, sudah jelas Dona meminta tolong padanya, sangat jelas bahwa wajahnya terlihat sangat menderita. Apalagi Dhana, dia seperti tidak suka dan takut pada Meliza. Bagaimana mungkin wanita seperti itu bisa menjaga rumah tangga Deniz Daniswara. Pasti ada ancaman di balik kebaikan sikap Meliza.
"Tuan Deniz," panggil Alice, pelan.
"Panggil Deniz saja, Alice."
"Tidak mungkin, Anda sudah tua. Usia Anda sudah tiga puluh tahun. Bahkan lebih sepuluh tahun di atas usiaku. Sangat tidak pantas jika Alice yang masih muda ini memanggil Anda dengan sebutan nama." Jujur Alice, membuat Deniz mengetatkan rahangnya tidak terima.
"Kau ini jujur sekali, ya? Aku masih muda. Panggil Deniz saja. Paham?!" tegasnya dan kali ini dengan nada tajam.
"Oh, tentu saja, Deniz. Apa susahnya? begitu saja marah! Dasar tua!" sunggut Alice dan langsung meninggalkan dirinya. Deniz hanya diam saja tanpa mau membalas ucapannya. Alice sangat benci tatkala pria itu membela Meliza, kalau beneran baik sih! Tidak masalah! Alice merasa Meliza bermuka dua.
"Aku harus cari cara agar bisa tinggal dirumahnya," batin Alice, dalam hatinya. Dia ingin membuktikan ucapan Deniz Daniswara beneran atau tidak?!
Benarkah Meliza gadis baik seperti yang Deniz kira?!
Entahlah ...
*****
Hanya fiksi belaka, boleh suka boleh tidak! Sebelum melanjutkan baca cerita ini, maaf jika ...
1. Tulisan berantakan
2. Banyak Typo
3. Tidak sesuai kaidah PUEBI
AUTHOR MASIH BELAJAR DAN SAAT KARYA INI DIBUAT, TENTU SAJA BANYAK KESALAHAN, BAHKAN SAMPAI SEKARANG, WKWKWKWKWKWKKW
TBC.