bab 9

1036 Words
Sempat mengira Jonathan ikut pergi bersama rombongan Maya pergi ke Singapura, ternyata lelaki itu tetap ada disamping Maira, sampai pesawat yang digunakan mereka lepas landas. Maira menoleh ke arah Jonathan yang terlihat begitu sedih melepas kepergian Maya. "Kak Maya pasti akan baik-baik saja." Ucap Maira. "Aku harap begitu," Jawab Jonathan singkat. Maira dan Jonathan akhirnya memutuskan untuk pulang. Waktu menunjukkan pukul dua belas malam, saat keduanya tiba di rumah. "Besok tidak perlu berangkat ke kantor. Istirahatlah, kamu pasti sangat lelah." Maira menganggukan kepalanya, ia setuju. Tapi ketika Maira terbangun esok paginya, ia tidak melihat Jonathan ada disampingnya. Lelaki itu sudah pergi dan hanya meninggalkan catatan kecil di samping roti panggang dan segelas jus. Jonathan pergi ke kantor. Maira merasa kehidupan sebelum dan sesudah menikah tidak jauh berbeda. Ia tetap menjalani harinya seperti biasa. Mencuci pakaian, memberikan rumah, bahkan sampai memasak. Semua hal tersebut sudah biasa dilakukannya. Maira bukan anak manja yang mendapatkan fasilitas mewah meski keluarganya termasuk salah satu keluarga ternama yang dikenal banyak orang. Maira justru hidup sangat mandiri, apalagi setelah kepergian Ibunya. Hal tersebut juga yang membuat Maira akhirnya bekerja di perusahaan milik Jonathan dan jatuh cinta pada lelaki itu. Tapi kehidupan seperti tengah mempermainkannya, saat ia merasakan jatuh cinta, saat itu juga Maira harus merasakan patah hati di satu waktu bersamaan. Sebuah kebetulan yang membuat Maya dan Jonathan akhirnya bersatu dalam ikatan cinta. Tapi yang lebih membuat Maira takjub dengan kehidupan yang dijalaninya, yaitu ketika tiba-tiba saja Jonathan menjadi suaminya. Rasa masih seperti mimpi. Jonathan mengirim pesan singkat, menanyakan keadaan Maira. Lelaki itu bahkan mengirimkan beberapa foto kegiatannya. Maira hafal apa saja yang dilakukan lelaki itu, sebab semua jadwal kegiatannya dicatat langsung oleh Maira. "Maira!" Maira menoleh saat namanya dipanggil oleh seseorang, dimana ia melihat Desi berdiri tak jauh dari pintu gerbang. Maira tersenyum, lantas menghampiri Desi. "Aku punya sesuatu untukmu." Desi mengangkat satu tangannya, dimana ia membawa kantong plastik putih berisi buah-buahan. "Mau makan rujak?" Ajaknya dengan senyum ceria. Desi cantik dan ceria, dua hal yang bisa Maira deskripsikan dari sosok wanita yang kini menjadi tetangganya itu. Desi dengan cekatan membuat sambal rujak, sementara Maira mengupas buah-buahan yang dibawa Desi. "Sambalnya mau pedas atau tidak?" Desi menoleh, "Sedang saja kalau begitu." Dia yang bertanya, tapi dia juga yang menjawab. "Musim panas seperti ini memang cocok makan rujak buah. Seger!" Serunya sambil mencelupkan potongan buah mangga muda kedalam sambel rujak. "Aku tidak tau makanan kesukaanmu, karena kalian pengantin baru, inisiatif sendiri saja beli buah rujakan." Lanjutnya. "Aku suka rujak." Balas Maira. "Tapi, dari mana kamu tau kami pengantin baru?" Maira tidak mengenal siapapun di lingkungan tempat tinggalnya kali ini, hanya Desi satu-satunya orang yang dikenalnya dan mereka belum pernah membahas perihal status masing-masing. "Aku sudah cukup lama tinggal di sini. Jadi, hafal pasangan yang baru tinggal disini. Termasuk kalian." Maira menganggukan kepalanya sambil menahan rasa pedas yang mulai membuat bibirnya memerah. "Sebelumnya aku sering melihat suamiku pulang bersama seorang wanita, tapi bukan kamu. Mungkin saudaranya, atau bisa saja adiknya. Jangan salah paham." Maira tersenyum samar. "Kekasihnya." Balasnya. "Kekasihnya?!" Kali ini Desi menatap penuh curiga ke arah Maira. "Suamimu sering datang kesini bersama wanita lain, sementara kalian baru saja menikah? Begitu?" Desi semakin