Memasak Daging Manusia

1134 Words
“Lapar?” Suara bariton khas dengan serak yang jelas, ada hardikan pada intonasinya. Nisamey dalam gelap mengais-ngais, mencoba menemukan sesuatu untuk bisa dimakan. Ini hari ketiga dirinya tidak diberi apa pun, bahkan ludah mulai terasa pahit. Dia hanya ingin kekeringan segera berakhir, berharap akan ada belas kasihan. Namun, sepertinya makhluk yang menyekap dirinya bukan tipikal manusia yang bisa tersentuh oleh ratapan. Meratap dalam tangis, meminum air mata guna melumasi tenggorokan. Cukup asin, tidak terlalu pahit terasa. Memohon untuk segera terbebas atau jika memang takdirnya tak bisa lepas, semoga segera mati. Siksaan demi siksaan yang diterima bukan satu hal sederhana, ia sudah menyerah. Sangat masuk akal jika saat ini dirinya berharap akan dating kematian, tidak ada yang lebih mengerikan dibanding perlakuan pelaku penyekapan. Selain gila, dia sama sekali tidak berperasaan. “To ... long.” Nisamey bahkan tak sanggup berucap, tiada tenaga yang tersisa hari ini. Rasa dingin membuat tubuh kian menggigil, ditambah tanpa asupan makanan juga setetes air. Bagaimana dirinya akan mampu bertahan hidup? Di mana Malaikat Maut saat ini? Nisamey sangat ingin menemuinya dan memohon untuk segera diputus urusan di dunia. Wanita penuh halusinasi, delusi tingkat tinggi akibat psikotropika yang dikonsumsi diam-diam membuat para polisi percaya pada penjelasan khayalan. Tak ada adik yang disekap, hanya mengada-ada. Namun, keyakinan seorang pecandu cukup meyakinkan, penjelasan kuat dengan pola pikir suka-suka ini menjadikan Nisamey sebagai senjata untuk mengecoh. Hanya saja, keberadaannya tidak lagi diperlukan, polisi sudah menemukan kebenaran tentang dirinya. Sudah tak berguna, untuk apa memelihara? Biarkan saja, mati kelaparan. Demon hanya menyeringai senang setiap kali terdengar ratapan penuh permohonan. Senang rasanya mendengar ratapan, pilu yang mendatangkan simfoni keindahan dalam otak. Relaksasi terjadi setiap kali lolongan tangis mendera, mengiba, meraung untuk diberi makan. Hiburan paling seru, sangat menyenangkan. “Kamu ingin makan?” tanya ini tentu saja direspons dengan anggukan cepat, meskipun tak terlihat, tetap saja posisi Nisamey layaknya anjing piaraan. Merangkak di kaki Demon, menunggu belas kasihan majikan. Ia akan menjilat jika diperlukan. Lampu ruangan menyala, ada rasa ngilu pada netra. Nisamey terpejam, tidak bisa menyesuaikan pandangan. Berada dalam gelap berhari-hari, memaksa kedua mata untuk tidak segera terbuka. Sebab, rasa sakit benar-benar terasa menyiksa. Lambat laun, ia membuka mata. Siluet sosok tinggi tampak melenggang, sekitar 170 senti meter. Tegap yang proporsional, mengenakan tudung kepala lengkap dengan sarung tangan kulit. Wajahnya tertutup masker berwarna senada, hanya dua mata yang melaserkan tatap dingin mengerikan. Nisamey membulatkan netra ketika kilatan cahaya terpantul dari benda yang dipegang, pisau jelas terlihat sangat tajam. Apa yang akan monster itu lakukan? Menghabisinya saat ini? Bukankah belum ada perintah dari si penelepon? Biasanya akan terjadi pembunuhan ketika telepon berbunyi tengah malam, laki-laki aneh itu akan tertawa kegirangan sebelum menjawab. Barulah ruangan ini akan sepi, tak ada penghuni. Dirinya ditinggal seorang diri, selang beberapa jam ... Demon akan datang kembali. Bau anyir selalu menyertai. Apa dia akan dihabisi tanpa titah? Nisamey mencoba menggerakkan badan untuk mundur, tapi kehabisan tenaga. Hanya mampu menggeleng ketika dagu berhasil dipegang oleh Demon, mereka beradu tatap. Ada desir aneh, rasa takut menembus setiap inci lapisan kulit. Tak ada yang tahu ekspresi apa di balik masker, Nisamey pun hanya mampu menerka-nerka. Tidak pernah menyangka jika penderitaan dirinya justru melahirkan senyuman paling membahagiakan, apa lagi saat teriakan penuh kesakitan menggema. Sayatan tanpa ampun dilakukan tepat di paha kanan. Nisamey memekik, meraung, bahkan mencoba memukul. Namun, tamparan di wajah mengakhiri kesadaran. Hal tersebut memudahkan Demon mengambil daging paha wanita yang sudah tak sadarkan diri. Satu genggam daging manusia telah dia bawa pergi. Membiarkan darah mengucur dari tempat daging-daging itu berasal, mematikan kembali lampu ruangan. Berjalan santai, keluar dari ruang penyekapan. Dua wanita yang sejak awal berada di ruang lain hanya saling menahan napas, tak ada reaksi selain merapatkan badan. Ketakutan. Bagaimana ada orang sekejam ini? Menyayat tubuh orang yang masih hidup tanpa rasa kasihan, apa sosok ini benar-benar murni dari golongan bangsa manusia? Kenapa begitu kejam? “Masak ini!” Demon melempar ke arah Desi, mengenai pangkuan Violeta. Keduanya gemetar, tetapi tidak menolak. Gila! Mereka diperintah memasak daging manusia, lalu diberikan pada pemiliknya. Tak ada pilihan selain patuh, membiarkan tawanan memakan dagingnya sendiri. Keduanya saling pandang sebelum beranjak, apa yang harus mereka lakukan? Satu-satunya pilihan ... menggoreng daging Nisamey Patricia. Violeta menggenggam tangan Desi cukup kuat, melewati Demon yang hanya duduk di kursi sambil memainkan pisau. Membersihkan sisa darah dengan tangan yang tertutup kaos hitam, tatap tajamnya mengawasi dua wanita tersebut. Mereka bergegas, menuju dapur. Melakukan apa yang diperintahkan sang Demon, menolak hanya akan membuat keduanya berada di posisi bahaya. Tak mau bernasib sama dengan Lara Satri Wahyuda, dibunuh begitu saja. Disamarkan sebagai bunuh diri. Desi yang melakukannya, tak ada pilihan lain. Jika enggan, maka akan terbunuh. Dia mengikuti instruksi, membuat wanita depresi itu berada di bawah pengaruh alkohol. Berpura-pura menulis surat wasiat, kemudian menjerat leher di kala Lara tak sadarkan diri. Ketika kematian merenggut nyawa salah satu teman terbaik, datang laki-laki di balik masker dan pakaian serba hitamnya. Membersihkan seluruh ruangan, bersama beberapa orang berpakaian serba putih. Penyemprotan dilakukan, tanpa menyentuh apa pun di dalam kamar. Semua dilakukan dengan hati-hati, dibuat seolah tidak terjadi apa-apa di kamar tersebut. Jejak dirinya dihapus, semua bergerak profesional. Desi sampai merasa jika orang-orang di belakang sang Demon merupakan pakar di bidang masing-masing. “Kita masak saja, dari pada wanita itu tidak makan.” Violeta melempar daging dengan kesal, ada perasaan takut disertai cemas. Bagaimana jika dirinya bernasib serupa? Jadi, lebih baik mencari aman. Melakukan kejahatan demi mendukung psikopat gila itu dari pada menjadi korban keberingasan. Aroma sedap menguar, tampak tangan Demon menari-nari. Meskipun masker menutupi hidung, tetap tertangkap bau daging goreng. Sedap! Ia menyukai wangi daging manusia, lebih menggairahkan untuk bernapas. “Cepatlah datang, tersisa lima orang lagi. Kita akan menuntaskan tugas ini dengan sempurna, mengakhiri derita mereka yang sangat ingin menuju neraka. Datang dan berdiri di sampingku, kita akan tunjukkan pada dunia tentang keadilan. Setelah mereka terbebas dari belenggu masa lalu, saatnya menghabisi para Iblis dalam diri manusia-manusia busuk itu.” Demon bergumam dari balik masker, melempar pisau asal. Kemudian, menoleh pada dua wanita yang hanya bergerak cepat. Menghindari tubrukan tatap, siapa yang mau beradu pandang dengan orang gila. Jika bukan karena takut dibunuh, mereka tak akan mau kenal dengan sosok tersebut. Ditemui oleh pembunuh berdarah dingin, hanya akan menjadikan hidup berada pada dilema. Menyerahkan nyawa atau diperbudak hingga mati. Selagi masih ada kesempatan untuk bertahan hidup, memilih sebagai penjahat pun tidak akan menjadi masalah. Desi menyikut Violeta, memberikan isyarat untuk mengangkat daging dari wajan. Mereka masih memiliki rasa takut, gemetar itu menandakan tidak sepenuhnya memiliki niat jahat. Keduanya bergegas membawa piring ke ruang isolasi, meletakkan piring di depan pintu. Baru kembali mendekat pada Demon, menunggu perintah. “Jika kalian ingin tetap bernapas, silakan lakukan pekerjaan dengan benar atau mau bernasib sama dengan wanita sialan itu!” Demon memberikan peringatan, tak ada tanggapan selain mengangguk patuh. Siapa yang ingin makan daging sendiri? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD