"Siapa yang mengirimmu?" geram Kai mendesak Jade. Suara baritonnya menggelegar ke setiap sudut ruang, memcah kehening malam khususnya di ruang kerja sang bos mafia yang cukup kedap suara.
"Tidak ada. Aku sendiri yang mendatangimu," balas Jade tak gentar.
"Kau pikir aku bodoh!" Kai memperlihatkan sebuah belati kecil berukiran 'M' yang Jade gunakan untuk menikamnya tadi.
"Kau assasin, bukan? Aku tau banyak tentang dunia kalian. Bicara atau kematianmu akan sangat menyakitkan!" ancam Kai seraya melayangkan tatapan bengis.
"Itu tifak penting! Aku tidak akan memburumu jika kau tidak mengambil paksa seorang pria tak bersalah dengan seenaknya. Bebaskan dia sekarang juga," pekik Jade yang malah menantang ancaman Kai.
Pria itu lantas mengerling sesaat, memuji sosok Jade dalam hati untuk kedua kali. Pertama untuk kecantikan sang puan, kedua untuk keberanian Jade. Namun, tetap saja Jade seorang penyusup sekaligus penodong pisau di lehernya tadi. Kai tidak akan pernah memaafkan siapapun yang telah lancang padanya.
"Baiklah. Katakan padaku siapa yang kau inginkan? Siapa dia bagimu?" Kai mulai menata suaranya untuk menginterogasi lebih dalam tentang seseorang yang Jade maksud.
"Kau tidak perlu tau. Dia seorang penting bagiku."
"Keluarga? Sahabat? Atau ... kekasih?" Kai kembali bertanya tanpa mempedulikan ucapan sang assasin.
Tak langsung merespon, otak Jade dipaksa berpikir sejenak, ia tidak ingin memberitahu hubungan kekasih yang terjalin dengan Fin karena sudah pasti berakibat fatal untuk keselamatan prianya.
"Teman." Jade terpaksa berbohong tanpa melerai saling tatap.
"Siapa nama orang yang kau maksud?"
"Fin Harison."
Kai mengulas senyum miring seolah mengetahui bahwa Jade sedang berbohong dari perubahan mimik dan tone suara.
"Menarik," seru Kai seraya menyeringai. "Sebelum itu, mari kita bermain sebuah permainan," tantang Kai.
"Apa maksudmu?"
Kai mulai memberi penjelasan sebuah permainan yang harus Jade mainkan. Pria itu akan menginterogasi pria bernama Fin dan menanyakan perihal kebenaran hubungan antara mereka. "Jika kau berbohong, maka konsekuensi akan sangat fatal untukmu dan juga pria itu."
"Kau—"
"Bawa dia ke ruangan X," sela Kai yang tak ingin mendengar alasan apapun dari mulut Jade.
Kai memerintahkan Toni untuk menggiring tubuh Jade dalam posisi dua tangan terikat ke belakang menuju suatu ruangan. Pria ber-tittle Bos Mafia itu pun melesat pergi terlebih dahulu tanpa menghiraukan Jade yang terus merutukinya dengan sumpah serapah.
***
"Bangun! Bos akan segera datang." Seorang pria dengan pakaian serba hitam mengguncang kasar tubuh Fin. Dalam sebuah ruangan berukuran 3x4 meter bernuansa lembab, Fin nampak tak sadarkan diri dalam kondisi babak belur serta posisi terikat di atas kursi.Hanya satu penerangan dari lampu ber-watt kecil yang menggantung tepat di atas kepala Fin.
"Ergh! Kalian mau apa lagi? Mau memukulku lagi? Sudah kubilang aku akan membayar hutang kalian secara bertahap," lirih Fin yang baru saja tersadar dari tidurnya imbas dipukuli.
"Oh, ya? Bagaimana caramu membayar hutang 500 juta yang sudah jatuh tempo dan belum termasuk bunganya?" desak sosok Kai yang baru saja masuk ke dalam ruangan.
Dua anak buah yang menjaga Fin seketika kompak menegakakan tubuh dan lalu membungkuk hormat di hadapan Kai.
"Oh, jadi kau pemimpin mereka di sini," ujar Fin dengan santai yang ditujukkan kepada Kai. meskipun berhutang pada Mafia Kai, Fin sama sekali tak pernah melihat sosok bos mafia Black Skull secara langsung. Hanya seorang staf bagian rentenir lah yang selalu Fin temui di diskotik Moon Bar.
