BAB 8

1071 Words
Dario mendekati Elvano dan menyerahkan satu koper kecil berisikan perhiasan. Lalu anak buah Elvano yang lainnya yang datang bersama Dario, membawa bingkisan buah dan kotak kue. "Tuan, semua sudah kita bawakan. Apakah masih ada yang kurang?" Elvano menerima koper perhiasan dari Dario dan anak buahnya. "Tidak ada. Kalian pulang saja." "Baik Tuan." Dario dan rekannya sempat menatap Evana lalu memberikan senyum singkat sebelum masuk kembali ke dalam mobil. Suara mesin mobil Dario perlahan menjauh, meninggalkan keheningan di depan rumah sederhana di Jalan Melati Indah. Evana berdiri terpaku, jantungnya berpacu cepat, sementara Elvano menenteng sebuah koper kecil berisi perhiasan dan beberapa bingkisan buah serta kue yang barusan diserahkan anak buahnya. Seakan semua berjalan terlalu cepat. Hanya dalam hitungan menit, ia yang semula merasa hidupnya hancur karena dijodohkan dengan Hendra, kini berdiri di depan rumah dengan seorang pria misterius yang tiba-tiba akan melamarnya. Elvano menoleh ke arahnya, tatapannya tajam tapi tenang. “Ayo kita masuk,” titahnya datar. Evana menelan ludah. Suaranya keluar tercekat, penuh keraguan. “El... tunggu!” Langkah Elvano terhenti. Pria itu menoleh dengan sedikit kerutan di kening. “Ada apa?” Evana menggenggam ujung tasnya erat. “Siapa mereka tadi? Orang-orang yang membawakan itu semua?” tanya Evana sembari menunjuk barang-barang yang dibawa Elvano. Pria itu menghela napas pelan, lalu menjawab tenang, “Mereka orang suruhanku.” Evana makin bingung. “Orang suruhan? Tapi... maksudku... kamu ini siapa, Elvano? Seorang staf IT di kantor tidak mungkin punya orang suruhan, tidak mungkin bisa memanggil seseorang membawa semua barang-barang itu hanya dalam hitungan menit.” Elvano menatapnya lurus-lurus, seolah ingin mengunci pikiran Evana. “Itu tidak penting sekarang.” Suaranya mantap, penuh wibawa. “Yang penting, kita segera masuk. Keburu malam. Tidak sopan bertamu terlalu larut.” Evana terdiam. Ada banyak sekali pertanyaan yang menyesaki kepalanya, tapi tatapan Elvano membuatnya tak berani membantah. Ia hanya bisa mengangguk kecil, meski hatinya terasa semakin cemas. Dengan langkah berat, ia mengikuti Elvano menuju pintu rumah. Sementara itu, bayangan wajah ibunya langsung muncul di kepalanya. Bagaimana reaksi sang ibu jika tiba-tiba ada pria asing datang dengan koper perhiasan, mengaku akan melamarnya? Apalagi lamaran Hendra sudah dijadwalkan besok malam. Jika aku menolak Elvano malam ini... maka besok aku akan benar-benar terjebak dengan Hendra. Pikiran itu membuat perut Evana terasa mual. Ia tahu satu-satunya jalan keluar hanyalah menerima semua ini. Meski hatinya penuh keraguan, meski ia sendiri tidak tahu siapa sebenarnya pria di sampingnya. Pintu rumah terbuka setelah Evana mengetuknya. Aroma masakan rumah tangga masih tercium samar di udara. Di ruang tamu, ibunya sedang duduk sambil menonton televisi, sementara ayahnya tampak membaca buku. Begitu melihat Evana masuk bersama seorang pria, ibunya langsung berdiri. “Evana? Ini siapa?” tanyanya curiga. Evana gugup, pandangannya melirik ke arah Elvano. Ia belum sempat menjawab ketika pria itu maju selangkah, menundukkan kepala dengan sopan. “Perkenalkan, Bu, Pak. Nama saya Elvano.” Suaranya tenang, jelas, dan penuh percaya diri. “Saya datang dengan maksud baik.” Ayah Evana menurunkan bukunya, menatap penuh selidik. Sementara ibunya menatap koper dan bingkisan yang dibawa Elvano. Alisnya terangkat tinggi. “Maksud baik?” ulang ibunya. Ayahnya menyela, "Elvano, silahkan duduk." Elvano mengangguk. Pria itu kemudian duduk di salah satu kursi. Pun halnya dengan Evana yang memilih duduk di kursi