dibuat tidak mengerti. "Rumit menjelaskannya, tapi wanita yang sering kamu lihat dia adalah kekasih suamiku." Hubungan mereka masih terbilang sangat baru, Maira tidak ingin terlalu mengumbar rahasia yang terjadi di antara dirinya dan Jonathan. Maira hanya menceritakan secara garis besarnya saja. "Aku tau, orang kaya memang memiliki kehidupan yang rumit. Terkadang sulit untuk dijelaskan akal dan logika." Maira setuju dengan pendapat Desi, ia pun kembali menganggukan kepalanya. "Bahkan yang lebih mengherankan lagi, banyak orang kaya yang masih menggunakan segala cara untuk memperkaya dirinya. Salah satu caranya dengan memakai pesugihan atau mengorbankan seseorang." Maira menoleh, menatap ke arah Desi. "Pesugihan?" Desi menganggukan kepalanya, "Iya. Pesugihan moderen, bukan pesugihan kuno jaman dulu, yang ada hantu dan genderuwo nya." Kening Maira kian mengkerut. Ia benar-benar tidak mengerti dengan maksud ucapan Desi. "Kamu benar-benar tidak tau?" Selidik Desi, dan jawabannya adalah anggukan Maira. "Secara singkatnya begini," Desi menggeser duduknya, agar ia bisa melihat ke arah Maira dengan jelas. "Beberapa orang kaya memiliki komunitas yang bisa membuat mereka semakin kaya. Banyak diantaranya memilih cara ilegal dan sangat ekstrim. Salah satunya pesugihan moderen. Dengan mengorbankan seseorang atau menjadikan orang itu sebagai tumbal dan memenuhinya kriteria yang mereka sepakati, maka si orang tersebut akan mendapatkan kekayaan dari anggota lainnya berupa saham, atau bahkan perusahan itu sendiri. Sekilas memang menakutkan, tapi golongan orang seperti itu memang ada. Tidak aneh lagi kalau golongan orang seperti itu kehidupannya akan semakin meningkat." "Mengorbankan seseorang? Orang lain?" Sekilas ucapan Desi terdengar absurd, tapi entah mengapa Maira justru merasa tertarik untuk mencari tau. "Kriterianya seperti apa?" "Tidak semua orang bisa ditumbalkan. Kalau begitu, mungkin mereka bisa dengan mudah mengorbankan orang yang mereka temui secara acak di jalan. Tapi kenyataanya konsepnya tidak sesederhana itu." Jelas Desi lagi. Cerita semakin menarik. "Mereka harus bersedia mengorbankan orang yang mereka cintai. Orang spesial dalam hidup mereka." "Apa?" Permainan jenis apa itu? Maira baru mendengarnya. Beberapa berita online memang pernah membahasnya, tapi Maira tidak pernah menganggap berita tersebut serius. Maira menganggap seperti berita hoax yang hanya ingin mencari keuntungan dengan menjual kisah mistis dengan menambah beberapa berita palsu. Tapi penjelasan Desi memang masuk akal dan tidak mungkin wanita itu hanya sekedar mengada-ada, apalagi setelah ia menunjukan beberapa bukti keasliannya. Apapun yang diceritakan Desi mungkin hanya sekedar kisah dari orang lain yang ingin dibaginya, tapi Maira merasa ada sesuatu yang sedikit mencurigakan. Maira tidak berani menyimpulkan, karena ia tidak memiliki banyak bukti dan mungkin saja hanya sekedar kebetulan saja. "Apa yang kamu lakukan seharian di rumah? Nonton drama? Atau tiduran?" Tanya Jonathan saat ia sudah kembali dari kantor. "Aku merapikan rumah, tapi belum semuanya dan aku juga bertemu dengan tetangga kita yang di depan sana." "Siapa?" "Namanya Desi. Kamu tidak mengenalnya?" Jonathan menggelengkan kepalanya. "Tidak. Bahkan rumah itu kosong hampir dua tahun terakhir dan baru ada penghuninya lagi sekitar satu bulan lalu." "Benarkah?" Jonathan kembali menganggukan kepalanya, "Benar. Aku hafal semua penghuni kompleks ini dan rumah itu memang sebelumnya tidak berpenghuni." Maira mengerutkan kening. Jika ucapan Jonathan benar, lantas mengapa Desi bersikap seolah ia sudah mengenal Jonathan lama. Bahkan wanita itu tau saat Jonathan datang beberapa kali bersama Maya. Aneh!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD