Noi membekap mulut, merasa tak percaya ketika Adrian memberikan video berisi pesan dari Bell. Ada banyak, terkait karakter baru bernama Debora. Tampaknya memang belum mengenal identitas yang disebutkan.
Dia menggeleng-geleng, merasa sedang dibodohkan. Selama ini mencoba memecahkan kasus demi kasus dengan menerangkan perihal simbol terkait kaum penganut satanis. Karakter lain dalam diri justru melakukan aksi kejahatan.
Apa yang sedang ia coba lakukan? Bercanda! Bagaimana bisa satu orang saling menyerang, bersikap seolah bukan orang yang sama? Tidak benar, sudah sangat keterlaluan. Dia gila! Noi berada pada situasi kurang waras.
“Aku psikopat!” pekiknya dengan sedikit meraung, merasa kesal dan tak berdaya pada keadaan.
Tak ingin menjadi monster, tapi kenapa kenyataan menuntun pada fakta penuh kebenaran mengenai perbuatan terkutuk yang dilakukan kedua tangannya? Siapa yang menghendaki diri sebagai karakter paling buruk? Noi enggan menerima apa yang tengah berlangsung saat ini, bagaimana mungkin dirinya adalah partner Demon?
Adrian merengkuh, mencoba menenangkan. Namun, tangis semakin keras. Ada penyesalan, menyalahkan diri sendiri hingga memukul meja dengan kedua tangan. Noi menggila sekali lagi, tetapi kali ini harus bisa dijinakkan. Jangan sampai wanita itu kembali menghilang, pergi karena satu tekanan paling tak teratasi.
Setiap kali merasa tidak mampu menuntaskan permasalahan di sekitar, Noi akan melenyapkan diri. Bersembunyi di titik ternyaman, membuat identitas lain muncul sebagai mekanisme pertahanan diri. Begitulah siklusnya, mereka akan saling melengkapi.
Sekalipun mereka suka menjatuhkan antar karakter, pada hakikatnya empat kepribadian tersebut saling mendukung. Memberikan perlindungan, tanpa mereka sadari. Menggantikan peran secara bergantian, tidak peduli seberapa sakit yang sedang dijalani.
Daisy kecil merasa masa lalunya begitu kelam, tidak sanggup jika terus diingat. Mengutuk diri sendiri sebagai sosok tak diinginkan, sehingga terciptalah kepingan-kepingan khayal yang merupakan identitas lain. Karakter buatan tersebut sesungguhnya merupakan sifat tersembunyi, tidak terangkat ke permukaan disebabkan tiada keberanian. Percaya diri lenyap oleh rasa malu dan ketakutan yang mendominasi.
Sekarang, Adrian memiliki niat dan tekad bulat. Ia akan selalu berada di sisi Noi, membantu wanita itu perlahan bangkit. Menyembuhkan penderita DID, mengembalikan rasa sakit pada tempatnya dengan memberikan keadilan setimpal. Semua kepribadian harus akur.
Debora, identitas penuh dendam.ini harus ditemukan, dikeluarkan untuk diajak bekerja sama. Membunuh bukan satu-satunya langkah, karena kematian tidak akan pernah menjadi jawaban tepat dari setiap permasalahan. Justru, melahirkan problematik baru, lebih kompleks.
“Kamu harus melawannya, perasaan memalukan dan rasa ingin mati. Jangan mendengarkan apa pun, setiap kesalahan memiliki kesempatan untuk diperbaiki. Ada aku, kita akan berjuang bersama.” Adrian merengkuh sekali lagi, mendekap penuh kasih sebagai bentuk keseriusan dalam bertindak.
Ia tidak sedang bermain-main dengan apa yang diucapkan, akan dibuktikan pada Noi bahwa perjuangan belum berakhir. Justru dia akan membuat perhitungan dengan siapa pun yang melibatkan sang perempuan, tentu ada hal lain di balik semua itu. Adrian akan menemukan setiap detail kesalahan, sekecil apa pun!
“Aku kotor, Kak. Ada Iblis bersarang dalam diri ini, musnahkan. Sebelum berbuat lebih mengerikan.” Noi memintanya, dia mau Adrian melakukan sesuatu pada dirinya.
Adrian mengangguk cepat, memahaminya. Ia memberikan elusan lembut di punggung, bentuk penenangan diri yang responsif. Berharap transfer emosi darinya tersampaikan, tanpa perlu menjabarkan dengan perkataan. Ia pun sedang lelah.
Keduanya berada di puncak lelah, merasa sudah sangat tidak berdaya. Setiap kenyataan yang terjadi seolah berupa belitan paling mematikan, perlahan bisa membawa pada titik sekarat. Namun, Adrian percaya pada kuasa Tuhan. Tak akan pernah membuat satu peristiwa tanpa disertai jalan keluar.
“Kita akan mengusirnya, pengaruh jahat itu. Memulai dari awal!” janji Adrian dengan penuh kesungguhan, dia pun enggan melihat sang wanita menyalahkan diri sendiri.
Noi menjinak, tetapi tidak bereaksi. Hanya membalas dekapan sambil melingkarkan tangan di pinggang sang suami cadangan, tersedu dalam pemikiran rumit. Memikirkan hal-hal buruk yang menimpa orang-orang sekitar. Apa dia dikutuk untuk terus menderita?