lain. Ayah Evana kemudian bertanya. "Apa maksud dan tujuan Elvano datang ke rumah ini?" Elvano meletakkan koper kecil di meja, kemudian perlahan membukanya. Cahaya lampu ruang tamu langsung memantul indah dari set perhiasan emas putih bertatahkan berlian. Ibunya terperangah, sementara ayahnya menatap dengan sorot penuh tanda tanya. “Saya datang untuk melamar putri Anda, Evana,” lanjut Elvano dengan tenang. "Dan ini adalah simbol atas keseriusan saya pada putri Anda. Maaf jika saya hanya bisa membawa sedikit oleh-oleh untuk Ibu dan Bapak karena tadi saya buru-buru ke sininya." Tak hanya Evana yang terkejut akan apa yang Elvano berikan. Ayah dan ibunya pun sama-sama terkejut dengan mata terbelalak menatap pada berlian yang berkilauan di atas meja. “Lam... lamaran?” Ibunya sampai tergagap. “Tapi... besok Hendra akan datang melamar Evana!” Evana menunduk, wajahnya memanas. Ia bisa merasakan tatapan tajam ibunya menusuk dirinya. “Aku tidak mau menikah dengan Hendra, Bu!” akhirnya Evana memberanikan diri bersuara. Nada suaranya bergetar, tapi penuh tekad. “Aku... aku lebih memilih Elvano.” Kalimat itu keluar begitu saja. Entah kekuatan dari mana yang mendorongnya, tapi ia tahu inilah jalan satu-satunya. Ibunya membelalak. “Evana!” Ayahnya terdiam cukup lama, lalu menatap Elvano dalam-dalam. “Melamar Evana? Apa kamu yakin?" Elvano mengangguk. "Saya yakin, Pak. Saya ingin melamar Evana dan saya berniat serius untuk menikahi putri Anda." "Jika boleh tahu ... kamu berasal dari keluarga mana?” Elvano tidak goyah sedikit pun. Ia hanya tersenyum tipis. “Saya akan jelaskan semua pada waktunya, Pak. Yang jelas, saya datang dengan niat baik. Saya serius pada Evana." Suasana ruang tamu mendadak senyap. Evana bisa mendengar detak jantungnya sendiri berpacu kencang. Ibunya akhirnya menarik napas panjang. Pandangannya berpindah antara Evana dan Elvano. “Evana... kau benar-benar yakin dengan pilihanmu? Pria ini bahkan belum kita kenal.” Evana menelan ludah. Ia mengangkat kepalanya, menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca. “Aku lebih yakin pada Elvano daripada Hendra, Bu. Elvano ini kerja di kantor yang sama denganku. Dan aku lebih mengenal Elvano ketimbang Hendra. Tolong... kali ini izinkan aku memilih sendiri.” Hening sejenak. Ayah Evana akhirnya mengangguk pelan. “Baiklah. Kalau memang kau yakin, Evana... Ayah akan mendukung.” Ibunya masih terlihat ragu, tapi tidak berkata apa-apa lagi. Elvano menutup koper itu kembali, lalu menunduk hormat. “Terima kasih atas penerimaannya. Saya akan segera menyiapkan semuanya dengan sungguh-sungguh.” Evana menahan napas lega. Meski jantungnya masih berdebar kencang, setidaknya malam ini ia berhasil terlepas dari cengkeraman perjodohan Hendra. Namun dalam hatinya, ia tahu perjalanan ini baru saja dimulai. Siapa sebenarnya Elvano? Dan mengapa ia merasa semakin terjebak dalam lingkaran misteri pria itu? "Baiklah, kalau begitu saya pamit. Dalam waktu dekat saya akan membawa keluarga saya datang ke rumah ini untuk melamar Evana secara resmi." Elvano beranjak berdiri. Menyalami Ayah dan ibunya Evana.Sebelum Elvano pergi, Ayah Evana memanggil, "Elvano, ini ...." tatapan beliau tertuju pada kotak perhiasan yang masih ada di atas meja. Elvano tersenyum. "Saya sudah memberikannya pada Evana. Saya permisi. Selamat malam." Setelah kepergian Elvano, Evana bersama ayah dan ibunya saling pandang. "Va, ini serius kamu dilamar dengan berlian?" Evana hanya mengedikkan bahunya. Sang ibu kembali berucap. "Tapi ibu yakin sekali jika perhiasan ini sangatlah mahal." Ayahnya menghela napas panjang. "Va, siapa Elvano sebenarnya?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD