London, Inggris.
Malam itu langit bergelayut dengan mendung pekat, seolah menyembunyikan rembulan di balik tirai hitam. Di sebuah mansion tua bergaya Victorian yang berdiri di kawasan Chelsea, aroma cerutu bercampur dengan wangi anggur merah memenuhi ruangan megah yang dindingnya dihiasi lukisan-lukisan klasik. Di sanalah Giovano Moretti duduk, seorang pria dengan aura penguasa yang sulit ditentang.
Ia dikenal sebagai salah satu ketua geng mafia paling disegani di Eropa, namanya bergema hingga Roma, Paris, bahkan Moskow. Rambutnya yang memutih tak mengurangi wibawanya, justru menambah karisma seorang raja dunia gelap. Satu tangannya memegang gelas kristal berisi wine, sementara mata tajamnya menatap keluar jendela, seolah sedang membaca arah masa depan.
Suara derap langkah terdengar dari lorong panjang. Seorang pria muda masuk dengan setelan hitam yang melekat sempurna di tubuh tegapnya. Dialah Elvano Demian Moretti—putra tunggal Giovano dari hasil pernikahannya dengan wanita berdarah Indonesia, Amara Karina.
Berbeda dengan ayahnya, Elvano menempuh jalannya sendiri: seorang pengusaha muda sekaligus CEO perusahaan teknologi yang berkembang pesat di Jakarta. Namun darah Moretti tetap mengalir deras di nadinya.
“Dad memanggilku?” Elvano bersuara tenang, tetapi matanya tetap tajam menilai setiap gerak-gerik ayahnya.
Giovano menoleh, bibirnya melengkung membentuk senyum samar. “Duduklah, figliolo mio. Ada hal penting yang harus kita bicarakan malam ini.”
Elvano menuruti, duduk di sofa kulit hitam berseberangan dengan ayahnya. Hening sejenak, hanya suara denting hujan yang mulai mengetuk jendela besar itu.
“Aku ingin kau kembali ke Jakarta. Ada perusahaan ekspor impor yang selama ini menolak tunduk padaku. Mereka memiliki jaringan kuat di Asia Tenggara, dan aku ingin mengendalikannya. Untuk itu, aku butuh seseorang di dalam, seseorang yang bisa menyusup, mencari informasi, bahkan mengendalikan dari balik layar.”
Elvano tidak langsung bereaksi. Ia mengangkat alis, mengerti maksud dari ayahnya. “Dan Dad ingin aku yang melakukannya?”
Giovano mengangguk pelan. “Kau bukan hanya putraku, Demian. Kau adalah pewaris Moretti. Dunia ini kelak akan jadi milikmu. Dan untuk menguasainya, kau harus kotor sejak sekarang. Jangan hanya berdiri sebagai pengusaha muda yang bersih. Dunia tak memberi tahta pada orang yang bersih.”
Kata-kata itu bergema di telinga Elvano. Berbanding terbalik dengan apa yang selalu ibunya dengungkan. Sejak dulu, Amara selalu memohon agar putranya menjauhi jalan sang ayah. Jangan biarkan bayangan hitam itu merenggut hidupmu, begitu selalu katanya. Namun kini, Elvano tak bisa untuk tidak mengikuti jejak sang ayah karena sekali dia masuk ke dalam lembah hitam maka selamanya dia akan terjerat di dalamnya.
Elvano menegakkan tubuhnya, tatapannya tak lagi ragu. “Aku mengerti, Dad. Jika ini yang kau inginkan, aku akan lakukan. Aku akan masuk ke perusahaan itu. Aku bisa menyamar, menjadi salah satu karyawan IT mereka. Tidak ada yang akan mencurigai, karena aku juga punya kredensial sebagai ahli sistem.”
Senyum Giovano semakin lebar, kali ini lebih dingin. “Itulah yang ingin kudengar. Kau memang darah dagingku. Aku bangga padamu, Demian.”
***
Keesokan paginya, Elvano sudah terbang ke Jakarta dengan jet pribadi. Dari balik jendela pesawat, ia menatap awan-awan tebal yang berarak, pikirannya melayang antara dua dunia: dunia terang sebagai CEO teknologi yang dihormati, dan dunia gelap sebagai pewaris mafia.
Jakarta menyambut dengan hiruk-pikuknya. Gedung-gedung pencakar langit berkilau diterpa matahari tropis, kontras dengan dinginnya London. Di balik kemeja putih dan jas yang ia kenakan, ada rahasia besar yang hanya ia dan ayahnya ketahui.
Beberapa hari pertama, Elvano kembali mengurus perusahaan teknologinya, memastikan semuanya berjalan normal agar tidak menimbulkan kecurigaan. Tetapi malam hari, ia mempelajari detail tentang perusahaan ekspor impor yang menjadi target ayahnya. Namanya Global Maritime, salah satu pemain besar di bidang logistik dan distribusi barang.
Dengan kecerdasan dan keahliannya di bidang IT, Elvano berhasil menyusup ke dalamnya. Menjadi salah satu staff bagian IT.
***
Gedung PT Global Maritime menjulang kokoh di kawasan SCBD Jakarta. Elvano berjalan melewati lobi dengan langkah percaya diri, meski penampilannya jauh lebih sederhana daripada biasanya. Tanpa jas CEO, kali ini ia hanya mengenakan kemeja biru muda dan celana bahan hitam, rambutnya disisir rapi, kacamata tipis menambah kesan intelektual.
Tak ada seorang pun yang mengenali bahwa pria itu sebenarnya adalah seorang pemimpin sebuah perusahaan besar.
Dari sana, akses ke dalam sistem perusahaan terbuka lebar. Siang hari, ia bekerja layaknya karyawan biasa, memperbaiki jaringan, mengurus server, dan mengelola keamanan data. Tapi malamnya, ia mulai meretas lebih dalam, mengumpulkan informasi yang berguna bagi ayahnya.
“Bagaimana perkembangannya, figliolo?”
Elvano menatap gelas whiskey di tangannya, senyumnya tipis namun penuh makna. “Aku sudah di dalam, Dad. Tak ada yang mencurigai. Ini baru permulaan.”
“Good, lanjutkan misimu.”
Di luar jendela, lampu-lampu kota Jakarta berkelip bagaikan bintang buatan manusia. Di balik kerlip itu, seorang pewaris mafia mulai menenun jaringannya, perlahan tapi pasti.