"Kau seorang mantan perawat, bukan? Satu tahun belakangan kerjamu hanya serabutan dan kau berani meminjam uang besar kepadaku?" cecar Kai santai membeberkan fakta seorang Fin yang kini menjadi tawanannya.
Sang tawanan lantas berdalih bahwa dirinya sudah memberi sertifikat apartmen sebagai jaminan dan berjanji akan segera melunasi sisa hutang dalam waktu dekat.
"BAGAIMANA!?" bentak Kai tidak sabaran. "Kau pikir kami sekelompok rentenir bodoh, huh?"
Tubuh Fin mulai gemetar sesaat setelah suara Kai menyentaknya tepat di. Betapa mengerikannya aura Kai ketika sedang marah. Bahkan, anak buah berbadan kekar di sekitarnya menudukkan kepala seolah turut merasakan sensasi sentakan suara berat khas milik Kai.
"A-aku punya kekasih yang memiliki banyak uang. Jade akan memberikannya untukku."
"Kekasihmu?" Kai menjeda ucapan sesaat. Seringai tipi lantas ia sunggingkan dengan kilat. "Katakan beberapa hal tentang Jade-mu?"
Fin lantas mendiskripsikan beberapa hal mengenai Jade termasuk ciri-ciri fisik sang puan dengan khas rambut hitam pendek sebahu dan tahi lalat mungil di bawah mata kanan.
"Dia sangat mencintaiku dan rela memberikan apapun padaku termasuk uang. Aku hanya butuh waktu sedikit lagi untuk meyakinkannya," uangkap Fin penuh percaya diri.
"Ch! Kau pikir aku akan percaya dengan omong kosongmu, huh? Apa jasa cecunguk sepertimu sehingga wanita mau berkorban?" Kai mencemooh Fin kali ini.
"Tentu saja dia akan menurutiku karena tidak ada pria yang mau menerima perempuan mandul sepertinya. Hanya aku, tempatnya bergantung," tegas Fin seraya mengulas senyum sumringah, besar kepala.
"Apa?!"
Kedua tangan Kai spontan terkepal kuat sehingga urat dibalik kulit ikut menyembul keluar. Netranya menyorot tajam ke arah Fin. Emosinya memuncak karena muak mendengar perkataan pria pengecut yang bisanya memanfaatkan kelemahan wanita seperti Fin.
Kai memang seorang pria kejam. Namun, selama hidupnya ia tak pernah memanipulasi wanita sampai sejauh itu. Dibalik title bos mafia yang terkenal kuat dan bengis, tak banyak yang tahu bahwa Kai sangat menghormati wanita, terutama sang ibu dan adik perempuannya.
"Jadi ... hanya itu aku bagimu, Fin?" Di sisi lain, Jade membatin lirih.
Sang puan nyatanya menyaksikan dan mendengar secara langsung aksi Fin dari balik kaca besar yang berfungsi satu arah tepat di sebelah ruang interogasi.
Hatinya hancur berkeping-keping. Gadis itu tidak menyangka bahwa kekasih yang selama ini ia cintai dengan tulus malah memanfaatkanya habis-habisan. Tak hanya itu, Fin bahkan berani mencemooh kekurangan Jade di hadapan orang lain.
BUGH!
Pukulan kuat Kai mendarat tepat wajah Fin. Saking kuatnya, Fin kembali tak sadarkan diri efek satu pukulan saja.
"Beri dia pelajaran di penjara bawah tanah. Jangan biarkan dia mati karena itu terlalu mudah," titah Kai kepada para anak buahnya.
Tubuh tegap Kai pun bergegas keluar dari ruang interogasi untuk menuju ruang sebelah di mana Jade berada.
"Kau berbohong. Kau sudah kalah dalam permainanku ... Jade!" Kai akui ia sangat mengagumi sosok Jade. Namun, pria itu paling benci dibohongi.
Untuk beberapa saat, Jade tak langsung merespon melainkan masih bergeming menatap kosong ke arah depan. Ia seakan tak peduli lagi dengan apa yang akan Kai lakukan padanya termasuk jika harus ditakdirkan mati hari ini. "Aku siap dengan hukumanku."
Selamat tinggal Bee.