“Apa yang harus aku lakukan?” Noi masih panik dengan kenyataan yang tengah berlangsung, bagaimana dirinya bisa terlibat begitu jauh tanpa teringat dengan apa pun yang sudah dilakukan?
Adrian tidak segera memberikan jawaban, memilih kosakata tepat. Salah berucap pasti akan membuat singgungan dengan pola pikir rumit sang wanita, ia harus berhati-hati. Menarik tubuh, memperhatikan wajah yang masih menangis. Menangkup kedua pipi dengan lembut.
“Berhenti membenci diri sendiri, belajar memaafkan. Memang sulit, tapi lepaskan semua belenggu itu.” Adrian hanya bisa memberikan dukungan terbaik, dia menganggukkan kepala sebagai isyarat untuk tetap tenang.
Noi mendengarkan, tetapi belum sepenuhnya mampu patuh. Bagaimana ia bisa memaafkan diri sendiri? Ketidakberdayaan yang membuat ia kehilangan semuanya. Termasuk masa depan cerah, lenyap begitu saja. Tak terselamatkan.
Pelecehan yang dialami memang satu kenyataan paling memalukan, karena ingatan buruk tentangnya selalu mampu membuat badan seolah dijalari makhluk-makhluk kecil tak kasat mata. Menjijikkan. Selalu bisa menempatkan dirinya pada titik terendah.
Menatap diri di cermin bukan suatu kemudahan, akan ada bayangan mengerikan itu. Penyiksaan, pelecehan, hingga penolakan keberadaan dirinya. Semua silih berganti datang sebagai satu kenangan buruk. Bagaimana ia mampu berdamai ketika memori tiba di masa itu, dunia sekitar terasa runtuh?
Adrian menangkap sinar keraguan dalam raut wajah itu, memakluminya. Namun, tetap akan melakukan yang terbaik demi sang wanita tercinta. Menemukan psikiater tepat dalam memulihkan kondisi kejiwaan.
Biatlah kelak hukum memberi sanksi, akan selalu ada pengecualian pada penderita dengan gangguan kejiwaan. Ditambah Noi melakukan setiap tindakan jahat di bawah halusinasi, tidak sedang seutuhnya sadar. Pengampunan akan diberikan.
Untuk saat ini, ia hanya perlu menghentikan aksi Debora. Memutus rantai yang akan membuat pembunuhan kembali berlangsung, salah satunya dengan menutup akses komunikasi sang wanita. Adrian hanya perlu menemukannya, media penghubung kedua sosok tak terlacak itu. Bagaimana cara Demon bisa mendengarkan perintah tuannya?
Jika masa lalu menyisakan kenangan tentang sosok gadis tangguh dengan keberanian mengagumkan, di depannya tetap tampak kecantikan natural tanpa mengurangi nilai positif yang ada. Adrian masih menyukai pesona cinta pertamanya, aura berani itu tetap memancarkan sinar magnetik. Menarik untuk terus didekati.
Menjadi b***k cinta bukanlah satu kesalahan, melainkan sebuah pembuktian. Menandakan perasaan tulus berkembang dengan baik, tidak memandang siapa pasangan yang dipilih. Ia hanya mengikuti hati, mencintai tanpa penilaian.
Keburukan dalam diri Noi akan bisa diperbaiki, tidak perlu dipermasalahkan hanya karena ada monster jahat yang bisa berkembang menjadi predator ganas. Wanita tersebut menjadi demikian jahat karena dibentuk, tidak diatasi dengan benar. Justru digiring semakin brutal, kesalahan fatal terjadi pada kedua orang tuanya.
“Jangan meragukanku, siapa pun kamu, aku tetap akan berdiri sebagai orang yang akan terus mendukung. Meskipun itu satu-satunya di dunia, akan kulakukan.” Adrian mengatakannya tanpa ragu, dia memang akan selalu mendukung Noi sampai kapan pun tanpa perlu merasa takut akan risiko terburuk dari scenario kehidupan.
Ada perasaan sejuk menjalar di sudut hati, perasaan lega. Noi mengangguk, mulai percaya. Memiliki satu alasan untuk bangkit, tidak lagi merasa terhakimi. Tentu Adrian akan menepati janji tersebut.
Jika selama ini dirinya tersudut, terluka, dan tam terdengar. Hanya mampu berfantasi untuk bisa diselamatkan, sekarang tidak lagi. Ia memiliki tempat untuk berlabuh, laki-laki terbaik yang akan terus memberikan kekuatan kepadanya.
“Tapi, aku ... monster.”
Adrian mengangguk, tak masalah. Sejahat apa pun dirinya, pria itu memutuskan untuk tidak mempermasalahkan, ia menarik dagu Noi perlahan. Memberikan sentuhan lembut pada bibir yang merekah. Pembuktian dari ucapan, tidak pernah jijik terhadap wanita yang telah menyihir pada satu pesona terbaik.
Mereka melebur pada asmaraloka, ketika cinta menjadi suatu kebenaran. Tidak lagi merasa bersalah, tetap fokus pada tujuan. Mencintai dan dicintai. Setelah ini, keduanya akan menunjukkan pada dunia, bahwa perasaan tulus bukan satu dosa.
Noi membalasnya, menikmati setiap lumatan yang diberikan. Manis dan basah. Pergulatan bibir dengan ritme selaras, tidak terburu-buru. Keduanya hanya tak ingin terpisah, begitulah cara mereka mengungkapkannya. Melalui pertarungan erotis.
***